"Jadi lu balikan sama Kansa?"
Itu pertanyaan Kania sambil sibuk memilih camilan apa yang harus ia beli. Ia dan El sedang berada di sebuah swalayan untuk belanja bulanan. Sejak memasuki pintu swalayan, Kania sudah kepo tingkat dewa perihal hubungan temannya itu. Ia akan sangat bahagia bila El kembali menjalin hubungan dengan Kansa.
Sayangnya, sedari tadi El mengalihkan hal lain tanpa berniat menjawabnya. Seperti sekarang, El malah membahas soal pasta gigi yang harus ia beli.
"Menurut lu gue harus beli pasta gigi yang ukuran besar atau yang paling kecil aja? Ini yang ukuran sedang kosong soalnya."
"Lu belum jawab pertanyaan gue, El."
"Emang lu tanya apa?"
Kania menggeram kesal. Menampilkan ekspresi unik yang membuat El gagal menahan tawanya.
"Nggak bisa dibilang balikan juga sih. Gue masih ijinin Kansa buat pergi kalau dia capek buat nungguin gue nanti," jawab El akhirnya.
Kania mendekat ke rak tempat El berdiri. "Kok gitu?"
"Ya karena gue emang belum bisa dan belum berani untuk jalin komitmen lagi."
"Tapi kalian bakal lebih sering bersama kan? Kalian bakal membucin lagi kan?" tanya Kania dengan tatapan menggoda.
"Membucin apaan ini maksudnya?" El mengerutkan kening.
"Ya gue bakal kebagian martabak lagi," balas Kania sambil menaik-turunkan sebelah alisnya.
"Astaga. Gue bilangin sama Kansa, abis lu. Nggak bakal dapet martabak lagi."
"Ya, yah... jangan dong. Aset berharga itu."
"Tau ah," kata El sambil berpindah ke rak lainnya.
"Tapi ini tulus, El. Gue seneng kalo lu balikan sama Kansa. Gue tahu Kansa itu bagian dari kebahagian lu."
El mematung. Di depannya sudah berdiri Kania yang menatapnya dengan binar bahagia. Matanya sedikit berkaca-kaca.
"Gue yakin, dia bisa nyembuhin trauma lu."
"Walaupun dia bagian orang yang nyiptain trauma itu?" Tanya El ragu.
Kania menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Orang yang nyiptain luka, juga punya potensi untuk menyembuhkan trauma."
El tersenyum menanggapi ungkapan Kania. Sekali lagi ia bersyukur memiliki teman seperti Kania. Dia yang paling mengerti dan paling memahami dirinya. Bahkan, di saat-saat terpuruknya, Kania adalah orang yang siap berdiri di depannya untuk menghalau semua luka yang menghampirinya. Kania juga siap sedia jadi tameng untuknya.
"El!"
"El."
"Ha?"
"Lu ngalamun lagi."
"Sorry sorry. Kenapa?"
"Lu mau beli apa lagi? Gue mau ke kasir dulu. Nitip sekalian gk?"
"Lu duluan aja. Gue masih ada beberapa yang harus dibeli. Nanti tunggu gue di depan."
"Oke."
Lalu Kania melenggang pergi menuju kasir.
EL Menatapnya lagi. Kania, temannya yang paling ia sayangi.
***
"Demi apa lu balikan sama Kansa?"
Itu pertanyaan dari Triyas. Kejadian di cafe malam itu sebenarnya sudah lama, tepatnya 1 minggu yang lalu. Namun, baik Kania ataupun Triyas baru mengetahuinya hari ini. Sejak kepulangan mereka dari swalayan, Kania tak henti-hentinya menebar senyum bahagia atas kembalinya El pada Kansa. Ketika akhirnya mereka sampai di kos, El dikejutkan dengan kehadiran Triyas yang tanpa pemberitahuan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ELKANSA [END]
Fiksi Remaja[Romance-Teen Fiction] 15+ How Can I Love The Heartbreak, cause You're One I love "El, kamu harus ikutin kata hati." "Nggak mau. Hati selalu nyakitin kalau diturutin." "Buktinya?" "Gue ngikutin kata hati buat mulai percaya sama lu. Tapi lu malah...