805 34 2
                                    

Nggak masuk.

👟👟👟


Hari sudah larut, namun lelaki dengan tatanan jas berantakan itu masih terduduk lemas di belakang kemudinya. Lelaki itu menimbang keputusannya. Hal seperti ini yang membuatnya malas untuk pulang ke rumah.

Banyak kali smartphone miliknya berdering, tapi tak ada satu pun yang ditanggapi. Ia lelah, ia tak mau pulang ke rumah dengan keadaan seperti ini.

"Shit! Gue harus lupain dia!" geramnya.

Devan langsung menancapkan gasnya. Lelaki yang tengah menumpangi mobil mewah itu, tak lama sampai di sebuah club malam berbintang. Tempat yang dulu sering dikunjungi saat ia teringat dengan kebodohan masa lalunya.

"Jer, kaya biasa!" ujarnya kepada bartender yang biasa melayaninya.

"Tumben lo ke sini. Biasanya ogah-ogahan. Pikirannya balik lagi?" tanya Jerry dengan tangannya yang sibuk menuangkan minuman beralkohol itu.

"Dia balik, tapi malah kecewain gue. Gue emang bangsat, Jer. Gue tahu itu," keluhnya

Jerry tahu segalanya. Ia adalah orang yang selalu diceritai oleh Devan tentang masalahnya jika lelaki itu berkunjung. Ia juga dekat dengan Radit, tapi tidak dengan Rafa. Mungkin, Rafa adalah satu-satunya cowok teralim diantara ketiganya.

"Jer, satu botol lagi, tolong," ujar Devan.

Sebrengsek-brengseknya Devan, lelaki itu tak pernah bisa minum banyak. Ia juga manusia biasa yang bisa mabuk kapan saja.

"Hey, man! Lo bisa mabuk," ucap Jerry.

"Lo pilih dipecat atau ngasih gue minum lagi," ancam Devan yang kini sudah mulai sedikit mabuk.

"Shit! Iya." Jerry membukakan satu botol lagi untuk Devan. Bahkan, Devan selalu mengulang permintaannya. Mungkin sampai 4 botol lelaki itu habiskan.

"Shit! Dia mabuk,"

Jerry merogoh sakunya, lelaki itu harus menelfon Radit. Ia tak tega dengan tubuh Devan yang sudah terkapar seperti itu. Tak baik jika Devan berlama-lama di sini.

👟

Tak lama, Radit datang. Lelaki itu mengusap wajahnya kasar. Pemandangan tak elit yang dilihatnya, ketika seorang wanita penggoda berada di pangkuan Devan yang sedang merancau tak jelas.

"Minggir!" sentak Radit. Lelaki itu dengan teganya mendorong tubuh jalang itu.

"Mana upahnya?!" teriak wanita itu.

Radit merogoh sakunya, lalu melempar beberapa uang kepada jalang tersebut.

"Thanks, Jer," ujar Radit sebelum meninggalkan club.

"Alysa, gue cinta sama lo. Gue mohon jangan tinggalin gue. Gue emang brengsek, tapi gue mohon jangan tinggalin gue. Gue sayang sama lo, Sa," rancau Devan.

Radit hanya geleng-geleng kepala. Lelaki itu harus secepatnya membawa Devan ke apartemen. Ia tak mau memilih resiko jika membawa Devan pulang ke rumahnya.

**

Radit dengan terpaksa memapah tubuh berat Devan. Lelaki itu terus mengeluh, ketika bobot tubuh Devan semakin memberat.

"Berat banget anjir. Banyak dosa ya lo?" umpat Radit.

"Iya, Al. Aku juga cinta sama kamu, makasih," rancau Devan lagi. Sedangkan, Radit hanya melihat dengan jijik.

Rentang Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang