EPILOG

1.5K 37 2
                                    

Gelombang transversal kehidupan,

👟👟👟

Sepasang suami istri itu menatap sendu liang bertahtakan batu nisan di depannya. Wanita yang kini sudah menjadi sah milik lelaki di sampingnya, mengelus lembut nisan di depannya. Butiran bahkan aliran air mata luruh dari mata indah itu.

"Al, ikhlasin! Biar dia tenang di sana, Al. Pasti Tuhan jaga dia," ujar lelaki di samping wanita itu sembari mengelus pundak istrinya.

"Ta-tapi, ini terlalu cepat. Bahkan, aku belum sedikitpun meminta maaf. Bahkan, aku juga belum sempat mengucap terima kasih," ujar wanita itu dengan derai air mata di pipinya.

Lelaki itu memeluk wanita di sampingnya. Ia ingin menyalurkan kekuatannya untuk wanita di sampingnya itu. Meskipun, lelaki itu lebih sakit hatinya, ketika istrinya sendiri menangisi lelaki lain.

"De-Devan, ma-maaf, maafin aku, Van. Maaf aku nggak pernah tahu sakit kamu, hiks. Aku yang menilai kamu sebagai lelaki terburuk karena berambisi untuk meninggalkanku tanpa alasan. Maaf, aku nggak pernah tau alasan kamu, Van." Alysa menangis di depan makam Devan yang masih basah.

"Udah, Al. Sabar, percaya sama aku, Devan bakal bahagia di sana. Mungkin ini cara Tuhan membahagiakan Devan, Al," jelas Rafa kepada sang istri.

Alysa hanya bisa menangis di depan liang yang sebulan sudah membuat luka. Wajah basah dengan air mata, kini bertambah basah dengan titik-titik hujan yang ikut turun membasahi keduanya.

"Ayo pulang! Ini udah hujan, nanti kamu sakit, Al," ajak Rafa agar istrinya itu meninggalkan makam tersebut. Mau tak mau Alysa harus menurut. Keduanya segera masuk mobil agar tak terlalu basah.

Hening selama perjalanan. Sesekali Rafa menengok ke arah samping. Ke arah sang istri yang sibuk dengan lamunannya sendiri.

"Ikhlasin Devan, Al. Kalo kamu kaya gini terus, Devan pasti juga ikut sedih. Kamu tahu Sabrina, kan? Dia satu-satunya orang yang paling dekat sama Devan. Tapi, apa dia kaya kamu gini? Nggak, kan." Rafa menghela napasnya dalam. Ia berusaha menarik perhatian dari Alysa.

"Yang awalnya selalu dekat dan terlalu dekat, bisa saja yang paling awal meninggalkan kita. Aku sama Devan udah sahabatan lebih dari sepuluh tahun. Rasanya emang sulit buat ngelepas seseorang yang dekat sama kita. Tapi, hanya Tuhan yang punya skenarionya. Tuhan yang paling mengatur hal yang baik untuk segalanya. Ini yang dinamakan gelombang transversal kehidupan, Al. Kita sebagai manusia hanya bisa menerima," jelas Rafa sebelum dirinya fokus menyetir kembali.

Tak lama kemudian, Rafa merasakan sesuatu yang memeluk tubuhnya. Seulas senyum terbit di wajah lelaki itu. Tampaknya, Alysa sudah mengerti jalan ucapannya.

"M-maaf, Raf. Maafin aku. Aku nggak pernah mengerti perasaan kamu selama ini. Maaf aku nggak paham atas rasa sakit, ketika aku cuma mikirin Devan seharian. Aku minta maaf," ucap Alysa dengan penuh rasa bersalah. Gadis itu semakin erat memeluk lengan suaminya.

"Nggak papa, Sayang. Aku tahu gimana sakitnya rasa kehilangan itu. Mulai sekarang, kita bangun keluarga kecil kita sama-sama, ya. Aku, kamu, dan calon anak kita nanti," ujar Rafa dengan penuh sayang. Lelaki itu membalas pelukan istrinya dengan sayang. Sesekali, Rafa juga mencium puncak kepala Alysa.

Raga boleh selalu ada, tapi sukma hanya milik Tuhan Yang Maha Esa.

👟

"Kakak ganteng! Kakak mau, kan jadi suami Zia? Mau, kan?" tanya gadis kecil berumur lima tahun itu pada seorang laki-laki yang umurnya dua kali dirinya.

Lelaki itu sama sekali tak menggubris. Ia tetap fokus dengan kegiatan memperbaiki sepeda milik gadis itu.

"Kakak! Ih, Zia sebel sama Kakak! Kata bunda kalo ada yang tanya itu dijawab," rengek gadis kecil itu.

"Tapi, kata bunda Kakak, anak kecil belum boleh bahas soal nikah. Apalagi kamu masih lima tahun begini," sangkal lelaki itu.

Zia marah. Gadis itu bersidekap dengan bibir yang mengerucut menggemaskan. Lelaki itu tersenyum, lalu ia mencubit bibir gadis itu dengan gemasnya.

"Aduh! Sakit, Kak!" Zia mengadu kesakitan. Gadis itu dibuat semakin kesal dengan lelaki itu.

"Udah, jangan ngambek! Ini sepedanya udah selesai," ujar lelaki itu.

Senyum sumringah timbul di wajah gadis itu. Sebelum kembali ke rumahnya, ia memeluk lelaki itu sayang.

"Zia sayang sama Kakak. Zia cinta sama Kakak. Pokoknya Kakak suami Zia!" teriak gadis itu, ketika sudah mengayuh sepeda roda duanya.

Sementara, lelaki itu hanya tersenyum mendengar penuturan gadis kecil yang ditolongnya tadi.

Daffin terbangun dari mimpinya, lelaki itu mengimpikan hal yang sama akhir-akhir ini. Berulang kali Daffin menerjemahkan mimpinya, lelaki itu sama sekali tak mendapat jawaban. Ia tak tahu siapa sosok Zia sebenarnya.

"Kenapa selalu dia yang hadir? Sebenarnya Zia itu siapa? Apa hubungan gue sama Zia?" gumam lelaki itu, ketika ingatannya terlalu sulit untuk menerima kenangan masa lalunya.

Daffin sama sekali tak menemukan jawaban. Ia hanya bisa pasrah, karena hanya Tuhan yang tahu segalanya. Lelaki itu cukup bersabar untuk menanti jawaban yang ia butuhkan selama ini. Jawaban dari pertanyaan yang tak pernah membuatnya tenang.

👟👟👟

Mimpi bukanlah hal yang biasa, ia ada karena ia diciptakan untuk gambaran dari masa depan,

Thanks yang udah baca sampai sini. Makasih banget, vomment kalian sangat berharga bagi aku. Makasih udah setia sama cerita Vanilla Latte. Pokoknya aku tunggu kalian di ceritaku selanjutnya!

Kutunggu kalian di Trilogy, ya! Sama-sama buat Daffin mengingat masa lalunya dan semangatin Salwa sebagai istri (status) dari Daffin. See you, guys!!

Cover di mulmed, ya. Liat dulu, cubang tau:v

Bagi yang mau post quote, it's okay. Tapi, tag @vanillalatte104 di IG kalian, biar banyak orang lebih mengenal Vanilla Latte.

Terima kasih.

Salam,

Vanilla Latte.

He, yoo! Kalian masih inget aku gak? Hatus inget dong.

Oh ya, buat kalian yang butuh asupan cerita. Bisa banget nih mampir, tapi jangan lupa buat vote sama komennya, ya!

Rentang Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang