3 Tahun Kemudian (82)

20.1K 1.5K 81
                                    

19 mei 20xx

Pak Seno mengajak Juna memancing pada minggu menjelang sore. Dafa tidak bisa diajak karena sibuk jadi ia mengajak Juna yang kebetulan ada. Aza ikut-ikutan mendengar kakeknya akan pergi. Sementara Yuna terpaksa ikut karena untuk mengawasi anaknya.

"Kalau mau umpan, disini."

Pak Seno mengangsurkan sebuah ember kecil pada Juna. Juna melongokkan kepala, melihat cacing-cacing yang menggeliat ditaburkan tanah. Ia geli bukan kepalang. Terbayang insiden kecoak itu, langsung membuat bulu kuduknya merinding.

"Ayo Om, pakai. Aza mau lihat ikan."

Dan jantung Juna sontak merosot ke perut. Ia menatap nelangsa ember itu. Ia memejamkan mata. Ini hanya cacing. Bukan ular. Kau juga pernah melihat kecoak bahkan merayapi tubuhmu. Jadi, kenapa tidak dicoba? Sugesti Juna pada dirinya sendiri. Dia tidak berbahaya. Dia hanya hewan kecil. Paling menggeliat jika kau pegang. Kulitnya licin, mungkin karena lendir. Umpakan saja dia siput Jun. Kau bisa. Dan jangan muntah. Ini demi Aza.

Juna menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Kemudian membuka mata. Ia mendengar suara tawa Aza disampingnya. Juna menoleh.

"Om takut ya?"

Juna menggeleng cepat, "Nggak, ini cuman pemanasan."

"Bukannya pemanasan itu untuk olahraga ya? Kata Kiki sih gitu."

"Tidak juga, kalau kita takut atau jijik pada sesuatu tapi kita harus melakukannya mau tidak mau. Ini berfungsi untuk menyemangati diri sendiri."

"Oh... berarti Om takut kan?"

"Sekarang tidak lagi."

"Yakin?"

"Yakin, karena semua ini karena Aza."

Aza mengerutkan kening, ia tidak paham, "Kok karena Aza?"

Juna hanya mengusap pucuk kepala Aza dengan gemas sambil tersenyum. Ia lalu beralih ke cacing-cacing itu.

Ya, itu hanya cacing.

Hanya cacing...

Cacing...

Namun, setelah Juna memasang kail. Melemparnya ke sungai. Dan menyerahkan ganggang pancing itu pada Aza. Ia berlari tergesa-gesa menjauh dari Pak Seno, Yuna dan Aza yang menatap punggungnya.

"Kenapa dia?" Tanya Pak Seno.

Yuna menggeleng tak tau.

Sementara Aza memandang pancing dan lari Juna bergantian. Lalu ia menarik satu sudut bibirnya. Menyeringai.

Juna kembali dengan wajah pucat dan lelah.

"Om, tadi kenapa?"

Juna menengok, tersenyum lemah, "nggak kenapa-kenapa."

"Om takut ya sama cacing?"

"Nggak takut... cuma jijik." Kali ini Juna jujur.

"Kok sama dengan Ibu. Berarti cuma Aza sama Kakek yang nggak takut."

"Memang Om Dafa nggak takut?"

"Om Dafa cuman takut kecoak. Aza biasanya sering jahili Om dengan kecoak mainan terus Aza masukin dalam bekal makanan Om Dafa. Sejak itu, Om Dafa nggak mau bawa bekal lagi. Kalau Ibu jijik semuanya. Tapi, Aza nggak bisa jahili Ibu soalnya sering ke baca duluan. Biasanya Aza yang kena sendiri. Kadang-kadang Aza sering lupa dengan jebakan Aza buat. Jadi, Aza kapok kalau mau jahili Ibu."

Juna terkekeh akibat kepolosan Aza. Ia mengusap kepala Aza.

"Sudah dapat ikannya?"

"Pancingnya belum gerak. Yang Kakek tadi gerak-gerak terus muncul ikan. Yang ini belum gerak-gerak."

"Sini, Om pegang."

"Oh itu bekal makanan ya? Boleh Om minta. Perut Om lapar."

"Ini Om."

"Mie instan. Nggak apa-apa. Walau bukan mie ayam, Om tetap suka."

Juna menyuap sesendok mie itu.

"Om, " Panggil Aza.

Juna menatap mata Aza yang mengerjab-ngerjab seakan tersadar dari sesuatu.

"Jangan..."

"Jangan apa?" Jawab Juna seraya mengunyah.

"Maaf Om."

Kini dahi Juna terlipat halus. Memandang Aza yang mengatupkan kedua tangan didepan wajah, menatapnya dengan wajah meringis. Entah pikiran dari mana, ia meneliti mie yang ia makan tadi dengan pandangan jeli. Dan matanya menemukan, bentuk yang menyerupai mie tapi menggeliat di antara jalinan mie yang lain.

Kemudian terdengar suara muntahan...

Lalu disusul bunyi keras yang jatuh...

Dan sejak itu, Juna trauma melihat mie...

***
1 Februari 2020

Vote dan komen 😉

Kayaknya aku lagi ngalami fase jenuh...

Gara2 banyak pikiran dan komen2 yg bikin aku kepikiran. Dan akhirnya, aku stuck.

Tiga tahun [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang