31. Tamu Tak Diharapkan

2.1K 223 9
                                    

Lo sayang gue, itu kenyataannya. Gue sayang lo, itu hukum mutlaknya.”

- Ares Sandehang -

<<<>>>

“Res!”

Hampir saja Ares bersumpah serapah ketika bahunya ditepuk lumayan keras oleh seseorang dari belakang. Bayangkan saja, dia sedang tidur nyenyak setelah seharian memikirkan Odit, tiba-tiba harus terganggu dengan panggilan dari Haya. Dan ketika diangkat, jantung Ares rasanya mau meledak saat Haya berkata bahwa dia dan Odit sedang ada di salah satu klab malam yang cukup berbahaya. Belum lagi dengan fakta bahwa Odit sedang mabuk. Sepanjang perjalanan, Ares harus menerima makian dari pengendara yang lain. Dia tidak peduli, yang menjadi prioritasnya saat ini adalah Odit.

Ares mengernyitkan kening ketika mendapati Bima sedang berdiri di belakangnya. Dia berbalik. “Lo ngapain di sini? Jangan-jangan, lo yang bawa Haya sama Nindya ke sini?”

Tanpa menjawab pertanyaan Ares, Bima langsung saja menarik ujung kaos laki-laki itu dan segera masuk. Seperti sebelumnya, penjaga meloloskan mereka yang datang bersama member Night Heaven. Melewati kerumunan wanita yang berulang kali mengajak mereka bergabung, akhirnya keduanya sampai di tempat Odit dan Haya. “Gue sama sekali nggak bertanggung jawab sama kondisi sahabat lo ini. Dia yang bertanggung jawab,” Bima menunjuk Haya dengan dagunya.

“Parah lo, Ya. Bawa-bawa Nindya ke tempat yang kayak gini,” Ares menatap Haya dengan kecewa. Pasalnya, tidak peduli jika Odit berkecimpung di dunia modeling, dia tetap menjaga pergaulannya dengan sangat ketat. Bisa dipastikan ini kali pertama Odit datang ke tempat aneh seperti ini. Kemudian Ares bergerak untuk mengguncang-guncang badan Odit yang sedari tadi hanya bersandar ke meja bartender. “Nin, lo bisa denger gue? Ini gue, Ares. Kita pulang, yuk?”

“Gue nggak mau pulang sama lo! Lo ke sini pasti bawa Vita, kan?!” Odit menepis kasar tangan Ares. Tangisan yang sempat terhenti kini kembali berlanjut. Odit menatap Ares lekat-lekat, matanya merah, berair, kemudian menangis. “Lo nggak sayang lagi sama gue, Res. Lo sayangnya sama Jovita. Lo udah buang gue, lo ganti posisi gue sama dia. Jadi gue nggak mau pulang sama lo! Gue mau di sini aja.”

Haya nyengir kuda saat Ares menatapnya dengan tajam. “Emang gue yang minta diantar ke sini. Tapi kalau buat masalah Minum1an itu, lo salahin aja bartendernya, gue nggak tahu apa-apa. Pas gue lagi merhatiin Kak Bima, tiba-tiba aja Odit udah ngomong ngelantur kayak gini,” jelas Haya panjang lebar, berusaha untuk membela diri. Memang bukan salahnya, Odit saja yang bodoh malah memesan minuman pada bartender.

Jangan tanya seberapa besar keinginan Ares untuk marah saat ini, untuk sekedar mengomel panjang lebar pada Haya. Tapi dia tahu, itu hanya akan sia-sia. Ares lebih memilih untuk menggendong paksa tubuh Odit yang meronta-ronta. Untung saja Ares rajin membentuk otot-otot tangannya meskipun sekedar mengangkat barbel kecil. Dia bersyukur saat Odit menghentikan penolakannya, dan malah mengalungkan tangannya di leher Ares. Tangisannya malah semakin menjadi.

“Bim, lo antar Haya pulang gih. Gue nggak bisa, harus ngurusin Nindya.” Ares berdecak saat melihat Bima menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Sebenarnya dia juga masih bingung, mengapa ada Bima disana. Dan besok, Haya harus menjelaskan semuanya secara detail. “Gak mungkin lo biarin Haya balik sendirian, kan? Pokoknya gue nggak mau tahu, lo harus antar dia pulang. Gue percaya sama lo, Bim.”

Setelah mengatakan itu, Ares segera membawa Odit keluar. Dia sedikit kewalahan karena ada begitu banyak orang di sana. Belum lagi dengan tangisan Odit yang tidak kunjung mereda. Ares baru bisa bernafas lega saat dia sudah duduk di kursi kemudi, serta Odit yang ada di sampingnya. Tangan Ares terulur untuk merapikan rambut Odit, dia juga mengusap pipi Odit yang basah karena air mata. Sekitar 3 hari mereka tidak bertemu, pertemuan pertama mereka malah seperti ini.

Mitologi Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang