Si Ceriwis, Kania

56 5 0
                                    

Untuk kesekian kalinya El menemukan lembar kertas berupa Hak Jawab di loket khusus yang diberi nama Kotak Suara. Loket itu berfungsi untuk menerima opini, surat pembaca, karya sastra, juga Hak Jawab serta Hak Koreksi dari kalangan mahasiswa. Sudah hampir seminggu artikel itu ditarik, tapi Hak Jawab masih terus berdatangan. Kebanyakan datang dari kubu paslon yang merasa dirugikan. Beberapa lainnya dari kalangan mahasiswa yang menjunjung tinggi idealisme dan independen sebuah pers kampus. El mendesah pelan sebelum akhirnya memasukkan surat tersebut ke arsip kantor.

El bermaksud masuk ke ruangan saat tiba-tiba Okta memanggilnya.

"Kak El. Paslon yang nomor dua nggak mau diwawancara. Mereka takut kalau kita bakal menjatuhkan mereka. Mereka sudah terlanjur percaya bahwa kita berada di kubu paslon 1," jelasnya yang membuat kepala El makin pening.

"Udah coba lu jelasin?"

"Sudah, kak. Gue udah bilang kalau artikel kemarin itu human error. Gue juga udah jelasin tentang kode etik jurnalistik."

El menatap Okta yang terlihat lelah sekali. Rambut ikal sebahu yang diikat satu ke atas, beberapa helai kecilnya mencuat tak beraturan. Wajahnya yang polos membuat El makin merasa bersalah.

Respon pembaca ternyata melebihi ekspektasinya. Lebih buruk tepatnya.

"Mau coba hubungin lagi gak? Nanti gue temenin," tawar El pada Okta.

"Gue ragu mereka mau atau tidak."

"Pasti mau," kata El yakin, lebih kepada menyakinkan diri sendiri.

"Gue coba deh."

"Sipb kalau begitu. Nanti kabarin gue aja kalo udah fix."

"Oke," pungkas Okta sebelum berlalu untuk masuk ke ruangan.

Langkah kaki El kali ini dihentikan lagi saat gerombolan orang berdatangan dari arah koridor PKM. Rombongan anak litbang berjalan sambil sesekali menebarkan tawa. Cowok tinggi itu terlihat paling menonjol di antara gerombolan itu. Seorang kru cowok lagi berjalan di belakangnya dengan senyum mengembang di sudut bibirnya. Dia adalah Reynand, pacarnya Kaila.

Yang menganggu penglihatan El adalah gadis yang berdiri lengket di dekat Kansa. Kamila. El mengerutkan keningnya. Ia merasa, makin ke sini Kamila makin dekat dengan Kansa.

"Hai, El," sapa seorang kru cewek yang senang sekali memakai crop top bernama Sandra. Beruntung, ia memakai kaos hitam untuk menutupi tubuhnya yang bisa saja terlihat.

"Heem. Habis nyari makan?"

"Iya. Lu tau gak, El? Kansa sama Kamila nyasar gara-gara gue sama Rey ngebut abis," ceritanya diakhiri dengan ledakan tawa yang mulai menyusut.

"Lah, Kansa bawa motornya nggak bisa ngebut," sungut Kamila kepada Kansa.

"Heh, bukannya gue nggak bisa ngebut. Kan gue boncengin lu. Kalo gue ngebut, apa kabar lu yang di belakang gue?"

"Pegangan yang kenceng," ujar Rey yang membuat dirinya dan Sandra terbahak bersamaan.

El menahan tawanya. "Bener kata Reynand. Pegangan yang kenceng."

"Btw, gimana El, udah nemu siapa yang up artikel waktu itu?" tanya Reynand.

"IPnya udah ketemu. Gue tinggal pastiin aja itu IP sesuai atau nggak."

Anggukan kepala Rey sebagai respon dari jawaban El diikuti oleh yang lainnya. Laki-laki berahang tegas itu sempat berpikir sebelum akhirnya mengurungkan niatnya untuk bertanya.

"Kalian ada yang liat Pradipta nggak?"

"Nggak."

"Tadi gue liat di ke sekretariat BEM," jawab Kansa sambil mengarahkan matanya sebentar ke arah kanan. Tepat ke sekretariat itu berada.

ELKANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang