SORRY

3.1K 123 4
                                    

Aiy berlari menaiki tangga menuju rooftop. Aiy memutuskan untuk mengecek rooftop terutama, berharap pacarnya ada di sana. Namun nihil.

"Taman belakang," gumam Aiy. Ia segera memacu langkah menuju taman belakang.

Mengapa dia begitu khawatir? Karena terakhir kali cowok itu cemburu, dia melukai dirinya sendiri. Aiy takut itu terulang untuk yang kedua kalinya. Apalagi setelah Jevan chat dirinya kalau Arsha belum balik sejak dia pergi tadi. Bisa di hitung, mulai dia pergi hingga istirahat kembali. Terhitung sudah 2 jam cowok itu belum kembali juga. Kemana Arsha pergi?

A

iy memelankan langkahnya. Taman belakang sudah semakin dekat. Perlahan, Aiy menetralkan napasnya sebentar. Namun saat dia akan kembali melangkah, pinggang belakangnya terasa sangat ngilu. "Arghh, kenapa, sih? Pinggang gue belakangan ini sakit mulu. Encok, apa, ya?" Aiy berhenti sebentar, dan menyandarkan dirinya di tembok terdekat.

Setelah Aiy rasa cukup, dia kembali berjalan. Perlahan, sepatunya mulai menginjak dedaunan kering yang berguguran tinggalkan tangkainya. Aiy mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman. Tidak ada juga.  Ia mulai di rundung rasa cemas. "Duh, Sha. Lo pergi kemana, sih? Nyusahin mulu."

Aiy menyeka keringatnya yang bercucuran akibat kelelahan berlari. "Sumpah capek banget. Kok rasanya lelah banget? Mana sesak lagi." Aiy berhenti dan bersandar kembali untuk menetralkan semuanya. Jantungnya, pernapasannya, dan pinggangnya juga seluruh badannya. Menyeka keringat yang terus menerus berjatuhan.

Setelah Aiy rasa lumayan, ia membalikkan badannya. Berjalan dengan langkah cepat menuju kantin untuk membeli minuman sebentar, sebelum petualangannya mencari kekasihnya kembali dimulai.

Aiy melewati ruang olahraga. Rasanya biasa saja, sebelum dia mendengar sebuah teriakan yang sangat di kenalnya dari dalam ruangan itu.

"Dikaaa! Gue benci lo." Bugh.

"Rasain ini Dikaaaa!" Bugh.

"Dikaa, bangsat lo!" Bugh bugh.

"Temen makan temen anjingg!" Bugh

"AArghhh!" Bugh bugh bugh.

"Dikaaaa bangsattttt!"

Begitulah teriakan-teriakan yang didengarnya. Aiy yakin itu adalah suara Arsha. Buru-buru Aiy membuka pintu ruang olahraga yang memang tertutup. Sungguh terkejutnya Aiy, saat dia mendapati Arsha tengah berteriak sambil memukul samsak yang dianggapnya sebagai Dika.

Keringat benar-benar membanjiri tubuhnya. Bahkan seluruh bajunya sudah basah. Oh, jangan lupakan juga rambutnya. Bila ini sedang dalam adegan tinju, mungkin Arsha akan terlihat sangat tampan. Tapi tidak untuk sekarang. Wajahnya sangat merah. Sorot matanya menunjukkan betapa bencinya dirinya pada Dika. Tangannya yang dibalut perban kemarin, kini perbannya sudah tak karuan dan darah sudah keluar dari tangannya karena dia tidak mengenakan sarung tangan tinju sama sekali. Napasnya memburu. Arsha terlihat sangat lelah, namun Arsha tetap memukul samsak tanpa henti dengan sekuat tenaganya. Bahkan dia terlihat sudah sempoyongan. Arsha benar-benar kacau.

Aiy menatap Arsha dengan bibir bergetar. Air matanya mulai terjun menuju pipi. "Arshaaaa! Hentikan!" Aiy segera berlari menuju Arsha dan memeluk cowok itu dari belakang. Tangisnya pecah.

Arsha masih terus memukul samsak. "Lepas, Ay. Aku harus kasih pelajaran sama Dika." Arsha mencoba melepaskan pelukan Aiy yang semakin erat.

"Nggak, Sha. Cukup! Gue minta maaf. Gue bener-bener minta maaf. Cukup, Sha. Jangan sakiti diri lo lagi."

AIYARSHA #AlisonSeries1[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang