20. Telepon

2K 213 13
                                    

Gue selalu berusaha menjaga lo, menghindarkan lo dari semua rasa sakit. Tapi bagaimana jika rasa sakit itu dari dari bibir gue sendiri? Apa gue bisa?”

- Ares Sandehang -

<<<>>>

Dengan nafas ngos-ngosan, Odit keluar dari lift sambil menenteng sepasang high heels di tangannya. Dia pernah selelah ini, lebih malah, tapi kembali bekerja keras setelah sekian lama bekerja santai, Odit lebih bisa menghargai pekerjaannya sebagai model. Dia juga menjadi lebih merasa bersyukur, setidaknya dia memiliki pendapatan lumayan besar setiap bulan untuk menyambung hidup.

Setelah segala persiapan dari nol, pemotretan yang setiap minggunya ada, akhirnya fashion festival yang bagian dari rangkaian acara JF3 akan dimulai besok sore di lobby hotel besar daerah Kelapa Gading. Dan seharian ini, dari pagi sampai malam, semua model melakukan gladi bersih. Mereka tidak langsung pulang, melainkan menginap di hotel. Satu kamar diisi oleh dua sampai tiga orang, itupun dengan teman satu agensi. Dan selain Gita, Odit juga harus tidur bersama Sherly. Jika Gita disenangi oleh semua orang karena sikapnya yang lemah lembut, Sherly ini berbeda.

“Habis Gita, gue yang mandi. Gue juga mau berendam dulu, pokoknya sampe puas. Baru lo. Siapa suruh baliknya telat!” sinis Sherly saat Odit baru saja masuk ke kamar mereka. Seperti inilah dia, selalu bersikap sinis pada orang lain. Bahkan dia menjunjung tinggi senioritas di Future Entertainment, menekankan pada junior untuk mencontohnya. Padahal, prestasinya tidak seberapa. “Gue nggak ngerti sampai sekarang, kenapa lo bisa ikut acara ini. Lo masih amatiran, masih anak bawang, rasanya mustahil aja kalau bisa tampil di acara sebesar JF3. Kalau gue sama Gita udah jelas, kita berpengalaman dan profesional.”

Dengan begitu pelan, Odit membuang nafasnya. Ini bukan kali pertama Sherly berkata demikian. Bahkan, dia memberikan reaksi berlebihan saat tahu odit akan tampil dengannya di acara JF3. Reaksi yang seharusnya sangat menyinggung kalau itu bukan Odit. Odit mengerti, memang sudah karakternya seperti itu. “Saya juga masih nggak percaya, Mbak. Tapi pasti saya bersyukur bisa dipercaya untuk acara ini, tampil dengan baju rancangan idola saya sendiri.”

Sherly berdecih sambil memutar bola matanya malas. Meskipun hanya berbisik, tapi Odit bisa mendengar bahwa Sherly berkata dia bersikap sok suci. “Tapi, yang gue dengar dari anak-anak yang lain, lo sogok Pak Amir. Gitu ya cara lo buat bisa tampil sama model yang senior-senior kayak gue? Bikin malu banget!”

“Nggak sekalian sebutin berapa nominalnya, Mbak?” Odit membalas dengan nada jenaka. Dia heran, kenapa gosip yang tidak mendasari itu berseliweran di kantor agensi. Tidak tahu siapa yang menciptakan gosipnya, tapi berhasil mengelabui sebagian orang yang bekerja di sana. ”Kalau saya sampai bisa sogok Pak Amir, berarti bayaran saya mahal dong, Mbak? Tahu kayak gitu, mendingan saya kumpulin buat nyogok masuk acara yang lebih gede lagi. Jakarta Fashion Week, misalnya?”

Suara deritan pintu kamar mandi menahan balasan dari Sherly. Selain orangnya yang suka berkata pedas, Sherly juga bermuka dua. Lihatlah dia sekarang, senyum lebar ke arah Gita yang baru selesai mandi. “Lebih seger ya, Mbak? Badan saya juga udah lengket banget ini.” Kemudian dia berbalik, menghadap Odit. Berpura-pura tersenyum malah membuat wajahnya semakin memuakkan. “Mbak duluan ya, Dit? Baru nanti kamu. Nggak bakalan lama kok.”

“Santai aja, Mbak. Kalau mau berendam juga nggak apa-apa. Saya numpang mandi di kamar manajer saya aja.” Odit segera membawa perlengkapan mandi serta baju ganti. Dia bergerak mendekati pintu, lalu berpamitan dengan senyum tipis. Tapi dalam hati, Odit tertawa penuh kemenangan saat melihat Sherly tampak begitu kesal padanya. Odit tahu, Sherly juga iri karena dia memiliki road manager yang kerja maksimal seperti Ares. Dasar, nenek lampir!”

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang