Bukan Punyaku Lagi

488 27 8
                                    

El sedang mengiris bawang merah saat tiba-tiba suara bariton khas mengunjungi telinganya. El menghentikan gerakan pisaunya.

"Masak apa, El?"

Itu suara Rakaning Sapta. Salah satu teman dekatnya di forum diskusi ini. Perawakan tubuhnya tinggi, gagah. Ototnya terbentuk dengan sempurna. Senyumnya tak kalah manis dari Kansa. Hanya saja, Raka berkulit sawo matang.

"Menurutmu?"

"Hallah... palingan juga nasi goreng."

El menanggapinya dengan tersenyum. Lalu mengangguk.

"Gue bantu ya? Gue yang goreng telur ceploknya. Kali ini kuning telurnya bakal pas di tengah. Janji gue!" katanya sambil mengangkat tangannya, menunjukkan dua jarinya.

"Awas ya? Kalo sampe gagal, lu anterin gue pulang!" Mata El menantang Raka.

"Walaupun gue tau ini bakal berhasil, gue tetep nganterin lu pulang kok," jawab Raka sambil meraih teflon untuk dipanaskan.

El menanggapinya dengan tawa renyah. Harus ia akui, Raka adalah cowok paling baik dan paling mengerti di antara cowok yang tergabung dalam forum diskusinya. Sifatnya yang pengertian sangat dikagumi semua orang. Bahkan ia sendiri kagum dengan sifat rendah hati Raka. Ia bangga, Raka menjadi salah satu teman terdekatnya di forum ini.

Mengenai forum yang diikuti El, ia sudah mengikuti forum ini sejak ia masuk di dunia perkuliahan. Ini merupakan forum perkumpulan mahasiswa penerima beasiswa. Ia bersama kawan seperjuangan ini, sering mengadakan acara diskusi literasi, bakti sosial dan acara amal lainnya. Sedangkan acara kali ini lebih ke acara untuk internal mereka sendiri. Back to camp, begitu mereka menyebutnya.

El tak tahu, mengikuti acara ini memberikan dampak baik kepada dirinya atau tidak, tapi ini bisa sedikit mengalihkan perhatiannya pada trauma kehilangan yang ia miliki. Rasa yang paling ia takuti. Ini juga mengurangi air matanya untuk mengalir lebih deras. Walaupun ia tak tahu juga, apa yang akan terjadi setelah hari ini.

"El." Raka terlihat kewalahan menggoreng telur ceploknya. Telur ceploknya gosong 1 karena terlalu sibuk memanggil El yang sedari tadi tak menyahut.

"KEBAKARAN!" Teriak Raka keras. Beruntung teman-temannya sedang keluar semua.

"Kebakaran!" teriak Raka lagi.

El kelagapan dengan tangan memegang pisau. Ia mencoba mencari sumber api yang dimaksud Raka. Seketika matanya berhenti ke arah kompor yang digunakan Raka untuk menggoreng telur. Namun, di sana tidak terjadi apa-apa. Ia malah menemukan Raka yang menahan tawanya.

"Ekspresi lu lucu banget," ujar Raka yang kemudian tawanya pecah.

El memberengut, kesal. Ia menatap Raka sambil menghembuskan nafas keras.

"Nggak lucu, Ka,"

"Lagian lu ngapain ngelamun? Dipanggil dari tadi nggak nyahut, sampe telur gue gosong. Tanggung jawab lu."

El mencebik malas. "Lah kan itu salah lu. Ngapain lu ngurusin urusan orang lain?"

"Lu buat gue khawatir," kata Raka sambil meniriskan telur ceploknya.

El mengabaikannya. Ia memilih melanjutkan kegiatan memotong kemudian segera menumis semua bahan-bahan untuk membuat nasi goreng. Nasi sudah matang, sudah siap untuk digoreng. Setelah kegiatan menumis selesai, ia segera memasukkan nasi ke dalam wajan. Mengaduknya sebentar, kemudian menambahkan bumbu pelengkap. Beberapa saat kemudian, nasi goreng sudah tersaji rapi di meja dapur. El tersenyum bangga.

Sarapan sudah selesai. Acara dilanjut dengan game goyang balon. Semuanya tertawa bahagia, sedangkan El menatap kawan-kawannya dengan tersenyum sendu. Semua kegiatan ini mengingatkannya pada Kansa.

ELKANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang