Tanpa diduga, Lisa berhasil melewati satu harinya di mansion megah itu. Walaupun penuh dengan kecanggungan yang Lisa benar-benar tak suka. Tapi nyatanya, gadis itu keluar kamar hanya disaat dia memang harus keluar. Contohnya seperti pagi ini. Untuk sarapan dan berangkat ke sekolah.
Setelah menutup pintu kamar, Lisa meringis memandang sepatu yang dia pakai. Terlihat mencolok karena masih baru, juga merek yang tidak bisa dibilang murah. Karena kemarin saat Dara menyodorkannya, Lisa melihat bandrol harga yang jumlahnya 5 kali lipat gajinya selama sebulan.
Lisa menyandar pada pintu. Belum siap untuk kembali ke sekolah itu. Lalu Lisa harus bagaimana? Tidak mungkin menolak keinginan Dara karena pastinya wanita itu akan sedih.
"Ikut aku."
Pikiran Lisa seketika buyar ketika ada sebuah tangan menarik lengannya kasar. Membawa ke pojok lantai 2. Tepatnya di depan gudang. Lalu tangan itu mendorong bahunya hingga punggung Lisa membentur dinding.
Tubuhnya tidak terasa sakit. Tapi hatinya merasakan lebih. Apalagi tatapan tajam itu terasa sangat menusuk ke dalam ulu hatinya. Entah rasa sakit apa yang Lisa rasakan. Tapi ini terasa asing. Di seumur hidupnya, Lisa belum pernah merasakannya.
"Kau puas sekarang? Tidak tahukah jika keberadaanmu itu menguak luka lama ibuku?" Jennie menunjuk tepat pada wajah Lisa. Hingga gadis berponi itu tak sanggup bicara.
"Kau... Harusnya sadar. Kau adalah perusak keluargaku. Tidak sepantasnya kau ada disini!" Lisa bisa melihat mata Jennie berangsur memerah. Apa dia sekotor itu hingga Jennie sangat marah padanya? Bahkan Lisa tidak tahu apapun tentang masa lalu orangtuanya. Pantaskah dia mendapatkan amukan dari Jennie?
"Hey, Jennie! Sudah." Jisoo datang dengan wajah panik. Ekspresi lain yang akhirnya Lisa lihat selain wajah datarnya.
"Tidak, Unnie. Aku harus menyadarkannya jika dia adalah kesalahan. Dia tidak pantas bersama kita disini," ujar Jennie menggebu-gebu, kembali menunjuk wajah Lisa dengan tangannya.
Jisoo menatap sekilas wajah Lisa. Lalu mengusap bahu Jennie penuh sayang. Berusaha meredakan amarah gadis itu.
"Biarkan dia. Nanti, pasti dia akan sadar dengan sendirinya."Bibir Lisa tertarik, membentuk senyuman hambar. Menatap kedua gadis yang harusnya dia panggil kakak itu. Tapi sayang sekali, Lisa harus memendam panggilan itu dalam-dalam.
"Aku juga tidak ingin hadir di antara kalian," lirih Lisa. Namun tak dapat menghoyahkan pancaran amarah dari mata Jennie. Tapi tanpa sadar, Jisoo terkena dampak itu. Hatinya terasa berdenyut sakit walau dia menyangkalnya.
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk menghancurkan keluarga ini."
Lisa menghela napas berat. Kali ini perasaanya berkali-kali lipat sakit dibandingkan saat dia ditinggal pergi Neneknya. Rasa yang membuat hatinya sangat sesak dan merasa takdir begitu jahat karena memposisikannya pada tempat yang salah.
"Jika aku bisa memilih, aku akan memilih untuk tidak dilahirkan." Lisa membungkuk sedikit setelah mengatakan itu. Melangkah meninggalkan Jennie dan Jisoo. Juga Rosé yang bergetar di tempatnya bersembunyi sekarang.
.....
Lisa menendang kerikil di pinggir jalan dengan kesal. Beberapa langkah lagi dia akan sampai di sekolah. Tempat paling tidak mengenakkan di seumur hidupnya.
Hari ini, Lisa pergi ke sekolah diantar oleh Taecyeon. Tapi Lisa memaksa untuk turun di pinggir jalan, beberapa meter sebelum gedung sekolah. Alasannya, tentu saja Lisa tidak mau menjadi bahan perbincangan satu sekolah karena berangkat dengan mobil mewah. Lisa juga tidak mau mengumbar jika sekarang dirinya adalah anak dari orang berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa ✔ [TERBIT]
Fanfiction[BEBERAPA PART DIHAPUS SECARA ACAK UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Aku tidak peduli." - Jisoo Kwon "Kenapa kau menghancurkan keluargaku?" - Jennie Kwon "Aku belum siap, maaf." - Chaeyoung/Rose Kwon "Aku juga tidak ingin hadir di antara kalian." - Lis...