19:00

655 37 6
                                    

Jadilah tanaman jati yang mampu menggugurkan daun dengan sendirinya untuk kelangsungan hidup.

👟👟👟

Keempat lelaki itu meninggalkan pekarangan rumah Abimanyu. Canda dan tawa masih menghiasi wajah keempatnya. Sudah tak ada dendam antara Devan dan Daffin. Lelaki yang telah menikah dua bulan lalu itu sudah memaafkan kesalahan adik laki-lakinya.

"Kalian itu harus sering-sering olahraga seperti ini. Apalagi kamu Fin, biar sehat!" goda Rudi disela jogging mereka. Dan kedua pria lain hanya tertawa melihat wajah Daffin yang langsung berubah drastis.

"Oh ya, Van. Kapan kamu nikah? Dari anak Papa cuma kamu yang belum memilih," tanya Rudi. Tawa Devan saat itu lenyap, wajahnya menegang.

"Em, Devan belum menemukan yang cocok aja, Pa," ujar Devan diakhiri senyuman tipisnya.

"Ya sudah. Nanti kamu ikut Papa, ya?"

"Kemana, Pa?" tanya Devan.

"Makan siang sekaligus meeting," ujar Rudi.

Devan mengangguk mengerti. Lelaki itu mengiyakan permintaan sang ayah. Setelah percakapan singkat yang menyangkut masa depan itu, keempatnya segera melanjutkan jogging yang tertunda itu.

👟

Manik mata Devan bertemu dengan manik milik Mysha. Wanita itu menatap Devan penuh harap, sementara Devan terus membuang mukanya kearah lain. Baginya apapun selain Mysha lebih pantas dipandang.

"Ini Indonesia kali, bukan Paris!" ketus Devan, ketika matanya mau tak mau harus memandang wanita di depannya.

Mysha merasa tertunjuk oleh ucapan Devan. Wanita itu melihat pakaiannya. Baginya tak ada masalah, bukannya lelaki suka yang seperti ini.

"Sorry, kalau buat kamu nggak nyaman," ujar Mysha. Sementara, Devan tak menggubrisnya sama sekali.

"Jaga sikap kamu, Van!" Pria paruh baya yang sedari tadi diam, ikut memerintah. Pria itu menganggap Devan berlaku tak sopan.

"Jadi bagaimana tentang perjodohan Devan dengan putri saya?" tanya Alderic.

"Apa?! Maaf sebelumnya, saya nggak pernah menyetujui untuk dijodohkan dengan putri Om. Saya permisi," pamit Devan. Lelaki itu berlari meninggalkan kafe menuju kantornya. Memang tadi dia sedang meeting, tapi entahlah mengapa ia harus bertemu dengan Mysha.

Rega melihat Devan memasuki kawasan kantor. Lelaki itu terkejut dengan kepulangan Devan ke Jakarta. Namun, Rega tak berani menyapa. Ia melihat raut wajah Devan yang sedang tak bersahabat. Tak lama, lelaki itu melihat Sera yang menyusul Devan ke ruangan. Dengan penuh keberanian, lelaki itu menguping karena memang pintu ruangan tak tertutup sepenuhnya.

"Devan! Jangan kaya gini, Nak!" teriak Sera, ketika melihat kemarahan Devan.

"Mama ngerti perasaan kamu. Waktu tiga bulan tentu belum cukup bagi kamu melupakan Alysa. Tapi, Mama mohon kamu jangan seperti ini," ujar Sera. Wanita itu menangis tersedu dengan tangan yang masih berusaha memeluk putranya.

"Devan nggak suka Papa! Devan benci Papa, Ma! Papa selalu mengambil keputusan tanpa persetujuan Devan. Papa nggak pernah ngerti kemauan Devan. Papa nggak pernah tanya apa yang Devan mau, tapi Papa selalu pengen apa yang Papa mau Devan turuti," keluh Devan. Lelaki itu sudah bisa ditenangkan.

Rentang Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang