Katharina menatap berkeliling ruang kamarnya. Dia tidak menemukan Siegfried disana. Tadi ketika dia terjaga, tubuhnya serasa dingin dan ringan. Tidak ada pelukan hangat yang dirasakannya.
Gadis itu beranjak perlahan menuruni tempat tidurnya menuju kamar mandi dan membukanya.
" Tidak ada." Gumamnya.
Langkah kecilnya dibawanya keluar dari kamar. Ruangan tampak sepi. Tidak ada seorang pun di sana. Lalu dia menuju ke dapur, bagian belakang dan teras samping.
" Pergi kemana yah?"
Tanya pelan terdengar. Wajah Katharina mulai cemas. Dia bergegas menuju kamar dan mengambil ponselnya. Dia jadi teringat percakapan malam tadi. Rasa takut dan khawatir menghampirinya.
" Ya Tuhan, Siegi. Jangan sampai kau melakukan apa yang kupikirkan." Ucapnya dengan rasa yang mulai tidak karuan. Tangannya sibuk mencari cari nama dalam kontak ponselnya.
" Hubungi Pap, siapa tahu dia di sana." Putusnya dengan perasaan yang berkecambuk tidak tenang.
" Hallo Pap. Ada Siegi di sana?" Ucapnya cepat, begitu tersambung.
" Hei Kathy. Tidak ada, ada apa?"
" Aku semalam berbicara dengan Siegi dan pagi ini ketika aku terjaga dari tidurku, dia tidak ada. Aku mengira dia ke tempatmu, mungkin untuk bertanya."
" Kau sudah menghubunginya?" Tanya Pap dengan suara lembut.
" Dia bahkan tidak membawa ponselnya." Ucap Katharina sambil menatap ponsel yang tergeletak di sebelah meja Televisi.
" Aku takut, Pap. Aku takut dia berbuat sesuatu yang membuatnya terluka."
Nada suara Katharina terdengar panik. Dia ketakutan. Air mata tanpa terasa merebak. Pap di sebrang sana jadi merasa khawatir. Dengan suara lembut Pap menenangkan gadis itu.
" Kath, Pap yakin. Siegi tidak akan melakukan sesuatu yang membuatmu sedih. Dia pernah bilang padaku. Dia mencintaimu dan tidak suka melihat raut wajahmu bersedih, apa lagi sampai menangis karenanya."
Air mata terus menetas deras, isakan terdengar lirih. Katharina tidak lagi dapat berkata kata. Hanya suara Pap yang masih terdengar, begitu lembut.
" Kath, please listen to me. Percayalah, Siegi tidak akan melakukan sesuatu yang membuatmu khawatir. Mungkin sebentar lagi dia kembali. Aku akan menghubungi Carl, Warren atau Oliver untuk bertanya. Tenang ya Kath."
Lalu tubuh Katharina menegang. Ponselnya terjatuh begitu saja. Jantungnya berdebar kencang. Ketika sebuah tangan kokoh memeluknya dari belakang. Belum lagi habis keterkejutannya sebuah ciuman mendarat di bagian sisi wajah dan lehernya.
" Kenapa sepagi ini kekasihku menangis?"
Tanya suara khas yang begitu Katharina hapal. Pemilik suara itu berucap lembut dimana sebelumnya membalikkan tubuhnya sehingga menghadapnya.
Mata Katharina menatap dengan butiran air mata masih menitik. Dia tidak mampu bersuara. Dengan segera tubuhnya menubruk tubuh besar itu yang dengan sayang merengkuhnya.
" Aku takut kau pergi." Lirih suara Katharina terdengar dalam dekapan lelaki tercintanya.
" Pergi?" Tanya lelaki itu dengan nada heran.
" Aku takut kau pergi ke sana, menemui orang yang telah membunuh Ibu dan kakakmu. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padamu. Aku takut sekali."
Lelaki itu membawa Katharina ke kamar. Menggendongnya dengan mudah. Lalu membawanya berbaring. Pelukannya tidak terlepas sedikit pun. Lalu dia memberikan ciuman yang begitu lembut dan manis di bibir kekasihnya yang masih terisak.
" Listen to me, dear. I love you really much. Aku tidak akan melakukan hal konyol. Cukup aku menyakitimu dan membuatmu menangis selama hampir sepuluh tahun ini. Aku tidak ingin lagi melihat wajah cantik ini bersedih. Jika pun aku akan pergi ke sana, aku akan mengajakmu. Aku tahu, hanya kau yang ternyata bisa membuatku mengendalikan amarah."
Lelaki itu menciumi wajah cantik kekasihnya. Menghadirkan ukiran senyum yang selalu terlihat cantik di bibirnya.
" Aku tadi pergi tanpa memberitahu karena kulihat kau masih terlelap. Aku tidak mau mengganggumu. Aku hanya pergi untuk mengambil pesanan. Ini, aku membuatnya untukmu."
Lelaki itu mengeluarkan kotak berwarna biru tua, lalu membukanya dihadapan Katharina. Kemudian dia mengeluarkan isinya yang ternyata sebuah kalung dengan liontin inisial nama lelaki itu.
" Sorry, aku terlalu lama memberikan ini untukmu. Sini kupakaikan."
Lelaki itu menarik lembut Katharina sehingga terduduk lalu memasangkan kalung itu dengan hati hati. Katharina menyentuh kalung itu lalu perlahan memajukan wajahnya dan mencium lembut bibir lelaki itu.
" Thank you, Siegi. I love you even more."
Lalu Katharina kembali mencium bibir itu, kali ini sedikit melumatnya. Matanya menatap lelaki itu penuh godaan. Lelaki itu menggeram. Matanya terpejam. Hasratnya segera saja menjemput gairah.
" Damn, damn!! You always tease me, baby."
KAMU SEDANG MEMBACA
SIEGFRIED BALDRIK ( COMPLETED )
General FictionKatharina Leota Ernest, selalu teringat dengan seorang pemuda yang mencuri ciuman pertamanya. Pemuda itu bernama Siegfried Baldrik, seorang berandalan yang menolongnya ketika dia hampir di perkosa segerombolan pemuda jalanan. Lalu ketika esoknya dia...