33. Decision

40.7K 3.6K 318
                                    

Tanpa berniat mengganti baju seragamnya, Lisa memasuki kamar Jennie setelah berbincang dengan Jisoo tadi. Gadis itu merasa bersalah karena Jennie terluka karenanya.

Ketika Lisa melangkah lebih dalam, dia mendapati Jennie tertidur di atas ranjang. Tak mau mengganggu, gadis berponi itu memilih untuk keluar dari kamar bernuansa biru laut itu.

"Mau pergi kemana?" ujaran Jennie itu mampu membuat Lisa mengurungkan niatnya dan kembali berbalik menatap Jennie yang kini sudah duduk di pinggir ranjang.

"Aku kira kau tidur, Unnie." Ucap Lisa kembali mendekati Jennie.

"Gwenchana?" Lisa melemparkan pandangannya pada tangan kanan Jennie, membuat gadis bermata kucing itu juga ikut memandangi tangannya.

"Hanya luka kecil."

Lisa memandang Jennie dengan sendu. Luka itu, memang tidak akan cukup besar untuk membuat Jennie menderita. Namun alasan dibalik luka itu terciptalah yang akan membuat Jennie menderita.

"Geumanhae."

Jennie mendongak, menatap tepat pada mata kecokelatan Lisa yang mulai memerah.
"Mwoya?"

"Jangan pikirkan aku." Ujaran itu diiringi tetesan air mata yang begitu mudah mengalir.

Sungguh, jika Lisa harus mengatakan dengan jujur maka dia sangat senang jika ketika saudaranya sangat perhatian kepadanya. Itu adalah hal yang paling dia dambakan sedari itu. Tapi jika dengan memikirkannya akan berdampak buruk bagi saudaranya, Lisa akan memilih untuk dibenci daripada disayangi.

"Kau ini kenapa? Tentu aku harus memikirkanmu karena kau adikku." Jennie berdiri, mulai meninggikan suaranya karena tidak paham dengan ucapan Lisa yang mulai menyulut emosinya.

"Berhenti memikirkanku jika itu akan menyakitimu, Unnie!" Lisa tidak bisa menahannya lagi. Bentakan itu, air mata itu, adalah gambaran bagaimana rasa sesaknya sekarang.

"Akan lebih baik jika kau membenciku seperti awal kita bertemu, daripada kau melukai dirimu sendiri karena aku." Nada suara Lisa mulai memelan, dengan pandangan kembali mengarah pada luka di tangan kanan Jennie.

"Lisa-ya. Ini hanya--"

"Aku ada bukan untuk kesakitan orang lain, Unnie. Jika begini caranya, aku lebih baik tidak ada di hadapanmu." Setelah mengatakan itu, Lisa berbalik hendak pergi dari hadapan Jennie. Namun pelukan erat dari belakang itu membuat Lisa menghentikan langkahnya.

"Aniyo. Kau tidak boleh pergi dariku." Lisa mendengar suara kakaknya itu bergetar. Sekali lagi, gadis berponi itu menyakiti kakaknya.

"Arraseo. Aku tidak akan seperti ini lagi. Asal kau tetap di dekatku, hm?"

Lisa menghela napas. Melepaskan pelukan dari Jennie lalu kembali menghadap kakaknya yang kini terlihat kacau dengan air mata di wajahnya.

"Aku akan melakukannya lagi." Putus Lisa yang membuat Jennie menatapnya bingung.

"Sesakit apapun, aku akan melakukannya untuk kalian." Jennie menangis kala mendengar itu, namun bibirnya tidak bisa menahan senyuman yang muncul.

"Gomawo. Gomawo, Lisa-ya." Jennie kembali merengkuh tubuh kurus adiknya. Menangis sekuat yang dia bisa, karena bahagia dan sedih kini bercampur di dalam hatinya.

.....

"Kau ingin apa?" Lisa tersentak kaget ketika suara Rosé mengalun di telinganya. Melupakan jika kini dia sedang ada di ruang makan karena sedari tadi melamun. Lebih tepatnya memandangi wajah Rosé.

"Apa saja." Jawab Lisa seadanya, dan pasrah ketika kakak ketiganya itu mengambil terlalu banyak makanan untuknya.

"Habiskan, eoh?" setelah mengambilkan makanan untuk Lisa, Rosé mengacak pelan poni adiknya lalu beralih pada makanan miliknya. Ikut menimati makanannya seperti yang lain.

Hey, Lisa ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang