3 Tahun Kemudian (74)

20.7K 1.5K 46
                                    

Juna pulang ke rumah ibunya. Saat masuk, ia melihat Julio duduk di ruang keluarga dengan tablet di tangannya. Biasanya, jika kakaknya itu sudah memakai kacamata dan menatap tablet dengan serius pasti sedang memeriksa email atau mengecek tugas kantor. Juna mengambil tempat duduk di kursi satunya.

"Kak."

"Hm."

"Sudah pulang kau? Kukira bakal ketemu langsung di Padang Mahsyar."

"Apakah Kakak pernah bohong?"

"Jangan samakan aku dengan kau Juna."

"Tidak, maksudku Kakak pernah bohong padaku?"

"Untuk apa juga bohong padamu. Tidak ada manfaatnya."

"Jadi, kakak selama ini jujur?"

"Pikir sendiri."

"Kakak tau tentang Yuna?"

"Tau, wanita yang jadi korban bullymu."

"Kakak tau Dafa?"

Julio mendecak kesal kegiatannya terganggu, ia menatap Juna sebal, "Hei, kau pikir aku sebodoh itu untuk lupa adiknya Yuna?"

"Kakak tau Aza?"

"Taulah, anak Yuna."

"Bukankah kemarin Kakak tidak tau? Anak kecil yang ada di rumah Pak Seno. Dan darimana kakak tau namanya Aza?"

Julio terdiam. Ia mengalihkan tatapan, "Ya... Cuman tebak." Lalu kembali memicingkan mata kesal, " Nggak usah menyudutkan! Aku bukan terdakwa. Kau yang tersangka!"

"Aku sudah tau semuanya."

Julio berpikir, tapi belum mengerti, "Nggak usah ngomong bertele-tele, Jun. Kau pikir ini sinetron india. Lalu ada musik dengan tabuhan gendang yang keras. Lalu aku akan melotot sampai musik habis. Baru ngomong, APAHHH?!" Air ludah Juna sampai muncrat ke kursi, dan ia melanjutkan lagi, " Ini hidup bukan sinetron!"

Juna menyunggingkan senyum sekilas melihat reaksi kakaknya. Ya itu ciri khas Kakaknya.

Ia berkata tentang apa yang disesaki pikirannya dan segala apa yang ia ketahui, "Selama ini aku punya anak. Namanya Aza. Yang lahir dari rahim wanita yang ku sakiti. Dan dari kejadian jahat yang kulakukan. Ia tumbuh tanpa ayah. Bersama ibunya. Tinggal berdua. Terpisah dari keluarga. Yuna mengandung sendirian di luar sana. Di kontrakan kecil. Sambil bekerja. Tak ada yang membantunya bahkan saat ia melahirkan dan memiliki bayi. Merawat anaknya hingga tumbuh menjadi besar. Siang kerja dan malam merawat Aza. Waktu yang digunakan untuk istirahat malah digunakan untuk mengurus Aza yang masih kecil, entah anak itu menangis, lapar, tidak bisa tidur, dan hanya bisa dilakukannya menangis. Dan Yuna, sendirian mengurus itu semua. Memastikan anaknya tak kelaparan, mencukupi kebutuhan badan, pakaian, mandi, air, listrik, belum harus membayar sewa kontrakan. Aku tidak bisa membayangkannya. Dan rasanya, apa yang orang-orang katakan padaku, benar semua. Derita yang ia alami selama ini, tidak bisa ku gantikan dengan apapun. Rasanya aku tak pantas. Tiba-tiba datang. Mengemis minta maaf. Berharap diampuni lalu dimaafkan. Dan selesai..."

"Tidak...tidak semudah itu. Perjuanganku hanyalah satu debu yang tak terlihat. Bahkan jika aku menebusnya sampai seumur hidup, tetap derita Yuna hamil, melahirkan, hingga merawat Aza sampai besar, dan belum kesakitan-kesakitan lainnya, tidak mampu menutupi semuanya. Rasanya kehadiranku saat ini dan ucapan maaf ini, tidak berguna apa-apa."

"Kalau begitu jangan hanya minta maaf. Tapi, tebus juga dengan hal lain." Ujar Julio. Ia melepaskan kaca matanya memandang serius.

***
17 Januari 2020
Vote dan komen 😉

Tiga tahun [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang