34. Dicampakkan

2.3K 242 11
                                    

Dan pada akhirnya, lo juga sampaikan terus terang akan perasaan lo. Bukan hanya gue yang sudah sayang sama lo lebih dari kadarnya, tapi lo juga. Tapi ini justru bukan akhirnya. Ini awal dari semua perjuangan kita.”

- Ares & Odit -

<<<>>>

Hampir semua anak SMA Indonesia pasti pernah mengalami yang namanya 'naksir kakak kelas'. Entah itu hanya naksir selewat, berlanjut dalam waktu yang lebih lama, bahkan kalau sudah lebih dari 4 bulan, kita bisa menyebutnya sebagai cinta. Setuju? Dan itu pula yang dialami anak remaja yang baru berusia 17 tahun, Afrodit Nindya.

Saat orang lain menjerit karena bertemu Rigel atau Bara, Odit justru menyimpan hatinya pada satu dari tiga bintang sekolah yang terlihat malas untuk tebar pesona, Ares. Bukan malas lagi, memang sangat menghindari yang namanya tebar pesona. Kalau datang ke sekolah, wajah bantal yang selalu diperlihatkan. Seragam yang ia gunakan sepertinya tidak disetrika, tampak kusut di mana-mana. Belum lagi dengan kaos kaki yang lebih sering berbeda warna dibandingkan serasinya. Memang begitulah Ares Sandehang, siswa yang banyak keluar masuk ruang BP karena kasus perkelahian.

Dan pagi itu, Odit memutuskan untuk berangkat lebih pagi untuk melakukan sebuah aksi yang sudah dia rancang seminggu sebelumnya. Odit hendak menyimpan sebuah surat di kolong meja Ares. Tenang saja, isinya bukan meminta Ares untuk menjadi pacarnya, tapi sekedar untuk menyatakan perasaannya.

“Kok lo berangkat sekolahnya pagi amat, Dit?”

“Iya, bangunnya kepagian. Daripada denger orang tua gue berantem mulu, mending berangkat ke sekolah.” Kurang lebih seperti itulah jawaban yang diberikan Odit pada Haya. Tidak ada kebohongan di sana. Dia memang bangun lebih pagi dari biasanya, serta bosan mendengar percekcokan kedua orang tuanya.

Namun ada yang janggal. Surat Odit tidak kunjung dibalas Ares. Entah itu mereka yang berpapasan di kantin, bertemu di lapangan saat mau upacara, atau di tempat parkir beberapa menit setelah bel pertanda pulang berbunyi. Sudah satu minggu, dan Ares tidak memberikan respon apa-apa. Padahal, Odit selalu melemparkan senyum setiap kali mereka berpapasan. Ares membalas senyumnya, tapi seperti tidak memiliki makna lebih.

Hingga akhirnya, Odit memberanikan diri untuk menghampiri Ares ke kelasnya setelah mengetahui bahwa laki-laki itu dihukum keliling lapangan karena terlibat adu otot dengan adik kelasnya.

“Lho, ngapain lo di sini? Janjian sama anak kelas gue? Anak-anak yang lain udah pada pulang, tinggal gue doang. Lo telat sih datang ke tempat janjiannya, jadi ditingggal, kan? Lain kali jangan telat,” Ares memberi petuah saat mendapati Odit berdiri di koridor depan kelasnya. Penampilan laki-laki itu jauh lebih berantakan dari biasanya. Rambut lepek, keringat membasahi kening sampai jambangnya, belum lagi dengan kaos putih oblong yang saat ini dia gunakan.

Odit maju selangkah setelah menimang-nimang. Dia mendekati Ares yang sedang mengenakan kembali seragamnya. “Kak Ares?”

“Iya?” Ares secara refleks menjawab. Dia terkejut mendapati Odit ternyata belum pulang juga. “Kenapa? Ada yang mau ditanyain sama gue? Lo bukan anak OSIS yang diminta Bu Nurul buat ceramahin gue, kan?”

“Bukan, saya bukan anak OSIS,” sergah Odit dengan cepat. Dia menggigit bibir bawahnya. Menarik nafas dalam-dalam supaya bisa mengendalikan kegugupannya saat ini. Bayangkan saja, saat ini dia sedang berhadapan dengan laki-laki yang dia sukai, sekaligus sedang ditatap dengan begitu dalam. “Nama saya Afrodit Nindya, kelas 11 IPA 5.”

Satu ...

Dua ...

Tiga ...

Ares masih tidak bereaksi apa-apa. Dia malah mengangkat sebelah alisnya sambil terus memperhatikan siswi yang sedari tadi tampak gelisah. Dia malah celingak-celinguk, mencari keberadaan siswa lain yang mungkin saja sedang mengawasi mereja berdua. Di pikirannya, gadis itu sedang mendapatkan hukuman karena kalah memainkan sebuah game bersama teman-temannya. Tapi, tidak ada siapa-siapa. Hanya ada mereka berdua di sana.

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang