Sambil terus melangkah, Kansa mencoba meredam emosinya. Ia marah. Kehadirannya selama ini saat anak reporter liputan hanya dianggap sebelah mata. Ia yang seharusnya tak lagi turun lapangan, tapi memutuskan untuk turun lapangan, malah dianggap hanya bayangan. Kansa menggeram kesal. Ia buru-buru untuk menstarter motornya.
Saat ia hendak menancap gas, ia merasa ada sesuatu yang tertinggal. Ia menatap ke belakang. Ia baru saja meninggalkan El. Ia meminta El untuk pulang sendiri.
"El kan orangnya mandiri. Jadi bisa lah kalo cuma harus pesen ojol buat pulang," kata Kansa mencoba abai dengan El.
Setelah 15 menit berlalu, tidak ada tanda-tanda El keluar dari pintu lift. Kansa mulai ragu untuk meninggalkan area parkiran.
"Gu-e ta-kut ke-ting-gi-an."
Perkataan El di awal mereka bertemu dengan rooftop membuat Kansa sadar. Ia telah melakukan kesalahan.Dengan tergesa-gesa, ia berlari ke arah lift sambil mencoba menghubungi El. Ia semakin khawatir ketika El tak bisa dihubungi.
Saat ia tiba di ambang pintu rooftop, ia sudah menemukan El tergeletak begitu saja dengan kondisi tak sadar diri. Seketika Kansa berlari mendekat ke arah El dengan wajah panik luar biasa. Tubuh mulai mendingin. El yang hanya memakai kaos pendek dan celana jeans berhasil membuat angin masuk dengan sempurna.
Kansa melepaskan jaketnya lalu menyelimutkannya pada tubuh El. Ia mengangkat kepala El, meletakkannya di atas pahanya.
"El, bangun plisss," pinta Kansa sambil menepuk pipi El.
El tak kunjung bangun, Kansa makin panik. Dengan cekatan Kansa membuka aplikasi grabcarnya. Setelah berhasil mendapatkan driver, Kansa segera mengangkat tubuh El. Membawanya masuk ke lift dan segera meluncur ke indekos El. Tak lupa, Kansa meminta ijin sebentar ke satpam yang berjaga di tempat itu.
"Pak, nitip motor bentar ya... urgent nih..." kata Kansa dengan buru-buru.
"Oke, mas."
Mobil sudah membelah kota metropolitan yang masih ramai di tengah malam seperti ini. Kansa menidurkan kepala El di pahanya. Meminta sang sopir menambah laju kendaraannya.
Sesampainya di depan indekos, Kansa memeriksa kembali kondisi El. Mata El masih terpejam, hanya saja nafasnya sudah teratur. Tak lagi naik turun saat ia temukan pertama kali di rooftop tadi.
Kansa mencari ponsel El, menghubungi nomor Kania. Ia ingat, Kania merupakan tetangga kos El. Kania bisa membantunya untuk membawa El masuk.
"El, ngapain sih malem-malem gini telfon."
Suara Kania serak. Ia terdengar seperti orang bangun tidur.
"Ini aku, Kansa."
Lama Kania tidak membalas sapaan Kansa.
"Kok hp nya El bisa di lu? El kenapa?"
"Ceritanya panjang. Boleh minta tolong?"
"Eh, iya. Minta tolong apa, Sa?"
"Ke depan sini. Aku di depan kos. Bantu El masuk ke kamarnya. El ketiduran."
"Oh, oke. Bentar."
Kemudian komunikasi dimatikan. Selang beberapa menit, Kania keluar dengan setelan baju tidur yang dibalut dengan kardigan kedodoran. Ia menghampiri mobil yang terparkir tepat di depan gerbang rendah indekos.
"Ini tasnya El. Cariin kunci kosnya. Biar gue yang bawa El ke dalam. Lu tunggu di dalam juga," perintah Kansa sambil menyerahkan totebag milik El kepada Kania.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELKANSA [END]
Roman pour Adolescents[Romance-Teen Fiction] 15+ How Can I Love The Heartbreak, cause You're One I love "El, kamu harus ikutin kata hati." "Nggak mau. Hati selalu nyakitin kalau diturutin." "Buktinya?" "Gue ngikutin kata hati buat mulai percaya sama lu. Tapi lu malah...