Ch. 13 - Hypothermia Manus

730 118 11
                                    

Hai pembaca! Apa kabar? Sehat? Kurang sehat? Oh baik-baik saja baguslah kalau begitu. Ngomong-ngomong bisa dong vote dan komen dikit. Dikit aja nggak usah banyak-banyak juga nggak apa-apa kok. Yang penting aku dapet notifikasi gitu kan dari orang-orang yang vote dan komentar biar hidupku jadi sedikit bahagia gitu kan. Jangan pelit-pelit, nggak jadi miskin kok kalo klik tombol vote dan ngetik komen hahaha... Ayo ayo silahkan tombolnya ada di bawah sana ye ye ye!

Selamat membaca chapter ngobrol-ngobrol!
_______________________________________

"Akhirnyaaa sampeeeek!"

"Lama juga ya, sebulan di jalan. Coba kalo punya skill kayak Arka, kita bisa langsung balik, kan..."

"Iya, Gar. Tapi yang punya skill gitu cuman dewa dan Arka aja. Mungkin Arka udah setara dewa?"

"Bener, Fi. Orang itu, nggak, mereka memang kumpulan orang-orang yang menyeramkan."

"Bisa nggak sih, jangan ngomongin mereka dulu?" Ucap Grista cemberut.

"Eh... Ah! Ayo kita langsung nyerahin Pemimpin Perampok ke petugas keamanan kerajaan terus langsung lapor ke Guild Kota Syndas!"

"Yuk! Sebelum dia terbangun!"

Garen dan Fiana langsung mengalihkan pembicaraan, setelah melihat ekspresi Grista yang tiba-tiba murung. Grista masih kecewa semenjak mengetahui bahwa Arka melarang mereka untuk ikut.

Terkadang, memang harapan yang terlalu tinggi yang akan membuat kita kecewa. Dan terkadang, kita harus memiliki ekspektasi serendah mungkin akan suatu hal, agar jika yang terburuk terjadi, kita tidak akan merasa terlalu kecewa.

Namun, Grista tidak. Dia terlalu berharap untuk bisa selalu dekat dengan Arka. Aku tahu itu. Dan aku yakin semua juga mengetahuinya tanpa Grista harus mengutarakan perasaannya secara blak-blakan.

Sungguh tidak menyenangkan rasanya jika salah satu anggota party selalu dalam kondisi bad mood seperti ini. Sepanjang perjalanan, Grista hanya melamun. Aku tahu, dia melamunkan Arka.

Tapi, aku sudah berusaha semampuku untuk mendukung Grista. Aku bahkan sudah merendahkan harga diriku di depan Arka, hanya agar Grista mendapatkan kesempatan itu. Kesempatan untuk dapat selalu dekat dengan Arka.

Aku melakukan itu demi Grista. Tanpa pikir panjang. Tanpa keraguan sedikitpun. Aku hanya ingin melihat senyum Grista lagi. Terakhir kali kulihat dia tersenyum, adalah saat dia berada dekat dengan Arka. Aku, kami, kehilangan sosok Grista yang masih ceria dan ramah. Berganti Grista yang selalu melamun dan murung.

Gadis ini... Dia sedang dimabuk cinta, sedang demam asmara. Grista... Bagaimana caranya agar kamu bisa tersenyum lagi? Sedangkan aku tidak mampu membawa Arka kesini.

Grista...

Apakah, memang tidak ada lagi tempat bagiku di hatimu?

"Oi, Garen! Kok melamun, sih? Ayo kita ribut!" Teriakan suara non feminine Fiana mengagetkanku.

"Ah-ahahaha... Nggak, aku mikirin habis nyelesein semua ini, kita ngapain lagi, ya..."

"Ya cari penginapan lah! Aku juga pengen mandi luluran meni pedi, kali..."

"Hah! Cowok kok meni pedi... Diketawain monster nanti kau!"

"Kurang besar apalagi susuku sampe kau bilang aku cowok, hah!?" Bentak Fiana sambil mengangkat kedua payudaranya yang hampir rata itu.

"Wah, rusukmu tambah menonjol, ya!" Balas Garen.

"Mau dicolok lagi matanya!?"

"Aaaak! Jangaaan! Ampooooon!"

Isekai Medic and Magic 2 : DiamondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang