"Sudah jelas, dunia ini panggung sandiwara. Tapi setidaknya, kita harus jujur pada diri sendiri, terutama tentang perasaan hati kita sendiri. Hidup ini terlalu berharga jika dihabiskan untuk berpura-pura sepanjang waktu."
- Haya Fawnia -
<<<>>>
"Gilaaa, Ayesha cantik banget sih, Dit? Nyokapnya pasti nonton acara Miss World pas lagi hamilnya. Mulus banget, astaga. Kenapa wajahnya bisa pas banget, ya? Kulitnya itu ada pori-porinya nggak sih? Suaranya pasti halus, kayak lullaby."
Tidak bisa menanggapi rentetan kalimat yang dilontarkan Haya, Odit hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Sedangkan sahabatnya itu hanya terus menggulir foto yang ada di ponsel, sesekali berdecak kagum. Baik itu karena fisik Ayesha, desain baju karyanya, atau tentang megahnya acara fashion show yang Odit hadiri. Bukan hanya Odit, Haya juga salah satu fans berat Ayesha Camilla. Haya juga mewanti-wanti supaya memberi tahunya kalau Odit kembali terlibat dalam satu proyek dengan Ayesha. Haya siap menggantikan Ares sebagai road manager.
"Dia udah punya calon belum, Dit?"
Kening Odit berkerut seketika. Rasanya sangat mustahil seorang Ayesha Camilla belum memiliki calon suami. Usianya sudah matang, karir menunjang, dari keluarga terpandang, semuanya sempurna. Tapi, dari semenjak persiapan selama sebulan, sampai acara fashion show digelar, Odit tidak pernah melihat Ayesha mengobrol malu-malu melalui panggilan telepon atau ada seorang pria yang datang untuk memberikan semangat. Ayesha sangat-sangat sibuk dengan semua persiapannya.
"Nggak tahu tuh," Odit akhirnya mengangkat bahu. "Mungkin aja punya, tapi nggak mau dipublish." Bisa saja, bukan? Apalagi netizen jaman sekarang benar-benar berbahaya. Hubungan yang baik-baik saja dikatakan berantakan, hubungan yang retak dikatakan bubaran.
"Jangan ngomongin orang, woy!" Ares tiba-tiba saja duduk di samping Odit, bahkan menggandeng bahunya. Kali ini, dia menggunakan turtle neck sweater berwarna hitam juga dengan jeans panjang, tanpa ada bolong-bolong di bagian lututnya. Dia memandang Haya yang memperhatikan penampilannya. "Kenapa? Gue ganteng, ya? Emang kali! Udah dari dulu gue ganteng, cuma mata lo aja tuh yang kehalang sama kotoran! Ngapain deh lo di sini? Balik sana, balik! Bikin kantin penuh aja lo!"
Hampir saja Haya melemparkan ponsel Odit yang sedari tadi dia pegang. Wajah songong Ares benar-benar menyebalkan. Belum lagi dengan senyum miringnya serta nada bicara yang mirip orang mengajak tawuran. Kalau tidak ingat dia adalah kakak kelasnya saat di SMA dulu, sudah lama Haya bersikap kurang ajar pada Ares. "Gue heran deh, kenapa gue dulu bisa suka sama lo ya, Kak? Lo jorok, ngeselin, ngajak ribut mulu kalau ketemu. Lo pelet gue?"
"Dih, males banget kalau harus pelet lo! Mendingan pelet Nindya aja sekalian!" Tanpa beban, Ares berkata demikian. Dia malah menaik turunkan alisnya saat Odit menoleh dengan tatapan kaget. Hanya sebentar, karena sekarang Ares sudah melihat ponsel Odit yang dipegang Haya. "Lo ngefans juga ya smaa Mbak Ayesha? Wah, berarti kapan-kapan lo harus ketemu tuh, Ya. Sumpah, orangnya humble banget, nggak sungkan buat berbagi ilmu, terus fokus banget kalau lagi kerja. Lo juga mau jadi designer, kan? Harus banget lo belajar sama Mbak Ayesha sekali-sekali."
Haya mengangguk dengan penuh semangat. Ares tahu apa yang menjadi mimpi orang-orang terdekatnya. Kemarin Nita, sekarang Haya. Dia juga tahu apa saja cita-cita teman-teman satu geng motornya. Apalagi Odit, jangan diragukan pengetahuan Ares tentang gadis itu. Tidak ada lagi cita-cita menjadi Menteri Pendidikan. Mimpi terbesar Odit sekarang adalah hanya ingin hidup baik-baik saja. Odit ingin, dia bisa menjawab jujur bahwa kabarnya baik luar dalam saat ada yang bertanya. Sesederhana itu. Tapi, justru itulah yang paling sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mitologi Cinta [Tamat]
General FictionSpin of 'Jurnal Tentang Kamu' dan 'Rasi Rasa'. Seperti yang dikisahkan dalam mitologi Yunani, Ares adalah Dewa Perang. Kekuatan yang ada di kepalan tangannya mampu membuat orang lain patah tulang hidung dengan sekali pukulan. Dan itulah yang membua...