39. Mengakhiri

2.3K 254 19
                                    

"Masalah merelakan, pelan-pelan saja. Pastikan semua kenangan tidak akan terasa tajam lagi, sampai tidak bisa menusuk hati nantinya. Pelan-pelan saja, supaya hatimu mengerti bahwa merelakan memang solusi yang terbaik."

- Afrodit Nindya -

***

Mobil Rayhan berhenti ketika sudah sampai di depan rumah Odit. Tidak ada yang bersuara di antara mereka sepanjang perjalanan tadi. Rayhan berkecamuk dengan perasaan bersalahnya, sedangkan Odit dilanda cemas secara tiba-tiba. Bagaimana jika Bu Mika mengusik keluarganya? Bu Inez dan Wasa, Hero dan keluarga kecilnya, juga kehidupan Pak Arthur yang terlihat bahagia dengan seorang wanita. Mereka memang tidak seperti keluarga yang lain, tapi itu bukan berarti Odit akan diam saja jika keluarganya terancam bahaya, apalagi dia mengetahui ancaman bahaya itu datang dari keluarga Rayhan.

"Aku benar-benar minta maaf atas kejadian tadi. Kamu boleh marah sama aku, caci maki aku, atau mungkin kamu mau tonjok aku, aku nggak apa-apa. Tapi kamu masih mau untuk berjuang--"

"I can't," potong Odit dengan cepat. Mereka berdua saling bertukar panjang dengan begitu dalam, yang jelas, keduanya sama-sama dilanda takut sekarang. "Maaf, aku nggak bisa berjuang lagi buat kita. Aku nggak mungkin menempatkan keluarga aku dalam bahaya, Ray. Terlepas dari gimana kondisi keluargaku, mereka tetap keluargaku."

Rayhan menggelengkan kepalanya, benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Dit, aku bisa kok jaga kamu sama keluarga kamu. Aku akan berjuang dengan keras supaya kalian nggak kenapa-napa. Tapi please, jangan lelah buat berjuang sama aku. I can't live without you."

Sungguh, ucapan Odit yang menyebutkan bahwa Rayhan begitu tergila-gila padanya hanya sebuah bualan semata. Dia sudah tidak tahan lagi di injak-injak oleh Bu Mika, dengan lidahnya yang berbisa. Itu bukan berarti Odit memang mengharapkan demikian, Rayhan yang akan lebih memilih Odit dibandingkan keluarganya sendiri. Karena terlepas dari segala otoriter yang di miliki Bu Mika maupun Pak Jiangwu, mereka hanya berharap yang terbaik untuk putra mereka. Apalagi di sini posisinya Rayhan adalah pewaris tunggal keluarga Zhang. Tentu mereka juga perlu memilih calon menantu yang sempurna untuk masa depan keturunan mereka.

"Aku tahu, kamu sayang banget sama aku. Dan aku harap kamu juga tahu, bahwa aku ...," Odit menjeda kalimatnya tiba-tiba. Tidak apa-apa, setidaknya dulu, dia juga pernah menyayangi Rayhan. Sebelum akhirnya terhapuskan karena selalu dikecewakan, tersisihkan karena kehadiran laki-laki lain. "Aku juga sayang sama kamu. Tapi kita tuh gak mungkin, kita mustahil. Aku sadar diri, aku nggak akan pernah pantas bersanding dengan kamu. Aku nggak bakalan pernah bisa diterima di keluarga kamu. Apalagi sekarang, mama kamu sudah menolak dengan tegas hubungan kita. Mungkin memang seharusnya kita berakhir."

Secepat kilat, Rayhan meraih tangan Odit dan menggenggamnya kuat-kuat. Seakan-akan dia takut Odit akan pergi meninggalkannya saat itu juga. Karena begitu kenyataannya, Rayhan sudah sangat takut dengan serangkaian kata yang diucapkan Odit barusan. "Aku janji, aku akan cari solusi lain yang nggak akan menempatkan keluarga kamu dalam bahaya, tapi kita masih bisa lanjut." Rayhan membasahi kedua bibirnya. Dia tidak pernah sesakit ini sebelumnya. Dan sekarang, dia sudah seperti kertas yang begitu rapuh karena gadis bernama Afrodit Nindya. "Aku mohon, jangan tinggalin aku. Aku cinta sama kamu, Dit."

"I know it. I know it so well, Rayhan. Tapi aku nggak bisa buat bertahan lebih lama lagi." Odit balik menggenggam tangan Rayhan. Dia berusaha untuk memberikan pengertian yang bisa diterima laki-laki itu. Mereka tidak bisa lagi berlanjut, selain karena keamanan keluarganya yang terancam, tapi juga karena perasaan Odit yang sudah bukan lagi milik Rayhan. "Ray, tanpa kejadian ini pun, kita pasti akan berakhir, cepat atau lambat. Aku akui, aku bahagia sama kamu, tapi kayaknya aku nggak bakalan bisa mengerti posisi kamu sebagai penerus perusahaan keluarga. Aku akan terus marah tiap kali kamu lebih mementingkan perusahaan, dibandingkan buat ketemu sama aku. Dan aku juga tahu, seenggaknya itu akan menjadi beban pikiran buat kamu. Hubungan yang kayak gitu tuh nggak sehat, nggak sepantasnya kita pertahankan."

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang