14. Perang

2.2K 234 22
                                    

“Jangan khawatir, gue pasti akan menang. Lo hanya perlu mempersiapkan diri untuk melepaskan dia.”

- Ares Sandehang -

<<<>>>

Sambil menggigit roti selai kacang, Odit gambar tas kuliahnya yang penuh dengan buku. Dia mematikan seluruh lampu di rumah terlebih dahulu, itung-itung pengiritan. Gadis itu berulang kali mencoba membuka pintu padahal sudah dikunci sebelumnya. Hidup sendirian menuntut Odit untuk memastikan rumahnya tetap aman. Tidak ada barang berharga di dalamnya, tapi rumah sederhana inilah yang menjadi perlindungan Odit dari panas dan dingin. Di rumah yang tidak seberapa itulah Odit melepaskan segala penatnya setelah bekerja sampai larut malam.

Dia berbalik, mendapati Rayhan sedang berdiri sambil bersandar ke pintu mobil. Laki-laki itu melipat kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum tipis, hingga terlihat dengan jelas lesung pipitnya. Odit menghampiri Rayhan sambil celingak-celinguk mencari seseorang. “Kamu ngapain pagi-pagi di sini? Bukannya berangkat kerja, malah nongkrong depan rumah orang.”

Rayhan tertawa renyah. Gadisnya ini memang tidak pernah absen membuatnya merasa gemas. “Aku sengaja pagi-pagi nongkrong depan rumah kamu, buat nganterin kamu ke kampus. Kan aku udah janji buat bikin hubungan kita jadi lebih baik.” Rayhan tahu pasti arti kerutan di kening pacarnya itu. “Aku udah telepon Ares kok, minta dia buat nggak perlu jemput kamu.”

“Bagus deh kalau kayak gitu. Dia juga ada kelasnya nanti siang, kan nggak enak kalau dia ke kampus cuma buat nganterin aku.” Sama halnya seperti Ares yang mengetahui jadwalnya, Odit juga tahu jadwal kuliah Ares. Meskipun sudah menjadi kebiasaan, tapi tetap saja, ada perasaan tidak enak hati kalau Ares harus datang pagi-pagi ke kampus untuk sekedar mengantarkan Odit. “Jadi, kita jalan sekarang?”

Rayhan langsung bergerak membukakan pintu untuk Odit. Tidak lupa dengan senyumnya yang menawan, Rayhan mempersilahkan Odit masuk. “Silakan, Tuan Putri.”

Diperlakukan dengan begitu istimewa, tentu saja membuat Odit malu sendiri. Dia tidak bisa menyembunyikan rona kemerahan di pipinya. Dan itu seperti piala penghargaan untuk Rayhan. Ini adalah awal yang baik untuk hubungan mereka ke depannya. Sebisa mungkin, Rayhan harus membuat Odit bahagia. Ini adalah kesempatan terakhirnya, tidak boleh disia-siakan begitu saja. Sekali saja dia membuat kesalahan, berakhir sudah hubungan mereka. Dan bukan hanya Rayhan, Odit juga tidak menginginkan hal itu.

“Habis nganterin aku ke kampus, kamu bakalan langsung ke kantor?” tanya Odit begitu mobil Rayhan sudah meninggalkan pekarangan rumah.

“Iya, aku harus kasih arahan sama sepupu aku. Tapi nanti aku usahakan buat jemput kamu kok.” Rayhan mengusak rambut Odit dengan penuh kasih sayang. “Kamu juga ada pemotretan nanti malam, kan? Biar aku yang antar ke studio.”

Tiba-tiba, Odit teringat sesuatu. Hampir saja dia lupa memberitahu Rayhan berita yang menyenangkan. “Kamu tahu? Aku bakalan ikut tampil di acara Jakarta Fashion and Food Festival nanti. Aku bakalan pakai kebaya rancangan Ayesha Camilla!” Odit sudah tersenyum senang, dia sudah sangat optimis kalau berita itu akan disambut baik oleh Rayhan. Tapi ternyata, laki-laki itu malah memandangnya dengan penuh bingung. “Ayesha Camilla, salah satu desainer muda Indonesia. Dia itu idola aku banget. Masa kamu nggak tahu sih?”

“Sayang, aku nggak punya waktu buat tahu orang-orang yang terkenal di dunia entertainment. Dari pagi sampai malam, kerjaan aku cuma di depan laptop, ngurusin berkas-berkas perusahaan. Aku mana tahu orang-orang yang nggak satu bidang sama aku.” Boro-boro menonton televisi yang menampilkan berita bencana alam, Rayhan hanya sibuk mencari berita tentang nilai rupiah dan perkembangan perekonomian Indonesia melalui ponselnya. Dia tidak punya banyak waktu untuk disia-siakan pada sesuatu yang kurang penting menurutnya. “But congratulation for the event. Kalau aku ada waktu, aku pasti datang ke acara itu.”

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang