Epilog

7K 346 34
                                    

"Lagian sih, ngapain juga lo ikut acara yang begituan?" tanya Devon. Mungkin terdengar seperti lelucon, tapi dia serius bertanya.

"Ada juga lo banyakin beramal baik sama orang lain. Silaturahmi sana sini, bagi-bagi sembako, atau kasih dakwah door to door." Ares ikut nimbrung. "Lha, ini? Dosen aja jarang lo sapa. Ada yang permisi di depan lo, malah nggak dianggap. Ada yang bilang suka, malah lo sinisin. Gimana bisa menang?"

"Udah untung lo masuk ke seleksi terakhir, nggak dari awal." Rigel memperparah opini Ares.

Bima hanya bisa berdecak keras sambil menatap tajam ketiga sahabat laknatnya. Sudah napas ngos-ngosan karena nyanyi di kafe milik pacar Rigel, rambutnya basah diguyur Devon di toilet tadi, sekarang malah jadi bahan cemoohan. Iya, mereka sedang membahas tentang Bima yang nekat ikut pemilihan Pangeran Kampus padahal tidak ada suara yang memilihnya. Hanya ada 2 orang yang memberinya vote, Nilam dan Tata. Sudah, tidak ada lagi.

Setelah menyeruput ice coffee-nya hingga setengah, barulah Bima angkat suara. "Gue cuma penasaran aja, nggak ada niat buat bener-bener ikut. Lagian, mending gue fokus sama kuliah daripada harus jadi Pangeran Kampus."

Tanpa kenal takut, Devon menggeplak bahu Bima lumayan keras. "Pencitraan lo! Kita semua udah tahu kalau lo ikut Pemilihan Pangeran dan Putri Kampus itu soalnya Haya ikut juga."

Ares kurang mengikuti perbincangan selanjutnya. Dia fokus dengan pesan dari Odit yang dia dapat sekitar satu jam yang lalu. Isi pesan itu adalah memberi tahu Ares kalau Odit pulang ke rumahnya. Dia juga diantar Farzan, seperti yang Ares minta. Ares senang, malam ini dia akan menghabis malam bersama Odit. Ya, biarpun akan direcoki Si Kembar yang selalu berhasil merebut pacarnya itu.

Di antara yang lain, Ares yang paling dulu beres-beres. Dia memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas kuliah yang entah sudah berapa bulan tidak dicuci. "Bini gue udah nunggu di rumah. Sebelum diembat sama Duo Monster Ink, gue balik dulu."

"Cih, pamer lo!" Lagi, Devon mengeluarkan nyinyiran super dari mulutnya. Atau mungkin, kali ini Devon ingin memberi tahu Ares kalau dia iri. Apa daya dirinya yang jatuh cinta pada tunangan orang lain?

Tidak menanggapi ucapan Devon atau ejekan Rigel yang menyebutnya norak, Ares lebih memilih keluar dengan senyum lebarnya. Namanya juga pasangan baru, jadi pasti sedang kasmaran-kasmarannya. Apalagi jika melalui perjuangan panjang yang menyakitkan, tentu bahagianya berkali-kali lipat dirasakan.

Tidak terlalu banyak yang berubah dengan status mereka yang baru. Cara bicaranya mereka masih sama, Ares masih cuek dengan penampilan, dan Odit masih berusaha mandiri sebisanya. Hanya saja, sekarang mereka sudah tidak sungkan lagi untuk memberikan perhatian satu sama lain, jujur tentang cemburu, juga menyampaikan cinta.

"Assalamu'alaikum, Mi. Anak Mami paling ganteng udah kembali ke istana," teriak Ares begitu memasuki rumah. Tidak ada jawaban. Pasti maminya Ares sedang menidurkan Si Kembar di kamar mereka. "Ya ampun, kesayangan gue kok tidur di sini?" Ares geleng-geleng kepala, mendekati Odit yang sedang terlelap di sofa ruang tengah.

Tas ransel disimpan dengan asal di atas meja oleh Ares. Dia duduk di lantai, menatap lekat-lekat wajah Odit. Meskipun tidur dengan mulut yang sedikit terbuka, Odit akan selalu cantik. Apalagi dengan freckless di bawah matanya, Ares tidak akan bisa berpaling.

"Tadi Mami udah minta Odit buat tidur duluan, tapi nggak mau. Jadinya malah ketiduran di sofa." Bu Alina datang dari arah belakang. "Kamu mandi dulu sana, bau keringet. Terus, pindahin Odit ke kamarnya. Nanti malah sakit kalau kelamaan tidur di sofa."

"Siap, Bos!" jawab Ares sambil memberi hormat pada maminya. Pantas saja semua orang sudah tidur, sekarang pukul 11 malam. "Gue mandi dulu, ya. Lo jangan jatuh." Tangan Ares mengusap kepala Odit. Lalu dia berdiri, berniat pergi dari sana. Hanya saja, harus tertahan saat Ares mendengar suara serak Odit.

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang