12. Menang dan Kalah

2.4K 240 32
                                    

Pernah kejebak friendzone?

<<<>>>

"Jadi, harus berapa kali gue mengalah, memberikan kemenangan untuk dia yang lo harapkan? Dia yang seharusnya gue kalahkan, justru gue izinkan menang supaya lo senang. Gue lelah, gue ingin menang walau sekali."

- Ares Sandehang -

<<<>>>

Kelas kewirausahaan baru saja selesai. Para mahasiswa segera bergerak meninggalkan kursi mereka begitu dosen keluar dari kelas. Begitu pula dengan Odit. Dia segera berdiri karena tahu ares sedang menunggunya di kantin. Tapi saat ini, odit tidak bisa langsung pergi menemui sahabatnya. Ada sesuatu yang perlu diselesaikan, lebih tepatnya ada yang perlu Odit bicarakan dengan seseorang. Kaki jenjangnya melangkah mendekati satu meja yang ada di barisan paling kanan. Di sana, seorang laki-laki sedang sibuk membereskan perlengkapan menulisnya.

"Emran," panggil Odit, sukses membuat laki-laki itu menoleh. Dari tempatnya berdiri, Odit bisa melihat dengan jelas bahwa pupil mata Emran sempat melebar. Laki-laki itu menunduk, mungkin untuk menyembunyikan kegugupannya di depan seseorang yang dia suka. "Gue udah baca surat dari lo. Dan, makasih."

Kepala Emran segera terangkat ketika mendengar kata terakhir yang diucapkan Odit. Dia hanya merasa bahwa gadis itu tidak perlu berkata demikian. Tapi sungguh, melihat Odit menggigit kedua bibirnya, benar-benar lucu di mata Emran. "Makasih buat apa? Gue nggak merasa melakukan sesuatu yang bisa bikin lo bilang makasih."

Meskipun sangat ingin menarik matanya dari laki-laki itu, Odit tetap bertahan. Dia ingat betul kata-kata Ares yang memintanya untuk terbiasa memandang lawan bicara. Dan Odit tahu pasti, itu adalah pelajaran yang ditekankan Bu Alina. Bukan, bukan berarti Odit gugup untuk sekedar bertukar pandang dengan Emran. Sama sekali tidak ada alasan untuk dia merasakan hal semacam itu. Odit hanya merasa tidak nyaman ditatap lekat-lekat oleh lawan jenis selain Ares dan juga Rayhan. Tapi tidak bisa dipungkiri, tatapan Emran saat ini begitu lembut. Tapi tentu saja, tidak lebih lembut dari tatapan milik Ares.

"Makasih karena lo suka sama gue dengan cara lo sendiri. Gue nggak tahu lo jujur atau nggak, itu urusan lo sama diri lo sendiri. Tapi kalau emang begitu kebenarannya, lo adalah orang pertama yang suka sama gue dengan alasan yang nyeleneh." Odit terkekeh sendiri, bayangan huruf-huruf yang ditulis Emran terlintas di kepalanya. Mana ada laki-laki yang menyukainya karena Odit memiliki sifat apatis. "Cuma itu yang gue sampaikan. Gue duluan."

Kesempatan seperti ini sangat jarang menghampiri Emran. Oleh karena itu, dia tidak boleh melewatkannya secara cuma-cuma. Sebelum Odit beranjak dari tempatnya, Emran sudah menahan pergelangan tangan gadis itu. Untung saja, tinggal hanya mereka berdua yang ada di kelas. Kalau ada orang lain, pasti adegan ini akan menjadi bahan gosip. Meskipun Odit bukan tipikal orang yang mempedulikan omongan jelek tentangnya, tetap saja telinganya akan panas saat mendengar perkataan orang lain yang tidak mengenakkan.

"Sorry," Emran langsung melepaskan pegangannya ketika melihat tatapan tak suka dari Odit. Dia merutuki kebodohannya dalam hati. "Sekarang kan lo udah tahu gimana perasaan gue, kalau gue suka sama lo. Apa lo nggak keberatan buat kasih kesempatan gue supaya kita bisa lebih dekat lagi?"

Odit membuang nafas panjang. Bersamaan dengan itu, bahunya merosot. Ini adalah bagian paling sulit ketika ada orang yang mengungkapkan perasaannya kepada Odit, menolak mereka. Odit memang sudah terlampau sering berada di posisi seperti ini. Hanya saja, dia tidak pernah terbiasa untuk bersikap kejam. Sebisa mungkin Odit memilih kata yang tepat supaya penolakannya tidak terlalu menyakitkan. Karena bagaimanapun juga, orang-orang itu sudah memberikan cinta mereka kepada Odit.

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang