Setelah terlewat beberapa jumat, akhirnya El punya waktu senggang untuk memasak. Tepatnya, memasak di apartemen Kansa. Bukan hanya sekedar untuk bertemu laki-laki tinggi itu, El ingin terus bisa memasak. Ia punya kewajiban untuk membantu ibunya memasak selagi ia di rumah masa liburan nanti. Ia tak ingin sampai lupa dengan rutinitas yang dulu sering ia lakukan di masa SMA: membantu ibunya memasak.
Bagi seorang gadis, memang tidak baik jika terlalu sering berkunjung ke apartemen lawan jenis. Namun, ia sudah cukup percaya dengan kedekatannya bersama Kansa dulu. Ia yakin, laki-laki itu tidak akan macam-macam kepadanya.
"Laki-laki yang menyanyangi dengan dengan tulus, takkan melukai gadisnya sedikitpun," begitu kata ibunya. Ia yakin, Kansa sangat menyayanginya.
Andai indekos yang El tempati menyediakan seperangkat peralatan dapur, maka ia tak perlu jauh-jauh pergi ke apartemen Kansa. Jaraknya lumayan. Kosnya berada di perumahan warga sedangkan apartemen Kansa berada di barisan perumahan ekslusif. Cukup jauh dari area kampus. Butuh waktu 15 menit untuk bisa sampai di sana. Mau bagaimana lagi, budget-nya menipis untuk bisa sewa kos yang lebih lengkap fasilitasnya.
El sampai di depan apartemen tepat saat pintu itu dibuka. Kemudian disusul Kansa yang berdiri di ambang pintu dengan pakaian casual: celana jeans dipadu kaos warna hitam yang dibungkus dengan jaket berbahan parasut warna army. Rambutnya yang dipangkas rapi membuat Kansa terlihat keren dengan stelannya hari ini. Gadis itu sampai dibuat terbengong untuk beberapa detik berikutnya.
"Lho, kirain nggak jadi ke sini? Aku ada urusan keluar bentar soalnya," kata Kansa membuat El tersadar dari keterpakuannya.
"Eh, gue nggak buka hp soalnya. Habis siap-siap, gue langsung ke sini," kata El sedikit kebingungan.
"Jadi gimana? Mau ikut aku dulu atau mau langsung masuk aja?"
"Boleh langsung masuk?" Tanya El ragu.
"Bolehlah," jawab Kansa dengan binar bahagia. "Cus, masuk aja."
Lalu laki-laki itu mengantarkan El masuk ke apartemennya sambil menenteng satu tas belanjaan yang tadi dibawa. Ia menaruhnya di meja dapur yang berhadapan dengan meja makan. Ia membiarkan gadis itu memutarinya hingga masuk ke area dapur lalu menghadap muka dengannya.
"Mau masak apa hari ini?"
"Apa ya?" El nampak berpikir sebentar. "Gue nggak banyak bawa lauk basah. Lebih banyak ikan sarden kaleng sama pasta kering. Tapi gue beli ayam potong," katanya dengan mata berbinar.
Kansa mengikuti. Lalu dengan serempak mereka berkata: "ayam kecap!" Kemudian tawa hadir di tengah-tengah mereka.
"Sip. Aku ada rapat bentar sama anak BEM buat proker habis liburan nanti. Mau titip sesuatu?"
"Thai tea?"
"Yang lain?"
"Udah deh. Itu aja."
"Oke. Siap Tuan Putri," katanya sambil tersenyum. Membuat El ikut tersenyum.
Ah, lagi-lagi Elisha dibuat jatuh cinta dengan senyuman itu.
Apa semua ini akan bertahan lama?
"Sa?"
Panggilan El membuat Kansa menghentikan langkahnya mencapai pintu. "Ya?"
"Ya udah."
"Apaan yang 'ya udah'?"
"Gue cuma mau manggil lu aja," ujarnya tanpa merasa bersalah.
"Kamu tahu El, sekali lagi kamu begitu, ini kaki bakal balik lagi buat peluk kamu!"
El membekap mulutnya tak percaya. Tanpa aba-aba Kansa berhasil membuat jantungnya berdetak tak seirama.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELKANSA [END]
Teen Fiction[Romance-Teen Fiction] 15+ How Can I Love The Heartbreak, cause You're One I love "El, kamu harus ikutin kata hati." "Nggak mau. Hati selalu nyakitin kalau diturutin." "Buktinya?" "Gue ngikutin kata hati buat mulai percaya sama lu. Tapi lu malah...