33. Pengakuan

2.3K 231 13
                                    

Dan tenyata, butuh waktu yang begitu lama untuk bisa jujur akan perasaan gue. Butuh luka yang begitu sakit untuk memupuk keberanian gue. Butuh usaha yang begitu keras sampai akhirnya kalimat cinta itu lolos. Gue cinta lo.”

- Ares Sandehang -

<<<>>>

“Kalau Kak Odit udah punya adik, berarti aku nggak jadi adik Kak Odit lagi?”

Alis Odit langsung terangkat saat mendengar penuturan Athena. Sekarang, mereka sedang menyiram mawar-mawar yang ada di depan rumah Odit, yang ditanam bersama Ares dulu. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja Athena mengatakan sesuatu yang mengejutkan. Catat, Odit dari tadi menempel dengannya, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan berpaling pada Wasa. Tapi tidak tahu apa yang dibicarakan para orang dewasa di meja makan tadi sampai bocah itu bisa berkata demikian. Odit berjongkok, melepaskan selang setelah mematikan kerannya terlebih dahulu.

“Thena kok ngomongnya kayak gitu, Sayang? Kata siapa Thena bukan adik Kak Odit lagi?” Odit menyelipkan anak rambut Athena ke balik daun telinganya. Ekspresi wajah Athena saat ini benar-benar lucu. Bibirnya sudah sedikit melengkung ke bawah, belum lagi dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.

Athena mengambil tangan Odit, menggenggamnya erat-erat. “Tadi, Bang Ares bilang kalau anak cowok yang makan di meja itu adiknya Kak Odit. Adik satu ibu, nggak kayak aku yang beda ibu. Terus, Bang Ares bilang aku nggak bisa manja-manja lagi sama Kak Odit, katanya nggak enak sama anak itu.” Satu air mata lolos membasahi pipi Athena. Dia menatap Odit dengan penuh harap. “Aku masih adek Kak Odit kan, ya? Aku masih boleh minta dibeliin mainan sama Kakak?”

Terkutuklah Ares yang tidak bisa membedakan cara bicara pada orang dewasa dan juga pada anak kecil. Dalam momen-momen seperti inilah terkadang Odit merasa bingung, Ares itu anak kandung Bu Alina atau bukan. Dia sangat pandai bertingkah laku baik pada orang lain, tidak pernah menolak kalau dimintai pertolongan meski itu akan membuatnya repot. Tapi saat berinteraksi dengan kedua adiknya, Ares selalu menyebalkan bahkan terkesan tidak berperikekakakan. Setiap hari, selalu saja ada ulahnya yang membuat Athena atau Aether, -bahkan lebih sering keduanya, menangis.

“Masih bisa dong kamu manja-manjaan sama Kak Odit, masih bisa minta beli mainan juga,” Odit menghapus air mata Athena yang turun. “Wasa adik Kak Odit, kamu sama Aet juga adik Kak Odit. Kakak sama-sama sayang sama kalian, nggak ada yang beda. Pokoknya, gak usah dengerin Bang Ares. Dia kan emang suka usil sama kamu, sama Aet.”

“Pantesan kuping gue daru tadi panas, ternyata gue lagi digosipin,“ tiba-tiba saja Ares keluar sambil membawa dua gelas jus strawberry. Sang tersangka ini malah terlihat senang sedang dibicarakan Odit dan Athena. “Nih, jus buatan mommy lo. Biar semangat nyiram bunganya gitu.”

Odit segera bangkit, dia langsung berkacak pinggang pada Ares. “Lo kalau ngomong sama anak-anak bisa yang bener nggak sih, Res? Gue bosen ingetin lo terus, beneran deh!” semprot Odit dengan wajah galaknya. “Lo ngapain pake bilang Thena gak bisa manja lagi sama gue, hah? Lo aja yang badannya segede gini masih suka tuh manja-manjaan sama gue, kenapa Thena nggak bisa?!”

Ares mengedipkan matanya berulang kali. Dengan gerakan lambat, Ares meletakkan nampan yang ada di tangannya ke teras. Bukannya takut, Ares malah menanggapi kemarahan Odit ini dengan santai. Malahan, sekarang dia sudah tersenyum lebar. “Gue becanda sih, Nin. Dibawa serius mulu deh kalau urusannya Si Kembar. Gue pengen tahu aja sih, lo mau nggak ngakuin Wasa sebagai adik lo. Gue tahu Thena bakalan ngadu sama lo, pake drama-drama nangis gitu tuh,” Ares melirik Athena yang masih cemberut, berdiri di belakang tubuh Odit. Tapi hanya sebentar, dia kembali menatap Odit. “Ternyata, lo mau ngakuin Wasa adik lo. Wasa adik Kak Odit, kamu sama Aet juga adik Kak Odit. Kakak sama-sama sayang kalian, nggak ada yang beda. Gitu, kan?” Ares meniru ucapan Odit beberapa saat yang lalu.

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang