Lalice duduk lesu di bangku taman. Dia ingin membersihkan tubuhnya, namun dia tak mempunyai baju ganti. Kenapa nasibnya seburuk ini?
"Hey!" Sebuah paper bag tiba-tiba ada di depan wajahnya. Dan saat Lalice mendongak, wajah teduh Mina memenuhi retina matanya.
"Bersihkan tubuhmu lalu pakai ini." Mina meletakkan paper bag berisi seragam baru di atas pangkuan Lalice.
"Tidak perlu. Aku tidak mungkin mampu menggantinya," Lalice mengembalikan paper bag itu pada Mina, namun Mina dengan cepat menolaknya.
"Aku tidak nenyuruhmu menggantinya. Tapi jika kau tidak mau menerimanya, berarti kau memang harus mengganti uangku."
Lalice melotot. Peraturan macam apa itu? Orang kaya memang selalu seenaknya ya?
"Jangan lakukan lagi. Kau akan mendapat masalah nanti," ujar Lalice tanpa menatap Mina.
"Kau tenang saja. Kastaku tidak dibawah mereka,"
"Sebaik-baiknya orang kaya, mereka akan tetap sombong." Gumang Lalice dalam hati.
"Ayo, ku antar ke kamar mandi." Tanpa rasa jijik, Mina menarik tangan Lalice yang masih kotor. Dan untuk pertama kalinya, Lalice merasa memiliki teman perempuan seumur hidupnya.
.....
Rosé duduk di salah satu bangku cafe yang terletak di depan gedung sekolahnya. Bergabung bersama Jisoo dan Jennie yang baru saja menyelesaikan jam kuliah mereka.
"Makanlah. Kau terlalu lama hingga nasinya hampir dingin," ujar Jennie menunjuk semangkuk nasi di depan Rosé.
"Arra. Mian,"
15 menit dihabiskan mereka dengan makan tanpa bicara. Sebenarnya ini bukan kebiasaan mereka. Tapi mungkin ketiganya memiliki suasana hati yang buruk dan tidak mau memulai pembicaraan.
"Aku selesai." Rosé meletakkan sumpitnya di atas mangkuk ketika nasi miliknya sudah habis setengah.
"Jika kau terus seperti ini, kau akan bertambah kurus." Ucap Jisoo tak suka ketika adiknya selalu menyisakan makanan yang dia makan.
"Aku ingin bicara,"
Jisoo menatap Jennie. Lalu dengan terpaksa mereka meletakkan sumpitnya dan menunggu Rosé kembali bicara. Mereka berdua terlalu menyayangi Rosé, hingga apapun akan mereka lakukan demi membuat Rose senang.
"Kalian... Mengingat Lisa?"
Mata Jisoo dan Jennie serempak membulat. Sangat terkejut dengan kalimat yang dikeluarkan Rosé. Terlebih Jennie yang kini mulai mengepalkan tangannya erat.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Jisoo bertanya dengan panik. Terlebih menangkap gerak-gerik Jennie yang mulai terlihat marah.
"Aku hanya--"
"Jangan mengingatnya lagi." Ujaran tegas itu membuat hati Rosé bergetar tak terima. Bukankah Lisa adik mereka? Lalu apa salahnya jika Rosé kembali mempertanyakan keberadaan adiknya?
"Wae? Dia adik kita, Unnie."
"Dia bukan adik kita!" Untuk pertama kalinya, Jennie membentak Rosé. Terlebih di tempat umum, yang pasti menarik perhatian banyak orang.
"Dia hanya anak dari perusak rumah tangga Appa dan Eomma. Kau tau? Dia hanya anak selingkuhan Appa kita, Chaeyoung!"
Rose terpaku dan Jisoo sangat panik ketika banyak mata memperhatikan mereka.
"Jennie-ya, sudah."Jennie menepis tangan kakaknya, masih menatap tajam adiknya yang kini mulai bergetar ketakutan.
"Kau salah jika menyayanginya, Chaeng. Dia tak pantas mendapatkannya, ingat itu." Jennie berdiri dan kursi yang semula didudukinya berdecit kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa ✔ [TERBIT]
Fanfiction[BEBERAPA PART DIHAPUS SECARA ACAK UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Aku tidak peduli." - Jisoo Kwon "Kenapa kau menghancurkan keluargaku?" - Jennie Kwon "Aku belum siap, maaf." - Chaeyoung/Rose Kwon "Aku juga tidak ingin hadir di antara kalian." - Lis...