Sudah hampir 3 hari berjalan sejak El memutuskan untuk kembali ke kota tempatnya kuliah. Niatnya untuk segera mendapatkan pekerjaan tidak semudah yang ia bayangkan ternyata. Persediaan tabungannya sudah menipis, uang beasiswa belum turun, pekerjaan juga belum ia dapat. Hari sudah hampir petang dan ia masih kebingungan membagi uangnya untuk makan esok hari. Jika ia gunakan uangnya untuk makan malam, ia tak tahu apa yang terjadi padanya di esok lusa. Jika ia ingin makan malam, petang ini ia harus segera dapatkan pekerjaan.
Ia berhenti sejenak di sebuah toko stationary. Ia membungkukkan badan sambil sesekali memijat-mijat betisnya. Ia kira, ia terlalu jahat kepada kakinya. Ia sudah memaksa kakinya untuk terus berjalan sejak tiga hari yang lalu. Letihnya sudah mencapai ubun-ubun. Mungkin ia memang harus pulang.
Saat ia hendak melangkah pulang, sesuatu mengingatkannya.
"Jika Kania pulang, berarti posisi di tempatnya bekerja sedang kosong dong," kata El kepada dirinya sendiri.
Tanpa pikir panjang, El langsung ke resto tempat Kania bekerja. Sebuah resto ayam bakar yang cukup ramai di antara deretan resto lainnya. Tempatnya yang berada di dekat pusat perbelanjaan, membuat resto ini sering dikunjungi para keluarga sehabis belanja bulanan. Atau mungkin sekedar menghabiskan waktu bersama keluarga dengan makan bersama. El berharap, kali ini keberuntungan sedang berpihak kepadanya.
***
El sedang bergegas memakai celemek saat ponselnya tiba-tiba berdering. Membuatnya segera merogoh saku celana jeansnya untuk mengambil ponsel.
"Iya Triyas, kenapa?"
"Lu ke mana? Acara belum selesai lu udah ilang."
El menghela nafas. Ia memang baru saja melarikan diri dari acara amal yang diadakan forumnya. Jika tidak, ia bisa telat bekerja. "Kan gue udah bilang, jam 2 gue cabut."
"Tapi lu udah dua kali nggak ikut eval!"
El juga tahu, jika ia sudah dua kali tak hadir eval, ia harus membuat laporan khusus ke ketua forumnya. "Iya, nanti aku lapor sendiri."
"Lu tau sekarang ketua forumnya siapa?"
"Masih kating teknik sipil itu kan?"
"Bukan. Udah ganti."
"Kok bisa?"
"Kating sipil lagi magang ke luar kota."
"Terus diganti siapa?"
"Raka."
Nama itu seketika membuat El terdiam sesaat.
"Lu harus ijin langsung ke Raka," kata Triyas dari ujung sana lagi.
El hanya mengiyakan saja. Kemudian mematikan telepon secara sepihak. Ia tak ingin memikirkan itu sekarang. Yang ia butuhkan hanya fokus bekerja agar ia tak dipecat di masa percobaannya. Permasalahan ijin dengan Raka, ia akan urus belakangan.
***
Ini hari keempat belas El bekerja di resto ayam bakar itu. Ini berarti masa percobaannya sudah selesai. Kini, ia resmi jadi pramusaji di resto itu. Sayangnya, semenjak ia bekerja part time di sana, banyak agenda rapat dari dua organisasinya yang tak ia ikuti. Ia bahkan sering berdebat dengan Raka karena selalu ijin. Ia sedikit beruntung, ada Anin yang mau membantunya mengurus jadwal reporter liputan. Namun, ia tak tahu apa yang akan terjadi jika ia ijin tak ikut acara untuk pengkaderan di pers kampus minggu depan.
Waktu sudah menunjukkan larut malam. Jarum pendek di jam dinding menunjukkan angka sebelas. Saatnya tutup resto. Pelanggan juga mulai beranjak dari duduknya. Ia tak sabar untuk segera bertemu dengan kasur kesayangannya.
Jalanan malam ini cukup lenggang. Mengingat masa libur semester masih 2 minggu lagi. Itu berarti banyak anak rantau yang masih berada di kampung masing-masing. Kecuali mereka yang sibuk ikut pergerakan, ikut organisasi, atau sekedar melarikan diri. El bagian dari dua hal terakhir itu.
Saat El hendak membuka pintu utama, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Nama Kaila muncul di layar ponselnya.
"Iya, La. Gimana?"
"El, lu kok nggak pernah muncul di kantor lagi? Lu masih di Solo ya?"
"Enggak. Gue nggak di Solo. Gue di sini kok."
"Terus kenapa nggak pernah dateng rapat ? Udah 3 kali lu absen."
"Gue ada acara," jawab El sambil terus berjalan menuju kamar kosnya.
"Acara apaan?"
"Urusan negara. Demi hajat hidup orang banyak," katanya dengan nada bergurau.
"Hallah..." Kaila terdengar menjeda kalimatnya. "Lu tau nggak El, waktu rapat kemarin, Kansa marah banget karena yang dateng cuma setengah dari kepengurusan."
El hanya tertawa. "Ini lu ngajak julid soal Kansa?"
"Ya bukan gitu."
"Lha terus gimana?" Tanyanya sambil membuka kunci kamar kos.
"Bukannya lu udah balikan sama Kansa?"
Refleks, El terdiam di depan ranjangnya. Terlalu sibuk bekerja ternyata tak berhasil membuat El lupa akan keberadaan Kansa di hatinya.
"Kata siapa?"
"Gue cuma menduga. "
"Dasar lu."
"Jadi kalian balikan?"
"Nggak, La. Gue nggak pernah dan nggak akan pernah balikan sama dia."
"Kenapa gitu?"
"Ya harusnya gitu."
"Jangan-jangan Kansa kemarin marah karena lu tolak ya? Karena lu nggak mau diajak balikan, iya?"
El tertawa sumbang. Kansa yang nggak mau sama gue, La.
"Gue ngerasa nggak ngelakuin apa-apa."
"Hmmm... ya sudah. Jadi kapan lu main kantor?"
"Nggak tau."
"Gue mau ngobrolin soal konten baru buat majalah."
"Konten apaan?"
"Video launching majalah gitu."
"Bisa bisa. Nanti kuusahain."
"Besok?"
"Boleh deh. Tapi pagi ya, aku malem ada acara."
"Yah... padahal diskusi paling enak itu malem-malem. Sambil nongkrong gitu."
Ini bukan saat yang tepat untuk nongkrong, El.
"Gue nggak bisa. Nanti gue coba dulu."
"Pokoknya harus bisa. Besok di kedai yang biasa jam 9."
"Tapi La--"
"Oke, El. Ku tunggu ya..."
Lalu komunikasi itu dimatikan secara sepihak. Bahkan saat El belum sempat mengutarakan penolakannya. Kayaknya, Kaila memang tidak berniat menerima penolakan.
Senyatanya, El memang belum bisa menginjakkan kaki ke kantor pers kampus. Ia belum siap untuk kembali bertemu Kansa. Bukannya ia larut dalam kesedihan, ia hanya tak siap menghadapi kenyataan bahwa ia belum benar-benar rela. Seharusnya El sudah bisa melupa. Namun nyatanya, ketika mendengar nama itu disebut lagi, sakit di relung hati minta segera diobati.
Karena perihal melupa, tidak semua orang bisa. Alih-alih lupa, untuk rela saja butuh lebih dari sekedar usaha. Selamat berjuang! []
H-1 hari raya Idul Fitri.
Selamat datang hari kemenangan 😁
![](https://img.wattpad.com/cover/210242221-288-k761467.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ELKANSA [END]
Teen Fiction[Romance-Teen Fiction] 15+ How Can I Love The Heartbreak, cause You're One I love "El, kamu harus ikutin kata hati." "Nggak mau. Hati selalu nyakitin kalau diturutin." "Buktinya?" "Gue ngikutin kata hati buat mulai percaya sama lu. Tapi lu malah...