26. Know

51.3K 4.6K 397
                                    

Cat minyak itu tertoreh di atas kanvas membentuk sebuah gambar yang indah. Dengan goresan sketsa yang sudah dibuat sebelumnya, membuat cat minyak itu menyempurnakan bentuk dari lukisan yang dibuat oleh tangan Lisa.

Sejak pagi hingga siang, gadis itu memilih mengisi waktu luangnya dengan melukis. Karena Dara melarang Lisa untuk pergi keluar. Padahal tadi pagi, Mina menelponnya untuk bermain bersama. Namun saat Lisa meminta ijin, Dara dengan keras tidak memberikannya.

Gadis itu mendesah lelah ketika memandang hasil lukisan yang ketiga untuk hari ini. Gambaran sebuah senja namun dihiasi dengan rintik hujan. Cukup membuat Lisa puas dengan hasilnya sendiri.

Merasa sudah bosan dengan kegiatannya, Lisa memutuskan untuk keluar dari kamar. Ingin menuju halaman belakang untuk sekedar melihat kolam ikan atau bunga-bunga yang bermekaran.

Tetapi ketika kakinya hendak menginjak anak tangga, suara seseorang yang menyebut namanya membuat Lisa terusik. Suara itu berasal dari lantai 3, juga terdengar seperti bentakan.

Tentu Lisa penasaran. Dia mengganti tujuan awalnya dan mulai melangkah menuju tangga kearah lantai 3. Suara perdebatan itu semakin terdengar kala jarak Lisa semakin mendekat.

"Eomma, pikirkan hati Lisa juga! Dia akan lebih sakit jika dibohongi seperti ini!"

Langkah Lisa terhenti di tengah anak tangga. Memilih berdiam saja disitu karena sangat ingin mendengar perdebatan Dara dan Rosé lebih jauh lagi mengenai dirinya.

"Eomma tidak membohonginya. Eomma hanya belum siap untuk bicara dengannya."

"Lalu sampai kapan, Eomma? Sampai kapan kita akan menyembunyikan kanker itu darinya?"

Lisa menggeleng pelan. Masih belum paham dengan pembicaraan kakak dan ibunya. Kanker? Apa hubungannya penyakit mengerikan itu dengan dirinya?

"Eomma... Eomma takut dia meninggalkan Eomma. Eomma bahkan sampai saat ini masih belum percaya jika Lisa menderita kanker itu."

Lisa hampir saja terjungkal dari tangga jika tangannya tidak dengan sigap memegang pinggiran tangga dengan erat. Tubuhnya bergetar hebat, menahan tangisnya yang ingin meledak dengan membekap mulutnya sendiri.

"Terserah. Aku dan Unnie sudah mengingatkanmu."

Lisa mendengar suara langkah kaki mendekat, tapi tubuhnya tidak bisa bergerak hanya untuk enyah dari tempatnya berdiri sekarang. Hingga akhirnya mata Rosé bertemu pandamg dengan matanya yang mulai basah. Gadis blonde itu tentu terkejut setengah mati.

"Li-Lisa?" Kemudian, Dara tiba-tiba berdiri di samping Rosé dengan pandangan sama terkejut.

"A-Aku.... Apa aku tidak salah dengar?" Pikirannya berantakan dan tubuhnya bebar-benar bergetar karena merasa semua yang dia dengar hanyalah mimpi semata.

"Nak, ini--"

"Cukup jawab, benar atau tidak?" sungguh, Lisa benar-benar tidak mau mendengar basa-basi apapun. Dia hanya ingin kebenaran yang Dara sembunyikan darinya.

"Nde, kau punya kanker. Tapi kau tenang saja, Appa pasti menemukan jalan agar kau sembuh." Itu suara Rosé, karena Dara memang benar-benar tidak bisa mengatakan yang sebenarnya.

"Sayang--"

"Berhenti disitu." Lisa menahan Dara untuk tidak mendekat.

"Aku kecewa. Kenapa harus disembunyikan, sedangkan itu terjadi pada tubuhku sendiri, Eomma? Kau membuat hatiku sakit." Dan pilihan Lisa kali ini adalah berlari keluar dari mansion. Dia butuh waktu untuk menerima kenyataan pahit yang disembunyikan orang-orang terdekatnya itu.

Hey, Lisa ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang