"Lisa-ya, kau sedang mandi?" Jennie baru saja memasuki kamar Lisa dan tidak mendapati adiknya disana. Alhasil dia berteriak ke arah pintu kamar mandi yang tertutup.
"Nde, Unnie!" Lisa juga menjawabnya dengan berteriak. Membuat Jennie akhirnya memilih duduk di pinggir ranjang sang adik.
Dia berniat mengajak Lisa makan bersama. Tentu dengan Rosé dan Jisoo yang sudah menunggu di rooftop dengan berbagai masakan buatan Jennie.
"Cepatlah. Mereka sudah menunggu." Beritahu Jennie yang berharap Lisa tak berlama-lama di dalam kamar mandi.
"Nanti aku menyusul. Pergilah dahulu." Suruh Lisa yang Jennie tebak pasti adiknya akan sedikit lebih lama lagi berada di kamar mandi.
Tak menanggapi Lisa. Jennie memilih tetap menunggu adiknya. Menyentuh beberapa barang di meja nakas Lisa untuk mengurangi rasa bosan. Dan iseng membuka laci meja itu lalu mendapati sebuah kamera lusuh yang Jennie yakini sudah cukup tua.
Gadis itu meraihnya. Dan terkejut ketika kamera itu masih menyala dan berfungsi dengan baik. Lisa memang perawat barang yang baik.
Jennie sesekali tersenyum melihat hasil jepretan Lisa. Semuanya mengandung komposisi gambar yang sempurna. Padahal Jennie tahu, jika adiknya hanya belajar otodidak.
Merasa sudah puas melihat semua foto di kamera itu. Jennie kembali meletakkannya di dalam laci. Lalu tak sengaja matanya menatap kertas berlogo Universitas di dalam kotak sampah yang ada di samping meja nakas.
Jennie meraihnya. Berusaha membenarkan kertas yang sudah sangat keriput itu. Dia meyakini Lisa sudah meremasnya cukup kuat.
"Kenapa hal sepenting ini dia tak memberitahuku?" gumam Jennie yang sudah membaca keseluruhan isi surat itu.
"Apakah dia sudah mendapatkan impiannya? Tapi kenapa dibuang?" Jennie lagi-lagi dibuat bingung. Dia tahu jika Universitas yang sudah mengundang adiknya untuk berkuliah di London itu bukan Universitas rendahan. Seharusnya Lisa bangga dan memberitahu seluruh keluarganya. Tapi kenapa adiknya itu malah membuangnya ke kotak sampah?
"Unnie, kau masih disini?" tanya Lisa setelah keluar dari kamar mandi. Lalu terkejut ketika Jennie hanya diam dengan tangan menggenggam sebuah kertas yang tadi dibuangnya.
"Kau tidak memberitahuku? Dan kenapa kau membuangnya?" tatapan Jennie mulai menajam. Dan Lisa cukup takut jika Kakaknya kembali hilang kendali.
"Itu bukan hal penting. Kemarikan," Lisa berjalan mendekati sang Kakak. Hendak merebut kertas itu namun Jennie menghindar.
"Ingin kau apakan? Jika ingin dibuang lagi, lebih baik aku yang menyimpannya." Ujar Jennie masih mempertahankan tatapan tajamnya karena tak habis pikir dengan sikap Lisa.
"Unnie, geumanhae!" Jennie tersentak kaget. Tentu saja. Lisa tiba-tiba membentaknya dengan wajah memerah.
"Buang kertas itu dan lupakan apa yang kau baca." Dengan nada dingin dan napas yang tersengal Lisa berujar pada Jennie.
"Ani."
Lisa menghela napas berat. Lalu tatapannya berubah sendu.
"Apa yang kau harapkan dariku? Bertahan selama setahun saja aku sudah sangat beruntung--""Jangan katakan itu!" Kini giliran Jennie yang membentak Lisa. Tak suka jika adiknya terlalu pesimis.
"Kau akan menua bersama kami. Kau tau?" lanjut Jennie yang mulai terisak karena tersakiti dengan kalimat Lisa. Dia tidak bisa mendengar kalimat seperti itu. Kalimat yang menghantuinya dan membuatnya sangat takut.
"Unnie, aku menyakitimu?" tanya Lisa merasa bersalah membuat Kakaknya menangis.
"Unnie, mianhae. Jeongmal mianhae." Lisa menarik tubuh Jennie yang bergetar kedalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa ✔ [TERBIT]
Fanfiction[BEBERAPA PART DIHAPUS SECARA ACAK UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Aku tidak peduli." - Jisoo Kwon "Kenapa kau menghancurkan keluargaku?" - Jennie Kwon "Aku belum siap, maaf." - Chaeyoung/Rose Kwon "Aku juga tidak ingin hadir di antara kalian." - Lis...