"Tadi itu kan ya Om, pas pagi tadi. Aza lihat dibawah bahu Om Dafa ada rambutnya. Bau lagi. Kata Om Dafa, jika Aza besar nanti Aza punya. Kan Aza jadi nggak mau besar. Bahu Om juga punya rambut?"
"Nggak ada."
"Tapi, kata Om Dafa semua laki-laki punya."
"Om sering mencukurnya."
"Cukur itu apa?"
"Seperti memotong rumput."
"Kok Om Dafa nggak?"
"Kalau Om, mencukur itu untuk kebersihan diri saja. Biar nyaman dan enak dilihat."
"Berarti Om Dafa jorok?"
"Om nggak bilang gitu."
"Jadi, Om Dafa itu malas bersih-bersih?"
Juna kehabisan kata-kata. Aza menunggunya.
"... mungkin Om Dafa punya waktu tersendiri untuk membersihkannya. Setiap orang memiliki karakter beda-beda. Jadi, Aza nggak bisa menyamaratakannya."
"Termasuk Om Juna bersih dan Om Dafa jorok?"
"Engh... bukan... Tapi, Om Dafa punya jadwal untuk membersihkan tubuhnya."
"Ooohhh... Jadi, Aza nggak akan punya rambut itu kalau Aza rajin dan suka membersihkan diri?"
"Pintar."
"Kenapa kau disini?" Suara Yuna tiba-tiba menyapa.
Juna mendongak, dan melihat wajah ketus dan kedua alisnya yang menaut tidak senang.
"ehm... Itu...aku..."
"Om Juna bilang mau mengantar Aza juga. Aza senang. Jadi ini yang Kiki rasakan saat diantar Om Julio dan Tante Laura. Aza kayak punya ayah dan ibu lengkap."
Kedua orang dewasa didepannya sontak terdiam. Berbanding dengan senyum merekah di bibir Aza.
***
Juna memarkirkan mobilnya agak jauh dari Sekolah Aza. Karena kurangnya lahan parkiran dan ramainya orang-orang disana menjadikan halaman sekolah itu sesak.
"Kenapa tidak mensekolahkan Aza di sekolah Swasta? Aku punya beberapa kenalan pendiri sekolah swasta terkenal di kota ini." Tanya Juna saat melihat palang yang tergantung di gerbang masuk.
Sekolah Dasar Negeri 75 kota xxx.
Matanya mengedar memandang ke sekitar. Banyak orang-orang yang ikut mengantarkan anaknya di hari pertama sekolah. Pedagang keliling seperti Cilok, Somay, Kue Putu, dan kantin-kantin yang menjual dengan harga sangat rendah namun minim kebersihan dan kualitas. Alis Juna mengernyit saking merasa aneh dengan lingkungan yang baru di jumpainya.
Beberapa kali bahunya ditabrak orang-orang yang berjubel dan tidak tertib. Di dalam hati ia menahan kesal. Ya, kebanyakan orang-orang disini yang memiliki ekonomi ke bawah, sedang dan sedikit yang berkecukupan. Jadi, tak heran sopan santun kalangan bawah dan atas sungguh berbeda.
"Kurasa tidak terlambat, jika Aza mengundurkan diri dari sekolah ini dan aku akan menghubungi salah satu kenalanku untuk memasukkan Aza ke sekolah swasta. Dia pasti akan langsung memasukkan Aza. Aku bisa menjamin itu."
Akhirnya Yuna menoleh, dan menatap datar, "Aku lebih suka anakku kepanasan dan kepayahan menuntut ilmu disini daripada menjadi aku atau salah satu sampah seperti dirimu."
Juna bungkam.
***
20 Februari 2020
Vote dan komen 😉(Ini kapan tamat....)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
Genel KurguWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...