32. Story About Them

47.9K 4.2K 617
                                    

Lisa terus saja tersenyum memandangi wajah Bibinya. Rasa rindu terhadap wanita berambut cokelat itu memang cukup besar. Jessica adalah salah satu dari dua manusia yang merawatnya hingga remaja, tentu Lisa begitu senang kembali bertemu dengan Jessica setelah beberapa bulan tidak bertemu.

"Sering-seringlah berkunjung, Imo." Ujar Lisa memecahkan keheningan mereka yang tercipta sesaat.

"Besok Imo harus kembali ke Kanada," ujar Jessica dengan rasa tak nyaman karena pasti Lisa merasakan kecewa dari perkataannya.

"Ah, nde. Aku lupa Imo sudah menjadi milik orang lain." Ujar Lisa tersenyum tipis, menyeruput minumannya yang tinggal setengah. Berusaha menyembunyikan perasaan kecewanya karena sang Bibi tidak akan berlama-lama dengannya.

"Secepatnya Imo akan kembali untuk melihatmu." Jessica meraih tangan Lisa. Berniat menenangkan hati Lisa, namun ketika merasakan punggung tangan keponakannya sedikit kasar, fokus Jessica menjadi berubah.

"Lalice, ini--" Cepat-cepat Lisa menarik tangannya dan menyembunyikannya di bawah meja.

"Kopimu habis. Ingin aku pesankan lagi?" tanya Lisa berusaha menampilkan senyumannya dikala ketakutan melanda. Dia takut Bibinya mempertanyakan perihal bekas jarum-jarum di tangannya. Namun ketika melihat senyum terbit di bibir Jessica, hati Lisa menjadi lega.

"Aniyo. Imo tidak akan bisa tidur jika meminum kopi terlalu banyak."

Lisa mengangguk paham. Namun wajahnya menunjukkan keraguan akan sesuatu. Gadis itu sebenarnya ingin mempertanyakan perihal bagaimana dulu Ibunya dengan tegar melawan penyakitnya. Walaupun akhirnya Tiffany kalah, namun bertahan bertahun-tahun dengan penyakit itu sangatlah sulit.

Dia ingin belajar, karena baru beberapa bulan merasakan sakit saja dirinya sudah tidak sanggup. Setidaknya, dia harus bisa bertahan lebih lama agar bisa terus bersama keluarganya.

"Kau melamun, Lalice?" tanya Jessica yang membuyarkan pemikiran Lisa tentang ibunya.

"Imo," panggil Lisa yang berusaha memendam keraguan di hatinya.

"Ada yang ingin kau tanyakan?" Lisa mengangguki ucapan Jessica. Menahan napas sejenak, berusaha memberanikan diri untuk membahas perihal kenangan sang ibu yang pasti cukup menyakitkan untuk Jessica.

"Eomma... Bukankah dia wanita yang kuat?" Jessica tersenyum tipis mendengar pertanyaan Lisa.

"Tentu. Wanita terkuat yang pernah Imo temui di dunia."

Tanpa sepengetahuan Jessica, Lisa kini sedang meremas kedua tanganya gusar. Pertanyaan awalnya cukup lancar keluar, namun itu nyata pertanyaan dasar yang mengawali maksud ucapannya nanti.

"Apakah Eomma pernah memperlihatkan rasa sakitnya padamu?" tanya Lisa yang sukses melunturkan senyuman Jessica. Awalnya wanita itu merasa bingung dengan pertanyaan Lisa, namun beberapa detik kemudian dia mengerti arah pembicaraan Lisa.

"Ibumu bukan seseorang yang mudah membagi rasa sakitnya. Tapi Imo beberapa kali memergokinya saat sedang kambuh," Jessica membasahi bibirnya sejenak, mengingat bagaimana rasa sakit yang merenggut kakaknya dari dunia.

"Hati Imo terasa hancur melihatnya." Jessica yang semula menunduk ketika menjelaskan bagaimana perasaannya melihat Tiffany yang selalu kesakitan, akhirnya mendongakkan kepala saat merasa penjelasannya sudah cukup.

Anehnya, wanita itu mendapati wajah Lisa yang kaku dan terlihat penuh beban. Jessica tak mengerti, namun berusaha menyadarkan keponakannya dari lamunan yang kesekian kalinya.

"Lalice--"

"Imo," Lisa kembali memanggil Bibinya, memotong panggilan yang lebih dahulu Jessica keluarkan untuknya.

Hey, Lisa ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang