Sekarang Lisa dan Rosé sedang perjalanan pulang menggunakan mobil merah milik Rosé. Menelusuri jalanan sore yang mulai padat. Dimana banyak dari warga Korea yang mulai berhamburan pulang ke rumah masing-masing setelah berada di kantor selama 9 jam lamanya.
Merasa suasana di dalam mobil itu hening, Rosé hendak memulai pembicaraan dengan Lisa. Namun ketika gadis itu menoleh, dia mendapati adiknya sedang sibuk memijat pelipis sendiri. Juga beberapa tetes keringat di dahinya, padahal di dalam mobil Rosé cukup sejuk karena pendingin sudah di nyalakan.
"Gwenchana?" Rosé bertanya khawatir dengan tangan sebelahnya mengusap keringat Lisa. Dia merasa tubuh Lisa demam lagi. Padahal baru sehari suhu tubuh adiknya itu normal.
"Sebentar lagi kita sampai. Kau bisa tahan?" tanya Rosé yang kini benar-benar di landa khawatir, karena wajah Lisa berangsur memucat.
"Tidak apa-apa, Unnie." Ucap Lisa yang berusaha terlihat baik-baik saja. Walaupun kini dia merasakan pusing yang teramat.
Tak lama, mobil Rosé sudah mulai memasuki area mansion dan berhenti di depan itu utama. Gadis blonde itu buru-buru keluar dari mobil dan membantu Lisa turun. Namun ketika baru satu kaki Lisa yang memijak tanah, gadis berponi itu meringis merasakan area punggungnya panas dan nyeri.
"Ayo naik ke punggungku," Lisa berusaha menolak, tapi Rosé sudah menarik tangannya untuk dikalungkan ke lehernya. Di tengah rasa sakitnya, Lisa merasa tubuhnya melayang dan tiba-tiba dirinya sudah berbaring di atas ranjang.
"Eomma tidak akan mengijinkanmu keluar lagi." Pandangan Lisa buram, tapi dia merasa ibunya menangis karena suaranya terdengar serak. Sejak kapan ada Dara di dekatnya?
"Buka mulutmu." Lisa yang merasa sudah tidak berdaya dengan tubuh kebas dan pandangan buram, hanya bisa menuruti perintah Dara. Dan ketika itu dia merasa ada banyak pil yang memasuki mulutnya. Juga air yang bahkan tumpah ke sekitar mulut dan bajunya. Lisa ingin muntah, tapi lagi-lagi Dara meminumkan air padanya hingga membuat gadis itu hampir tersedak.
Rosé yang melihat Ibunya sudah keterlaluan, langsung mendorong Dara menjauh. Memeluk dan menenangkan Lisa dengan tangis yang sekuat tenaga dia tahan.
"Eomma, sudah." Suara Rosé bergetar, membuat Dara dengan emosi yang masih menggebu keluar dari kamar bungsunya.
.....
Jiyong pulang dari kantor lebih awal dari biasanya. Beberapa jam lalu Rosé menelponnya dengan tangis sesegukan. Membuat pria itu akhirnya memilih untuk pulang lebih awal dari pada bekerja namun fokusnya terbagi.
Sesampainya di mansion, Jiyong langsung menuju kamar dan mendapati istrinya melamun di pinggir ranjang. Pria itu pun ikut duduk disana tapa mengganti baju terlebih dahulu.
"Ada apa, hm?" tanya Jiyong lembut.
"Apa Rosé menelponmu?" tebak Dara yang ternyata sangat tepat.
Jiyong menghela napas, lalu menarik tubuh istrinya ke dalam pelukan. Berusaha menenangkan hati Dara yang terlihat tidak tenang.
"Aku sangat berterima kasih padamu karena sudah menerima Lisa. Juga kau tidak membedakan dia dengan--"
"Aku sudah bilang, aku sangat menyayanginya!" Dara tiba-tiba terisak, menarik kerah jas mewah Jiyong.
"Jiyong-ah, bagaimana ini? Aku takut. Aku tidak bisa kehilangan Lisa lagi,"
Jiyong yang merasakan sesak mulai memasuki dadanya, hanya bisa menelan saliva yang terasa berat. Istrinya putus asa, mereka putus asa. Entah apa yang Jiyong perbuat dulu, hingga dia harus merasakan ujian ini. Ujian terberat di dalam hidupnya, harus menerima jika putri bungsunya sedang dibayang-bayangi oleh kematian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa ✔ [TERBIT]
Fanfiction[BEBERAPA PART DIHAPUS SECARA ACAK UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Aku tidak peduli." - Jisoo Kwon "Kenapa kau menghancurkan keluargaku?" - Jennie Kwon "Aku belum siap, maaf." - Chaeyoung/Rose Kwon "Aku juga tidak ingin hadir di antara kalian." - Lis...