Juna pulang. Menatap pemandangan biasa di apartemen membosankan ini. Ruang gelap dan jendela yang masih terbuka.
Ia menekan saklar dan semua lampu didalam sana hidup. Menerangi semua sisi ruangan. Ia beralih ke arah balkon, angin berhembus kencang menerbangkan gorden miliknya. Menarik napas pada udara malam yang kian merangkak naik. Ia kembali masuk, menutup pintu dan menguncinya. Dan hal sama ia lakukan pada jendela-jendela di apartemen. Ia tutup dan kunci.
Karena ia hanya menyewa tukang bersih-bersih pada hari minggu maka hari biasa seperti inilah yang akan terjadi. Ia biasanya hari minggu akan menginap ke rumah ibunya.
Juna berjalan ke dapur dan meneguk segelas air. Mengobati haus yang ia dera sejak kemacetan di jalan pulang.
Lalu ke satu-satunya kamar disana. Membaringkan tubuhnya yang lelah. Dan kembali memori lain menghantuinya.
"Juna, kamu yang melakukannya?"
"Melakukan apa?"
"Ada sebuah gambar beredar di internet dan seseorang mengatakan bahwa itu kejadiannya di sekolah kita. Bapak belum katarak untuk tau siapa yang ada di dalam gambar. Kamu dan Yuna. Kamu melakukan tindakan anarkis ke Yuna, benar Juna?"
"Nggaklah, bapakkan tidak tau cerita di balik gambar itu. Jangan asal tuduh pak."
"Kalau begitu bisa kamu jelaskan?"
Juna mati kutu.
Lalu Pak Soni beralih ke Yuna yang sejak tadi diam dan menunduk.
"Yuna, kamu mau menjelaskannya?"
Yuna mendongak menatap Pak Soni lalu berganti ke Juna. Pria itu langsung memberi isyarat peringatan dari matanya. Kemudian ia menunduk lagi.
"Jika tidak ada yang mau menjelaskan. Maka bapak mengambil kesimpulan secara garis besar bahwa Juna telah berlaku tindak anarkis pada Yuna. Juna, kau akan bapak hukum skorsing selama seminggu dan namamu tercatat di buku hitam."
"Jangan begitu dong Pak!"
"Jadi, bagaimana kronologi kejadiannya?"
"Yuna jatuh dan aku menolongnya untuk membantunya berdiri."
"Dengan tanganmu yang ada di rambutnya?"
"Itu ... aku membersihkan debu."
"Debu apa yang harus dibersihkan dengan cara menarik rambut sampai Yuna terlihat menangis di gambar itu?"
Juna kini diam. Kehabisan alasan.
"Apakah gosip yang beredar bahwa kau membully Yuna adalah benar Juna?"
"Tidak! Lagipula apakah bapak punya buktinya?"
"Tidak punya, selain gambar yang sedang jadi pembicaraan di media sosial. Jadi, baru kemarin kau membully Yuna?"
"Iya!"
"Jadi, alasan Yuna jatuh dan kau membantunya adalah kebohongan?"
Juna berdecak akan keteledorannya. Ia diam. Dan Pak Soni mengartikan itu sebagai jawaban 'Ya'.
"Baik, mulai besok hukumanmu di laksanakan. Sekarang kalian bisa kembali ke kelas."
Juna berdiri dan segera berlalu keluar dari ruangan BK. Yuna mengucap salam lalu pergi.
Setelah agak jauh. Yuna menatap Juna yang sedang menelpon.
"Ayah, bisa ke sekolahku?"
"..."
"Ya, sekarang."
"..."
"Ok."
Laki-laki itu memasukkan handphonenya ke saku. Dan berlalu ke kelas. Yuna merasakan perasaan tidak enak.
.
.
.***
26 November 2019
Vote dan komen 😉
![](https://img.wattpad.com/cover/202523947-288-k462137.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
General FictionWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...