5x5+1

582 34 13
                                    

Jadikan hatimu hanya sebagai penawar racun bukan sebagai penawar lara akan cinta.

👟👟👟

Alena, gadis itu menjerit ketika melihat tubuh Devan yang sudah tergeletak di depan apartemen lelaki itu. Gadis itu berpikir semalaman karena Devan tak juga pulang ke rumah. Radit yang memberitahu jika terjadi masalah dengan Devan di acara reuni.

Tangan gadis itu menangkup pipi dingin Devan. Wajah lelaki itu sangat pucat. Tak lama, gadis itu menelfon Daffin untuk menjemput.

"Dev, lo harus bertahan. Gue nggak pernah tahu lo sakit apa, tapi gue khawatir kalo lo kenapa-kenapa, Dev," ujar Alena sembari memangku kepala Devan. Gadis itu tak berhenti menangis.

Tak lama Daffin sampai dengan ambulannya. Lelaki itu dibantu beberapa perawat lelaki untuk membopong.

"Udah berapa lama, Len?" tanya Daffin ketika sudah di dalam ambulan. Alena hanya menggeleng.

"Nggak tahu pasti, Kak. Tapi, kayaknya udah dari semalam. Tubuhnya dingin banget, Alena takut," ujar Alena sembari menunduk.

"Kamu kasih tahu Sabrina soal ini nggak?" tanya Daffin lagi. Lagi-lagi Alena menggeleng.

"Belum," jawabnya lesu.

"Mending nggak usah, takutnya Sabrina syok lagi," ujar Daffin. Alena hanya mengangguk mengiyakan.

Kecepatan mobil itu sangat konstan, lebih tepatnya diatas kecepatan rata-rata. Lelaki dengan mata nyalang itu sangat kecewa. Dia masih tak percaya jika semua ucapannya tak dipercaya lagi. Terkhusus oleh gadis yang amat dicintainya.

"Sialan!" umpat lelaki itu saat dipertengahan perjalanan.

"Bisa-bisanya Rega kaya gitu! Awas aja, gue bakal cari bukti buat mastiin kalo emang Rega itu selingkuh," gumam Devan.

Ketika perjalanannya tinggal sedikit lagi, pandangannya kian buram. Namun, lelaki itu terus bertahan. Ia tak boleh lemah oleh kepalanya yang kian memberat.

Tak lama, lelaki itu sampai di apartemennya. Ia menutup pintu mobil dengan keras pertanda jika kepalanya kian sakit. Namun, lelaki itu tetap bertahan. Untung saja kondisi lift saat itu tak terlalu ramai, sehingga ia cepat mencapai lantainya.

"Kenapa kepala gue tiba-tiba sakit begini?!" tanyanya saat berjalan melewati lorong.

Sakit tetaplah sakit. Devan juga manusia biasa. Lelaki itu tumbang sesaat sebelum menyentuh pintu apartemennya. Lelaki itu sudah pingsan di depan apartemennya sendiri.

👟

Rasa terkejut dan sedih menjadi satu di benak Alena. Gadis itu tak pernah menyangka jika sepupunya akan bermasalah seperti ini. Gadis itu menangis di samping ranjang Devan.

"Udah, Len. Devan bakal baik-baik aja," ujar Daffin untuk menenangkan Alena. Sampai akhirnya, Daffin harus meninggalkan mereka guna berbicara dengan dokter spesialis yang akan menangani Devan.

"Eughh! Shh?" desis Devan ketika sudah siuman. Lelaki itu masih bisa merasakan rasa nyeri dan sakit di kepalanya.

"Lo kenapa nangis?" tanya Devan yang khawatir pada Alena.

Rentang Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang