Mood El sedang berantakan. Rapat internal reporter yang seharusnya sudah terselenggara sejak tiga puluh menit yang lalu, belum juga dimulai. Masih menunggu beberapa reporter yang tak bisa memprioritaskan agenda ini dan Anin, Pimred kebanggaan redaksi, belum terlihat batang hidungnya. El mendesah sebal. Ia ingin segera menyelesaikan masalah ini, tapi waktu sepertinya tak bisa diajak kompromi.
"Maaf ya... aku ketiduran," kata seseorang dari ambang pintu. Kemudian masuk, lalu duduk di sebelah Kaila yang berada di sebelah El.
Akhirnya yang ditunggu datang juga, batin El.
"Kayaknya reporternya kurang 2 ya?" tanya Anin.
"Iya, mbak. Masih ada acara. Bentar lagi nyusul."
Lalu rapat itu dimulai. El membuka rapat dengan mencoba menjabarkan satu per satu masalah yang ada. Dari mulai reporter yang tak paham dengan prioritas liputan dan tanggung jawab lainnya yang berantakan. El hanya mencoba menjabarkan saja. Seterusnya ia membiarkan mereka satu persatu berbicara.
Secara garis besar, ia tahu. Apalagi ia sebagai redaktur pelaksana yang memang terjun langsung membantu mengurus liputan harian. Termasuk mengatur jadwal dan memastikan semua reporter mendapat jatah liputan mereka masing-masing. Masalahnya, laporan terakhir kali dari Sam mengenai reporternya yang secara tidak langsung saling menolak untuk liputan, membuat El merasa gagal. Ia gagal mengurus hal-hal yang seharusnya ini mudah untuk El. Entah bagaimana, tiba-tiba tanggung jawab ini makin berat.
"Jadi, Kak. Kemarin itu sebenarnya tugasku," kata salah seorang reporter yang memakai jilbab. "Tapi karena laporan praktikumku lagi banyak banget, jadi aku nggak bisa."
"Tapi nggak seharusnya kamu lepas tanggung jawab gitu aja kan?" Itu suara El.
"Aku waktu itu coba tanya di grup reporter angkatanku." Ia menjeda kalimatnya.
"Terus?" Kaila bertanya tidak sabar.
"Lama nggak ada yang ngrespon. Karena aku harus segera mengerjakan laprak, jadi aku lupa cek grup chat lagi," katanya sambil menundukkan tatapannya. "Aku minta maaf buat semuanya. Terutama para redaktur pelaksana."
El menghembuskan nafas kesalnya. Ia tak tahu harus berkata apa. Ia beralih menatap Anin. Memberikan tanda pada sang pimred untuk melanjutkan.
"Jadi setelah itu siapa yang menggantikan Wirda?" tanya Anin.
Semuanya diam. Reporter masih saling melempar tatapan. El hanya bisa menunggu. Redaktur pelaksana lainnya juga. El makin terdiam ketika dari mereka tak kunjung menjawabnya. Hati El mencelus dengan sendirinya. Ada kekecewaan yang coba ia tutupi. Ada amarah yang coba ia tahan.
"Apa sih yang sebenarnya membuat kalian nggak bisa jadiin tugas ini bagian dari prioritas kegiatan kalian? Setidaknya kalian bantu temen kalian sendiri." El bersuara.
"Kalian udah saling kenal satu sama lain kan? Kenal di sini bukan hanya tau nama, tapi juga sifat dan wataknya, memahaminya. Udah atau belum?" El masih melanjutkan kalimatnya.
"Di sini kita semuanya itu keluarga. Kalian pastinya nggak bakal biarin keluarga kalian susah sendirian kan? Pasti kalian pingin bantu. Nah, di sini poin pentingnya dari pers kampus kita. Kita menjalani tugas ini semata-semata karena hobi dan cari pengalaman. Kita nggak mendapatkan gaji kayak reporter media. Lalu apa yang kita dapat? Hubungan keluarga ini. Dan pengalaman tentunya."
Semuanya terdiam sambil memahami apa yang baru saja disampaikan El. Beberapa juga berpikir mereka harus membalas perkataan El bagaimana.
"Kak, aku emang belum begitu paham satu per satu, tapi aku mau coba memahaminya. Dari kami juga belum begitu dekat dengan kakak-kakak redaktur, jadi kadang kami takut untuk mengatakan yang sebenarnya. Kalau sebenarnya kami masih bingung dengan sistem liputannya, pembagian tugas yang menurutku itu-itu aja yang liputan. kadang juga mau konsultasi sama para redaktur, terutama Kak El dan Kak Kaila, kami takut." Itu suara salah satu reporter yang selama ini terlihat menonjol dan memiliki hubungan akrab dengan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Dimana anak pers sering mengkritisi mereka. Namanya Nadine.
![](https://img.wattpad.com/cover/210242221-288-k761467.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ELKANSA [END]
Teen Fiction[Romance-Teen Fiction] 15+ How Can I Love The Heartbreak, cause You're One I love "El, kamu harus ikutin kata hati." "Nggak mau. Hati selalu nyakitin kalau diturutin." "Buktinya?" "Gue ngikutin kata hati buat mulai percaya sama lu. Tapi lu malah...