Cerita ini dimulai dari hari pernikahan Radityo Wicaksana dan Embun Radiana Gayatri. Orang tua Embun yang posesif melarang Tiyo melakukan ini dan itu, dan hanya membiarkan menantunya yang berusia matang itu duduk manis.
Pintu utama tempat resepsi dibuka, Embun masuk dengan riasan dan pakaian yang berbeda dengan akad nikahnya. Sebelum jam resepsi tiba, Embun dan Tiyo mengambil beberapa foto romantis dengan background bunga mawar putih yang menghias ballroom hotel bintang tiga itu.
Fotografer mengarahkan gaya, Tiyo harus memegang pinggang Embun sementara Embun bergaya seakan hendak jatuh. Tiyo menggeleng pada sang fotografer, "Apa bisa jika tidak pakai gaya itu? Capek banget sumpah," kata Tiyo.
"Maksud kamu aku berat?" Embun bersidekap dengan wajah ketus.
"Bukan Bun, aku lapar... Belum makan... Lemes..." Curhat Tiyo dengan wajah melas.
"Bun... Bun... Emang muka aku udah kayak bunda-bunda?!" Embun makin marah.
Tiyo memegang keningnya yang sudah berkeringat dingin dan mulai memegang pinggang ramping Embun sesuai arahan gaya fotografer. Agar Embun tidak jatuh ke lantai, Tiyo memegang pinggang istrinya itu sambil menahan beratnya. Wajahnya jika diperhatikan sudah berubah warna menjadi biru. Dia kuat, tapi kesibukan dan padatnya daftar acara sejak kemarin membuat semua tenaganya terkuras habis.
Sesi foto selesai, Tiyo memanggil seorang waiters. "Tolong beliin Kratingdaeng yah, cepet." Pinta Tiyo.
Acara resepsi dimulai, tamu tamu berdatangan... Hampir semua tamu dari keluarga Embun. Semua kebanyakan memuji kecantikan Embun tapi Tiyo sudah tidak fokus. Dia hanya manggut-manggut tidak jelas saat para tamu memuji istrinya.
"Ini tuan." Si waiters hotel kembali dan memberikan pesanan Tiyo. Tanpa peduli tamu yang sedang berbincang, Tiyo meneguk habis minuman penguat itu.
Wajah segar Tiyo muncul seusai membuang botol minuman itu ke belakang kursinya. Tapi beberapa menit kemudian suara teriakan tiba tiba mewarnai sesi salam-salaman itu karena Tiyo jatuh pingsan.
"Dasar orang tua!" Gerutu Embun sambil menaikkan satu alis saat melihat suaminya tergeletak di atas karpet.
...
Sebulan sebelumnya sebelum hari pernikahan Tiyo dan Embun.
Embun tinggal di sebuah apartemen. Dia sudah harap harap cemas karena orang tuanya mendadak datang. Sepupunya Diana mengirimkan foto punggung Embun sedang bersama seorang pemuda. Orang tua embun bahagia sampai kocar-kacir menghadapi perasaan membludaknya.
Ayah Embun langsung mengecek tiket pesawat online, Ibu Embun segera mengabari putrinya jika hendak datang. Jelas Embun kalang kabut, pacar aja dia tidak punya. Yang berada di foto itu sebenarnya hanya teman kampusnya...
Embun bolak balik di samping ranjang sambil memikirkan alasan apa yang cocok agar orang tuanya tidak kocar-kacir juga dengan perasaan kecewanya.
Pintu apartemen terketuk. Embun menelan ludah bagai menelan batu sebesar kepalan tangannya. Saat pintu terbuka, teriakan ayah ibunya membuat Embun terpejam dan pasrah saat memeluknya penuh rindu dan bahagia. Tapi Embun memanfaatkan kesempatan ini untuk memasang wajah sedih... Dia akan berkata jika dia baru saja putus dengan kekasihnya yang ada di foto itu.
Ayah dan Ibu yang selesai memeluk langsung memperhatikan wajah Embun yang sedih. Embun tiba tiba terisak, lalu berlari penuh drama ke dalam kamarnya. Ayah Ibu mengejarnya, penuh drama pula.
Pintu kamar tertutup, Embun memecahkan tangisnya di balik pintu sedang orang tuanya menggedor pintu panik.
Saat Embun hendak membuka pintu kamar, tiba-tiba jendela apartemennya pecah. Seseorang berpakaian jas serba hitam meloncat masuk. Dialah Tiyo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Husband
Roman d'amourAura berbahaya terpancar kuat, berada dekat dengannya jadi agak menakutkan meski pria ini suaminya. Saat memutuskan menikah, Embun sama sekali tidak mengetahui asal usul suaminya yang ternyata adalah seorang pembunuh bayaran. "Dari matamu tadi aku b...