Di setiap detik, ribuan kejadian terjadi di dunia. Lahir, meninggal, tertawa, menangis, semuanya ada di setiap waktu berputar. Di setiap belahan dunia, semua orang akan menampakkan perasaan berbeda.
Seperti layaknya di Sungai Han itu. Ditemani angin berhembus lembut, Sulung Kwon dan Bungsu Kwon akan mendapati banyak perasaan berbeda disana.
Ada orang yang tertawa, ada orang yang menangis, dan ada pula yang diam tanpa ekspresi sembari memandangi luasnya Sungai Han.
"Apa kau berniat akan menyerah?" tanya Jisoo sambil membelai rambut Lisa. Namun sebelum mendapatkan jawaban atas pertaannya, dia tertegun mendapati banyaknya rambut yang menyangkut di jemari tangannya.
Cepat-cepat Jisoo membuang semua rambut itu tanpa sepengetahuan Lisa. Dan dia begitu beruntung karena Lisa sedang tidak memandang wajahnya yang kini kaku.
"Aniya." Jawab Lisa singkat dengan senyuman karena melihat betapa gembiranya melihat anak berusia 8 tahun sedang belajar mengemudi sepeda bersama ayahnya. Sayangnya, Lisa tidak mempunyai kesempatan seperti anak itu.
"Kau... Sudah tau mengenai keadaanmu?" Jisoo bertanya dengan ragu. Karena sebelumnya Rosé memberitahu jika hanya Lisa yang belum mengetahui perihal stadium kankernya yang meningkat.
"Sudah."
Wajah Jisoo tentu semakin kaku. Lisa mengetahuinya tapi saat ini masih bisa tersenyum? Bahkan Jisoo setelah mengetahui keadaan Lisa dari Rosé tak bisa tersenyum sedikitpun.
"Kau--"
"Sudah kubilang kan, jika aku tidak berusaha maka hasilpun tidak akan kudapat." Lisa menoleh, memperlihatkan senyum manisnya untuk Jisoo.
"Lagi pula... Jika aku menyerah. Apa kau memperbolehkannya?"
"Tidak. Tentu saja tidak." Jawab Jisoo secara mutlak.
"Maka dari itu, sekalipun aku lelah. Aku tidak akan menyerah. Karena sekarang aku punya tiga malaikat yang akan menopangku jika aku terjatuh." Bola mata Jisoo bergetar mendengar penuturan tulus dari adiknya.
"Jika kau menangis, aku akan menarik kata-kataku." Ujar Lisa ketika melihat kedua mata Jisoo mukai berkaca-kaca.
"An-Aniyo. Aku tidak menangis." Elak Jisoo dengan sesekali mendongakkan kepalanya untuk menghalangi air mata yang hendak jatuh.
"Ah, aku lupa." Setelah berhasil mengendalikan perasaannya menjadi lebih baik, Jisoo merogoh saku jaketnya. Mengeluarkan sebuah ponsel dan memberikannya pada Lisa.
"Igeo. Selama di rumah sakit, kau tidak pernah meminta ponselmu. Tapi aku tahu kau sekarang membutuhkannya."
Lisa mengangguk saja. Dia memang tidak terlalu peduli dengan ponselnya karena ketiga kakaknya selalu ada untuk membuat suasana disekitar menjadi menyenangkan. Terkadang, kakak-kakaknya akan membawa permainan manual dari mansion agar dia tidak bosan.
Setelah menerimanya, Lisa menghidupkan ponselnya. Dan ketika layar datar itu menyala, banyak sekali notifikasi yang menghiasi layar depan ponsel itu.
Semua berasal dari sahabat-sahabatnya. Juga dari teman sekelas yang mendadak peduli tentang kehadiran Lisa di kelas.
"Unnie, sepertinya aku harus segera pergi? Kau tak apa sendiri disini?" Lisa bangkit, mengantongi ponselnya ke dalam saku celana.
"Kau masih sakit. Ingin kemana? Biar Unnie temani." Jisoo ikut beranjak dengan wajah khawatir. Yang benar saja. Adiknya itu baru saja keluar dari rumah sakit dan ingin pergi sendirian?
"Aku hanya ingin bertemu temanku. Kau tak perlu ikut, Unnie."
"Tidak."
Lisa menghela napas. Akhir-akhir ini hidupnya berubah drastis. Semua orang terlalu mengkhawatirkan Lisa dan menurutnya itu berlebihan. Tentu saja, dia sudah dewasa dan bisa menjaga diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa ✔ [TERBIT]
Fanfiction[BEBERAPA PART DIHAPUS SECARA ACAK UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Aku tidak peduli." - Jisoo Kwon "Kenapa kau menghancurkan keluargaku?" - Jennie Kwon "Aku belum siap, maaf." - Chaeyoung/Rose Kwon "Aku juga tidak ingin hadir di antara kalian." - Lis...