Dia yang Paling Kurindukan

238 16 8
                                    

Kansa sedang menatap El yang serius melahap nasi ayam gepreknya,  sambil sesekali menyelinapkan anai rambutnya ke belakang telinga. Sesekali juga El nampak menguyah sambil melamun. Entah memikirkan apa, Kansa tak tahu. Yang pasti, Kansa suka memperhatikan wajah imut sekaligus galak yang terpancar dari sorot matanya. Senyum cabinya. Juga lirik mata yang membuat Kansa selalu merindu kalang kabut tak beraturan.

Kansa tahu, tak seharusnya ia melepaskan genggaman tangan itu. Membiarkan hati gadisnya diam-diam terluka akibat semua tindak-tanduknya. Membiarkan mata cantik itu mengeluarkan rinai mata. Menghilangkan sesaat binar bahagia. Ia rindu senyum cerah dari El.

"Sa," panggil El.

"Iya, kenapa El?"

"Makan lu lama banget."

"Sambil lihat senja. Jadinya emang harus dinikmati pelan-pelan," kata Kansa yang kemudian melahap satu suapan.

"Udah malem ini, nggak ada senja," kata El sambil melirik sekitar. Jam tangannya juga sudah menunjukkan pukul 8 malam.

"Ada."

"Mana?"

"Kamu. Elisha Senjani." Kemudian Kansa tersenyum bangga.

El menghembuskan nafas kesal. "Gombalan basi," kata El sambil memutar bola matanya  dengan malas.

Kansa menahan senyumnya. Ia suka dengan tingkah El. Apapun itu.

"Sa,"

"Iya?"

El terdiam sebentar. Menimang-nimang apakah hal yang akan ia bahas bisa membuat Kansa tersinggung. "Nggak jadi, deh."

Kansa tersenyum masam. "El, jangan kebiasaan, deh."

Untuk yang satu itu Kansa tidak bisa mentolerir kebiasaan El. El suka sekali menarik ucapannya. Lebih seringnya El tak jadi mengucapkan kalimat yang hendak diucapkan. Ia bahkan harus memaksa El untuk bercerita agar gadis itu tak selalu memendam apapun yang ada di otaknya, di pikirannya dan di hatinya.

El adalah pribadi yang suka bercerita. Dan Kansa menikmati setiap cerita yang terlontar dari mulut El. Apapun itu, Kansa akan mendengarkan.

"Nggak, nggak. Nggak jadi."

"Why? Cepetan cerita."

El terlihat berpikir sejenak. Saat ia hendak mengeluarkan suara, ponselnya menyala. Nama Raka ada di sana.

"Halo, Ka. Kenapa?"

"Bulan depan kita bakal ngadain bazar baju murah lagi  kan? Buat ngumpulin uang donasi."

"Ha? Apa ini maksudnya? Oh... acara forum diskusi?"

"Iyalah, lu kira acara apa?!"

"Ya maaf. Lagi gak fokus," kata El sambil menatap Kansa. Yang ditatap malah balik menaikkan kedua alis matanya secara bersamaan. Menanyakan apa makna dari tatapan El barusan.

"Nggak fokus kenapa? Lagi ngapain emangnya lu?"

"Lagi makan."

"Sama Kansa?"

Lalu El menatap Kansa kembali. "Iya."

"Kalo lu cari temen makan, bisa ngajak gue. Daripada lu ngajak mantan yang nggak tau diri itu."

Gelak tawa El terdengar, membuat Kansa terdiam. Ia kesal. Tawa itu bukan karenanya. Seharusnya ia juga tak boleh bersikap seperti ini. El bukan lagi miliknya. Ia sendiri yang membuat El terlepas dari genggamannya.

ELKANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang