zwanzig

1.2K 107 37
                                    

Siegfried menatap tajam lelaki tua yang berbaring dengan luka yang cukup parah itu. Dia juga menatap Pap yang juga menatapnya dengan tatapan gusar. Terlihat kekalutan di wajah tuanya.

" Please, talk to me." Ucap Siegfried tengan suara datar.

Adrien dan Barbara sudah meninggalkan mereka sejak tadi, begitu melihat raut wajah Pap tidak bersahabat. Katharina siap bergerak untuk beranjak ketika tangan besar Siegfried mencegahnya.

" Tetap temani aku." Ucap Siegfried dengan tatapan yang sulit dicerna.

Katharina pun urung untuk melangkah. Dia merapatkan tubuh mungilnya ke tubuh besar yang kini merangkulnya. Katharina tahu, bebagai perasaan berkecambuk di dalam hati lelaki itu.

" Apa kau sudah menjelaskan semuanya kepada lelaki muda ini?"

Suara lirih lelaki yang terbaring lemah itu terdengar, matanya lekat menatap Pap. Kepala Pap menggeleng. Matanya berkaca kaca.

" Aku tahu, dia tidak mengingat masa lalunya. Aku meminta orangku untuk mengantarkannya ke sini, ketika kerusuhan itu terjadi. Aku mencintai lelaki kecil ini, dia anakku. Seharusnya namamu Baldomero bukan Baldrik. Kau anakku, lelaki ini tidak mau mengakuinya. Dia keras kepala."

Suara itu terdengar lemah dan terkadang terengah tapi kekehan terdengar di sela suara lirihnya. Pap tersenyum kecut. Matanya menatap marah lelaki yang seolah mengejeknya itu.

Siegfried yang dapat menyimpulkan keadaan. Terlihat mulai dikuasai amarah. Dia menatap tajam lelaki yang tanpa daya tergolek di ranjang. Tangannya mulai terkepal.

" Kau pembunuh Ibu dan kakakku. Kau harus mati."

Siegfried merangsek mendekati lelaki itu. Tangannya siap memukul. Lelaki tua itu tersenyum menatapnya. Katharina menahan tubuh besar itu.

" Siegi, I love you. Please, don't."

Ucapan Katharina mengalihkan Siegfried. Dia menahan tangannya lalu menoleh menatap gadisnya yang dengan gelengan menatapnya penuh permohonan.

" Siegi, kau bukan pembunuh. I love you, Siegi. Please..."

Siegfried menunduk. Bibirnya ringan mendarat di bibir gadis yang terlihat bergetar ketakutan. Tangan halusnya gadis itu, mengusap lembut lengan kokoh yang dirangkulnya. Siegfried memejamkan matanya lalu menggelengkan kepalanya.

" It's because of you, baby." Lirihnya. Katharina menarik napas lega.

" Mengapa, mengapa kau membunuh mereka?" Tanya Siegfried pada akhirnya. Dia melirik Pap yang kini terlihat tidak tenang.

" Kau harus dengar Siegi. Aku mencintai Ibumu. Bahkan kau ada diantara kami karena cinta. Lelaki tua itu berselingkuh dan Ibumu sangat menderita karenanya. Aku hadir untuk selalu menghiburnya dan memintanya menikah denganku. Dia meninggalkan lelaki tua ini dan menikah denganku saat itu kau telah lahir. Kupastikan kau anakku, karena lelaki ini sudah tidak pernah pulang dalam kurun waktu yang cukup lama."

Lelaki itu terdiam. Dia tampak menarik napas dan air matanya merebak.

" Aku tidak membunuh Ibumu. Dia terjatuh dari balkon, ketika hendak menyelamatkan Thalia. Wanita yang kau sebut kakakmu. Padahal dia hanya anak angkat lelaki tua ini, seperti juga Carl dan Oliver atau mungkin anak yang dia bawa dari perempuan selingkuhannya. Kau bisa menanyakan padanya."

Lelaki itu menatap Pap yang kini matanya berkabut karena air mata. Penyesalan tergambar jelas di sana. Katharina memandang bingung dua lelaki tua itu. Entah mana yang berbohong. Dia tidak tahu. Siegfried bergeming. Dia tergugu.

" Kau mencoba memperkosa Thalia, gadis kecilku." Ucap Pap parau.

" Aha..kau mengakuinya. Anak itu anakmu tapi bukan dengan Ibumu, Siegi. Aku tidak melakukannya dia yang berusaha menggodaku dan aku memang ingin membunuh jalang kecil itu dan Halley, Ibumu Siegi. Dia berusaha menyelamatkannya. Dia terjatuh dan aku panik aku memukul jalang kecil itu dan dia terjatuh membentur meja kaca. Lalu kau datang Siegi. Kau menyangka aku yang membunuh mereka."

Air mata merebak membasahi pipi lelaki itu. Pap terduduk tanpa daya sambil menunduk. Pundaknya bergetar. Berbagai perasaan berkecambuk, Siegfried menatap lelaki itu dengan mata berkaca kaca.

" Bertahun kau tidak mau mendengarkam penjelasanku, Son. Begitu pun kau bajingan."

Suara lelaki itu tercekat. Matanya nanar menatap Siegfried lalu beralih menatap Pap. Kemudian tangannya terulur lemah, Siegfried segera menyambutnya.

" Aku sudah tidak kuat, Little Siegi tapi aku bahagia dan lega sudah menceritakan semuanya. Aku akan tenang menyusul Ibumu."

Setelah berkata dengan suara pelan, lelaki tua itu memejamkan matanya. Begitu rapat. Siegi menggeleng.

" No, no..no..please, kita harus segera membawanya ke Rumah sakit."

Siegfried berteriak sangat cemas berbarengan dengan kemunculan Adrein yang berucap melegakan Siegfried.

" Ambulance sudah datang."

SIEGFRIED BALDRIK   ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang