Konsistensi Hati

69 8 0
                                    

Pagi ini surya nampak bersinar terang. Celah-celah sinarnya yang masuk lewat jendela telah menyapa El sejak ia membuka mata. Kini jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh tapi ia masih berkutat di depan meja rias.

"Mana sih handband-nya," erang El kesal sambil terus mengorek isi sebuah kotak yang ia gunakan untuk menaruh benda-benda kecil yang sering terlupakan.

Ketika handband-nya sudah ia temukan, segera ia pakai lalu keluar dari kamar kosnya. Ia memacu langkahnya dengan berlari kecil agar secepatnya sampai di kelas. Hari ini kelasnya ada jadwal pagi. Dosennya kurang bersahabat perihal presensi. Jangan sampai El menambah alpa untuk keterangan kehadirannya. Ini bisa memperburuk lembar Kartu Hasil Studinya.

El sudah sampai di kelas tepat sebelum dosennya melangkahkan kaki untuk membuka pintu. Sambil mengatur deru nafasnya, ia mulai mengeluarkan buku catatan seribu satu matkul. Lebih tepatnya, semua catatan matkul di semester 5 ini ia jadikan satu di binder warna navy itu.

"El, tumben lu telat?" Tanya Triyas pelan. Ia berbicara dengan mendekatkan wajahnya ke arah El.

"Gue emang selalu telat," balas El tanpa mengalihkan fokusnya ke arah papan tulis. Jarinya dengan gerakan cepat menyalin tulisan di sana.

"Emang sih. Tapi ini telat banget. Hampir 15 menit."

"Kesiangan."

"Bukannya tadi malem lu pulang duluan?"

"Oh iya, kabar Raka gimana?" El memang paling pintar mengalihkan pembicaraan.

"Dia udah siuman kok. Dia nanyain lu, El."

Gerakan pena El perlahan terhenti saat mendengar penuturan Triyas. Sekuat tenaga ia membuang pikiran-pikiran buruk yang terus berputar di kepala. Ia menyakinkan diri bahwa ia harus belajar untuk kembali abai pada rasa agar tak membuatnya tantrum lagi.

"Lu nanti mau jenguk dia?" Tanya El yang mulai menulis lagi. Kali ini ia menulis apa yang diucapkan sang dosen.

"Masih rencana. Gue harus mulai ngambil alih tugasnya Raka buat persiapan baksos."

"Kalo gitu nanti gue ajak Kania aja ya," kata El sambil menatap Triyas.

"Iya. Biar dia sadar buat aktif di forum diskusi."

El menganggukkan kepala setuju. Di antara mereka bertiga, Kania memang yang paling pasif. Dia jarang ikut rapat, apalagi ikut persiapan acara. Jangan kaget jika Kania tak pernah antusias saat Triyas berencana mengajaknya berangkat rapat.

"Btw El, tumben lu pake handband? Dalam rangka apa?"

Pertanyaan Triyas membuat El menatap pergelangan tangan kirinya yang terpasang handband. Kain kasa mencuat sedikit dari balik handband. Ia menggerakkan tangannya secara asal.

"Pingin aja. Cocok kan warnanya sama baju gue?"

"Asli lu nggak cocok, El."

"Lu nggak seru, Yas."

***

El sedang mencoba mengingat kembali nomor ruang inap yang ditempati Raka. Tadi, sebelum ia dan Triyas berpisah, temannya itu memberitahu nomor ruang inap Raka. Namun, saat ia sampai di koridor rumah sakit yang penuh dengan belokan koridor, ia lupa. El makin bingung saat Kania menjadi ceriwis seperti biasanya.

"Nomor berapa El ruangannya?"

"Gue lupa."

"Tanya Triyas lagi coba."

"Nggak ada balasan."

"Gimana sih lu, El. Kayak gitu aja bisa lupa."

"Bisa bantu mikir aja nggak? Bingung nih gue."

ELKANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang