Bagian dari Kejutan Semesta

84 8 0
                                    

Resto ayam tempat El bekerja hari ini lebih ramai dari biasanya. Derap langkah pramusaji yang terus bergantian melayani menjadi tanda bahwa resto memang sibuk sekali. Tumpukan piring di bak pencuci juga terus bertambah. Membuat El makin berpeluh-peluh melakukannya.

"El, kamu bantu nganterin pesanan dulu. Biar cahyo aja yang nyuci piring," perintah sang supervisor.

"Baik, Pak."

El bergegas melepas celemek dan sarung tangannya. Kemudian melangkah cepat menuju meja menu yang berhadapan langsung dengan koki resto.

"Ini dianter ke meja 12," pinta sang koki.

"Siap," balasnya bersemangat.

Saat El hendak mengambil pesanan, ponselnya bergetar.

Kaila:
El, nongkrongnya pindah ke resto ayam bakar tempat Kania kerja ya? Kansa tiba-tiba mau nraktir nih.

Lalu El melirik jam dinding di sebelah kanannya. Masih ada waktu tiga puluh menit menuju pukul sembilan. Itu kalau ia jadi ikut.

Pikir nanti aja lah...

Lalu El melangkah menuju meja 12 untuk mengantar pesanan tanpa memahami benar chat dari Kaila. Yang membuat teman-temannya tahu apa yang selama ini ia lakukan.

Tepat di depan mata, Kansa berdiri menatapnya. Keterpakuan keduanya membuat yang lain ikut terdiam di tempat. Di sebelah Kansa sedang duduk Kamila, lalu Sandra. Kemudian ada Reyhand dan Kaila. Semuanya menatap El tak percaya.

Di dalam otaknya, El sedang mencoba merangkai semua. Ia mengulang kembali pesan dari Kaila di dalam otaknya.

Jika Kaila meminta datang ke resto tempat Kania bekerja, berarti resto yang ia tempati ini maksudnya. Jika Kaila bilang Kansa ingin menraktir mereka, berarti laki-laki tinggi itu ikut serta.

El merutuki kebodohannya hari ini. Dengan cekatan, El meletakkan satu per satu pesanan yang ia bawa ke meja.

"El,"

El mengabaikan panggilan itu. Ia segera berbalik menuju dapur. Belum sampai tujuan, nampan yang ia bawa terjatuh. Secara mendadak tangan kanannya mengalami tremor. Nyeri di jantungnya membuatnya sesak. Traumanya muncul lagi.

"El, lu nggak pa-pa? Ke belakang sekarang, ayok," ajak seorang pramusaji lain sambil memapah tubuh El.

Sesampainya di dapur, ia segera mengambil tas dan jaketnya di loker.

"Pak, saya pamit dulu ya? ijin dulu. Tiba-tiba tangan saya sakit," kata El kepada supervisornya.

"Iya, iya. Langsung pulang terus istirahat ya..."

"Terima kasih, Pak."

El memacu langkahnya agar segera menjauh dari resto. Lebih tepatnya menjauh dari Kansa. Namun, di tengah jalan menuju pemberhentian angkot, langkahnya terhenti. Nafasnya tercekat. Sakit di ulu hati semakin menjadi. Ia butuh untuk sekedar menenangkan diri.

El mengatur nafasnya sambil duduk di tepi trotoar pejalan kaki. Sebisa mungkin tak ada air mata malam ini.

"Jadi bener kata Kania, lu kerja di sana?"

Itu suara Kansa. El mengenalinya.

Lu bisa pergi aja dari sini?
Bukan. El tak bisa mengatakan itu. "Iya. Gue kerja di sana."

El menatap Kansa yang berdiri gagah di depannya. Entah kenapa tiba-tiba El merasa kecil dan dekil. Kansa hidup dengan sangat baik: lahir dan batin, semuanya terpenuhi. Bukan seperti dirinya yang harus mati-matian membayar hutang agar keluarganya bisa kembali.

ELKANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang