17. Bisa?

2.2K 223 31
                                    

Apakah perlu gue merelakan segala perhatian lo terbagi suatu hati nanti? Terbagi pada seseorang yang lo jadikan pendamping lo, seorang wanita yang lo cintai dengan sepenuh hati. Apa harus gue merelakan lo bahagia dengan orang lain?”

- Afrodit Nindya-

<<<>>>

Ares memposisikan tubuhnya untuk miring ke kiri. Pemandangan Garong yang sedang tidur dengan mulut terbuka terasa aneh ada di layar ponselnya. Pasti temannya itu terlalu lelah harus bekerja di depan laptop seharian. Kantung matanya sudah sebesar balon, belum lagi dengan lingkaran hitam yang semakin hari semakin menyeramkan. Semelelahkan itu ya bekerja sebagai peretas? Dari pagi sampai malam, Garong sepergi tidak lepas dari laptop yang sudah ribuan kali dia caci maki itu. Berhenti kalau ada urusan mendadak panggilan alam, urusan perut atau urusan toilet.

Baiklah, berhenti membicarakan Garong. Dia sedang tidur nyenyak.

Saat ini, Ares sedang terhubung dengan salah satu sahabatnya yang terjebak LDF, - Long Distance Friendship, Bara Hadrian. Baru sekitar 2 hari yang lalu mereka teleponan sampai telinga Ares panas. Bukan, sama sekali bukan pasangan gay. Ingat, Ares cintanya pada Odit seorang. Tapi, yang menjadi alasan mereka rutin terhubung melalui panggilan telepon seperti ini karena Bara butuh informasi tentang pujaan hatinya, Tata. Tidak memiliki keberanian untuk menanyakan kabarnya secara langsung, Bara merekrut Ares sebagai informannya.

“Mendingan lo berdua tenggelam di Segitiga Bermuda aja sono! Video call kayak gitu, bikin semua orang jijik!” celetuk Rigel sambil bergidik geli. Ares sudah mirip seorang gadis yang menerima panggilan dari pacarnya, terbaring manja di kasur lantai yang baru dibeli seminggu yang lalu. Sementara di sampinya, ada Garong yang sedang mengorok. “Atau kalian gantung diri bareng-bareng aja. Dunia ini terlalu kejam buat dua pencundang kayak kalian.”

Tentu saja Ares tidak terima dengan penghinaan seperti itu. Dia segera memposisikan tubuhnya untuk duduk tegap, lalu melemparkan kresek kecil yang berisi cangkang kuaci. “Lo yang gantung diri sono, bangsat! Bantuin korban banjir sono, biar lebih berguna hidup lo! Bukannya bantuin temen, malah ngolok-olok aja kerjaannya.” Ares marah, bukannya takut, Rigel malah mencemoohnya. Menirukan kata demi kata yang Ares katakan dengan bibir yang melengkung ke bawah. Ares harus sabar, nanti disayang Odit.

Udah, nggak usah diladenin orang kayak gitu, Res. Nanti juga diem, kalau Nilam selingkuh.”

Wajah Rigel memanas seketika. Sedangkan Ares langsung meledakkan tawanya. Beberapa orang yang mendengar oenuturan Bara itu juga ikut tertawa, puas mengejek Rigel. Lalu, laki-laki itu bergerak duduk di samping Ares, melotot pada kamera depan, seakan-akan sedang melototi Bara yang sedang ada di Groningen sana. Tapi sayang, kemarahannya menguap entah kemana saat melihat raut wajah lelah Bara. Sekarang pukul 11 malam, berarti di sana pukul 5 sore. Pasti Bara baru pulang kuliah. Rigel jadi rindu saat-saat mereka kumpul dulu.

“Balik, Bar, balik! Bentar lagi libur semester tuh, sekali balik ke Jakarta gak apa-apa kali. Jangan keliling dunia mulu. Percuma lo liburan keliling Eropa sementara hati lo ada di sini.” Rasanya, Rigel puas mengeluarkan uneg-unegnya. Itu bukan sekedar cemoohan semata, Rigel juga sedang menasehati sahabatnya. Benar bukan, percuma mencari hiburan, sementara hatinya tertinggal di suatu tempat? Bara hanya perlu datang ke tempat hatinya tertinggal itu, supaya dia tidak terus menerus terlihat menyedihkan.

Ares menepuk bahu Rigel. “Boro-boro datang ke Jakarta, Gel, email dari Tata aja nggak dibalas. Cuma dibaca sambil elus-elus laptop.”

Bara langsung memijat pelipisnya saat terdengar tawa puas teman-teman yang lain. Mereka memang tidak akan sungkan untuk saling menertawakan satu sama lain. Udah deh, nggak perlu kalian pada ketawain gue kayak gitu. Nggak usah munafik, kalian semua juga pasti pernah jadi pecundang kalo urusan hati. Lo juga, Gel!”

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang