43. Ujung Perjuangan

2.6K 263 54
                                    

Gue setuju, segala hal yang instan akan terasa sangat menyenangkan. Tapi tidak dengan mendapatkan lo. Dan gue tidak keberatan kalau memang harus berjuang keras supaya bisa memiliki lo. Karena dengan begitu, gue akan menghargai kehadiran lo selamanya.”

- Ares Sandehang -

<<<>>>

Begitu urusannya di UGD selesai, Ares langsung bergegas ke ruang rawat Odit. Dia tidak menghiraukan luka di paha maupun lengannya, luka yang diakibatkan oleh sayatan pisau Emran. Ares belum bisa tenang kalau tidak tahu kondisi Odit dari dokter langsung. Dan begitu dia sampai, dokter baru saja selesai memeriksa keadaan Odit. Dia mempersilahkan dokter dan perawat keluar, lalu segera menghampiri Rigel yang sedari tadi sudah stand by di sini.

“Kekurangan nutrisi sama dehidrasi. Tubuhnya juga kekurangan glukosa. Jadi, Odit bakal butuh banyak cairan infus,” terang Rigel begitu Ares berada di hadapannya. Yang lain diminta pulang, tinggal sisa Rigel, Boncel, dan Garong. Dua sejoli itu sudah tidur di atas sofa. “Gimana sama luka lo?”

Mata Ares memicing, dia melemparkan senyum menjijikkan pada Rigel. “Gue jadi terharu. Lo bisa khawatir juga sama gue.” Dan sekarang, dia sudah memukul dada Rigel selayaknya seorang gadis. Dia berdecih saat Rigel menepis tangannya kasar. “20 jahitan di paha, 8 jahitan di lengan. Nindya masih mau sama gue nggak kalau gue punya bekas luka?”

Baiklah, Rigel menyesal sudah menanyakan kondisi fisik Ares. “Harusnya, lo khawatir sama kewarasan lo! Di situasi kayak gini, lo masih aja bisa becanda!” Dengan kesal, Rigel segera berjalan menuju sofa, bergabung dengan Boncel dan Garong yang mendengkur halus. Ares juga menyusulnya. “Emran beres. Cuma, kata Nino, dia harus dirawat intensif dulu sebelum diinterogasi.”

Ada perasaan senang tersendiri saat Ares tahu bahwa Emran hampir mengalami gegar otak. Ares jadi semakin mengagumi kekuatan tangannya. Tapi, tentu saja, dia belum bisa tenang sebelum Emran mendapatkan hukuman paling berat. Dia akan memastikan bahwa Emran menyesal sudah cari gara-gara dengannya.

Rigel juga sudah memberi tahu Bu Inez. Besok pagi, beliau akan dijemput olehnya, bersama Wasa. Selain itu, Rigel juga harus berhadapan dengan kehebohan Haya yang membuat telinganya sakit. Gadis itu memaksa untuk datang malam ini juga. Saat Rigel mengatakan kalau ruang rawat Odit penuh dengan anak-anak motor, barulah Haya menurut akan datang besok paginya. Dia jelas berbeda dengan Tata yang bisa tenang. Meski Rigel tahu, sebenarnya Tata juga khawatir.

Pintu dibuka dari luar, membuat Ares dan Rigel menoleh secara bersamaan. Dan saat itu, muncul Rayhan sambil membawa 5 gelas kopi yang dia beli dari kafetaria. “Gue rasa, kita semua butuh kopi,” tukasnya. Rayhan hanya menyimpan kopi itu di meja, lalu berjalan mendekati Odit yang terbaring lemah.

“Gue nggak nyangka kalau kalian bisa kerja sama. Selama ini, lo kayak yang punya dendam tersendiri sama si Domba Cina.” Rigel mengambil satu gelas kopi, laku menyesapnya dengan hati-hati. Dia bisa melihat kalau Ares tersenyum miring saat ini. “Lo nggak takut Odit diambil lagi?”

“Gak usah kompor deh!” ketus Ares. Dia tahu, Rigel bukan hanya bertanya, dia memang berniat membuat Ares panas dingin melihat Rayhan yang memandangi Odit dengan begitu dalam. “Hati Nindya bakal gue pegang erat-erat, tapi nggak sampai meletus. Gue nggak akan kasih ijin siapa aja buat ambil hati itu.”

“Najisin lo!” ejek Rigel sambil tertawa geli.

Selanjutnya sunyi. Ares bisa melihat dengan jelas seberapa besar cinta Rayhan untuk Odit. Cara dia menatap, cara dia membelai rambut Odit, cara dia memohon supaya Odit cepat sadar, semuanya begitu penuh kasih sayang. Tapi sayang, Rayhan hanya bisa memberikan cinta, bukan perjuangan besar yang bisa mempertahankan Odit. Yang harus dia lawan adalah otoriter kedua orang tuanya, dan Rayhan tidak mampu.

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang