"kau berlebihan Juna."
"Berlebihan bagaimana?"
"Kau tidak perlu menyewa seluruh taman bermain ini hanya untuk kita bertiga!"
"Pemiliknya tadi malah senang."
"Iya, pemiliknya pasti senang karena kau membayarnya dengan harga setinggi itu. Lagipula kau ini pengusaha, kenapa tidak bisa tawar menawar?"
"Memang bisa ditawar ya? Kukira tadi malah kurang."
"Terserah."
"Aku kasihan nanti ada orang-orang yang datang kesini tapi nyatanya di tutup."
"Tenang Yuna, aku hanya menyewa sehari. Mereka bisa datang lain kali. Mungkin."
"Kau itu menyebalkan Juna."
"Banyak yang bilang begitu." Juna menyengir.
"Ibu, mau naik itu!"
"Rollercoaster." Ujar Yuna. Juna meneguk ludahnya.
"Kenapa tidak naik komedi diputar saja?"
"Nggak seru. Mau yang itu."
"Aza masih kecil. Nggak boleh. Main komedi di putar saja. Nanti Om temenin."
"Kau takut?" Tanya Yuna.
"Tidak."
"Pernah naik?"
"Belum."
"Ayo."
"Hah? Apa?"
"Ayo naik."
"Yey!"
"Tunggu, Aza belum cukup umur."
"Kata siapa?"
"Kataku."
"Bilang saja kalau takut." Ejek Yuna.
"Tidak." Sangkal Juna, "aku berani. Aku sudah lima kali mendaki gunung."
"Sampai puncak?"
"Tidak, kelimanya aku berakhir di hari pertama karena tidak kuat menahan dingin, berjalan jauh, takut ketinggian, dehidrasi, dan pingsan."
"Mau ku tebak?"
"Apa?"
"Kalau kau naik gunung ke enam kali, aku tebak kau akan mati." Setelah itu Yuna terkekeh kecil.
Sedangkan Juna tersenyum. Mengamatinya, "Mau ku tebak?"
"Apa?"
"Suatu hari, kamu akan tertawa. Dan aku akan menjaminnya"
Mata Yuna mengerjab. Keduanya saling menatap dalam jarak lurus nan dekat. Lalu diakhiri senyum Juna. Dan rengekan Aza yang menggoyang-goyangkan tangan Yuna.
.
.
."Mau lagi!"
Juna melotot ngeri. Nyawanya saja belum terkumpul ditambah pusing dan mual-mual di perut.
"Ayo."
Juna gantian melirik Yuna horor.
"Kenapa? Nggak kuat lagi?"
Juna segera berdiri, "Nggak kok, kuat. Ayo."
"Resiko ditanggung."
"Ok."
Setelah naik permainan rollercoaster untuk kedua kalinya ...
"Seru banget ibu!"
"Aza mau naik apa lagi?"
"Perahu itu!"
"Ayo kita coba semua permainan disini!"
.
.
."Ada cctv nggak? Aku mau melambaiankan tangan."
"Rollercoaster, Kora-kora, Tornado, komedi diputar. Aza mau naik apa lagi?"
"Mau makan eskrim."
"Alhamdulillah." Juna mengucap syukur.
"Tapi setelah itu, mau masuk yang itu!"
"Rumah hantu."
.
.
."Ibu gelap."
"Namanya rumah hantu."
"Tapi, sunyi sekali. Biasanya banyak yang teriak-teriak."
"Ya iyalah, kan kau sewa Juna. Jadi cuma kita bertiga didalam ini."
"Aku lebih senang banyak suara daripada sepi seperti ini."
"Seandainya kau berpikir dulu tadi."
"Kamu tidak takut?"
"Untuk apa takut? Hantu disini kan manusia semua."
"Jadi, kamu tidak takut hantu?"
"Aku lebih takut pada manusia yang berniat jahat, Juna."
Skatmat.
"Ibu apa itu!" Teriak Aza dan segera meminta gedong.
Mau tak mau, Yuna mengendongnya. Karena anak itu mulai ketakutan seperti sosok yang berjalan dibelakangnya sambil memegang ujung bajunya.
"Seharusnya kita tidak masuk kesini."
"Ayo kita putar balik."
"Kau, bodoh. Itu malah akan memperjauh. Kita sudah setengah ja---"
"Aaaaaahhhhh!!! Apa itu? Apa itu? Astaga, maafkan aku ya Allah. Aku tobat. Lindungi aku. Allahumma bariklana fihma rozaktana wakina azabannar."
"Bukannya itu doa makan ya Om?"
"Juna, menjauh."
"Aku takut Yuna. Nanti dia terbang."
"Itu hanya boneka yang didandani seram."
Juna melirik, dan bernafas lega.
"Aku jadi heran, apa yang kau bisa selain hanya kaya dan membully orang?"
Juna terdiam kaku. Perkataan Yuna memenuhi pikirannya. Ia hanya berjalan mengikuti langkah Yuna dengan pikiran bercabang. Bahkan sosok kunti yang tiba-tiba jatuh dari atas membuat Aza menjerit-jerit tak juga mengalihkan pikirannya.
"Sate Bang."
"Nggak ada sate. Aku hanya punya saham."
"Kekekekeke ... Kekekeke ... KEKEKEKE ... KEK ... Uhuk ... Uhuk ..."
Ada yang menoel-noel bahunya. Juna sontak menepis.
"Jangan ganggu. Aku sedang berpikir."
"Mikir apa bro?"
"Cara melindungi orang-orang yang kita sayangi dan membuat aku punya kelebihan."
"Latihan olahraga bela diri saja bro. Ada karate, Taekwondo, Judo, Silat. Pilih mana yang lu suka. Dan lu cukup disamping dia terus. Terkadang waktu bersama itu lebih penting daripada kemampuan luar biasa yang lu punya. Percuma kuat, jenius, ganteng, kaya, tapi cuma mementingkan diri sendiri. Itu nggak berguna bro. Percaya sama gua, bahagia itu ketika kita berguna untuk orang lain."
Juna tersenyum senang. Jawaban itu yang ia perlukan. Tepat sekali. Dan ketika ia berbalik untuk mengatakan terima kasih, matanya malah menemukan sesosok pocong. Wajah seram dengan luka bakar dan belatung entah mainan atau sungguhan, menempel di pipi pocong itu. Yang memakai lensa mata keseluruhan putih tanpa iris hitam. Ditambah senyum mengerikan dibibir penuh darah. Langsung saja, Juna menghantamkan tinju ke wajah sosok itu hingga pingsan.
Yuna menoleh mendengar bunyi benturan keras di belakangnya. Dilihatnya Juna yang tengah syok dengan wajah pucat pasi. Lalu pocong yang tergeletak pingsan di lantai.
"Om Juna hebat! Hantunya mati!" Seru Aza girang.
***
31 Maret 2020
Vote dan komen 😉Satu part lagi 😖
![](https://img.wattpad.com/cover/202523947-288-k462137.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
General FictionWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...