Martabak Dekat Lampu Merah

87 10 0
                                    

Kansa menepati perkataannya. Ia datang satu jam setelah ia menghubungi El tadi. Ia sudah duduk di atas motornya sambil menunggu El keluar untuk membuka gerbang rumah indekos itu.

Kansa masih menunggu sahutan panggilan dari sana.

"Gue udah di depan, El."

"Ha?" El membelakkan matanya. "Ngapain?"

"Kan tadi gue bilang mau ke kos lu."

"Lha iya. Ngapain lu ke kos gue?"

"Pokoknya lu cepet keluar."

"Ah... udah pw nih gue."

"Cepetan. Gue tunggu."

Kansa memasukkan ponselnya lagi ke saku. Ia masih duduk di atas motor sambil menunggu.

El sendiri masih di lantai 3. Dari sini, ia bisa melihat Kansa menunggu di depan gerbang sana. El menghela nafas pasrah. Ia harus turun segera.

"Ngapain lu ke sini?"

"Sakit apa?"

"Nggak sakit apa-apa sih sebenarnya. Gue cuma lagi nggak mood ngapa-ngapain."

"Hmm..." Kansa turun dari motornya. "Kenapa lagi?" tanya Kansa sambil berjalan mendekat ke arah El.

"Coba sini gue cek suhu badannya." Lalu Kansa mendaratkan punggung tangannya pada dahi El.

"Kenapa cewek mood-nya cepet berubah-ubah, sih?" Tanya Kansa lebih kepada dirinya sendiri.

El hanya menanggapinya dengan pundak yang terangkat secara bersamaan. Ia memperhatikan Kansa yang mengambil bungkusan yang tergantung di depan dasbor motornya.

"Martabak telur buat lu."

El mengerutkan kening.

"Buat gue?"

"Iya."

"Dalam rangka apa?"

"Biar lu seneng."

"Nggak deh. Lu mau ngeracunin gue kan?"

"Ha?" Gantian sekarang Kansa yang mengerutkan keningnya. Ekspresinya malah membuat El menyunggingkan senyum ringan. "Masak iya gue taruh racun di martabak ini?"

"Siapa tahu?"

"Ini fresh langsung dari penggorengan abang martabak. Martabak di depan burjo deket lampu merah itu lho..."

"Kan dari sana ke sini ada jeda waktu. Siapa tahu lu naruh sesuatu di martabaknya."

"Astaga, El. Percaya sama gue kenapa sih?"

"Iya iya."

El akhirnya menerima bungkusan martabak itu. Ia memeriksanya lalu berpikir sebentar.

"Mau nemenin gue makan martabak?"

Kansa terdiam.

"Iya. Nggak ada penolakan. Cepet masuk. Parkir motornya di sana," perintah El sambil membuka setengah gerbangnya agar bisa dilewati motor Kansa.

Mereka sudah duduk di teras rumah kos. Tempat yang sering dijadikan anak-anak penghuni kos lain ketika menerima tamu yang bukan sesama jenis. Di sini juga menjadi saksi bisu saat mereka masih pacaran. Dulu.

"Gue ambil air minum sama tisu dulu. Lu tunggu di sini," kata El yang kemudian berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai 2.

Kansa menunggu sambil memerhatikan sekitarnya. Tak banyak yang berubah dari teras rumah kos ini. Masih ada kursi panjang di teras rumah yang digunakan untuk menerima tamu, seperti yang ia tempati sekarang. Hanya saja, Kansa mengira kursinya bertambah dua yang diletakkan di sebelah kanan pintu utama.

ELKANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang