THIRD FACT

2.6K 123 9
                                    

Setelah kabar yang membuat seluruh orang melemas, yang tidak lain dan tidak bukan adalah kabar Aiy yang mengidap penyakit gagal ginjal.

Kabar itu benar-benar bikin semua orang kehilangan daya dan energi. Dev, Ify, Sean, Sena, Sasa, Zara, Arsha, Jevan dan juga Dika. Mereka semua menghawatirkan keadaan gadis yang sedang terbaring lemah di kasurnya dengan mata yang terpejam.

Dokter sudah memberitahu jika Aiy benar-benar harus mendapatkan donor ginjal jika mereka tak mau Aiy menjalankan hemodialisis seumur hidupnya.

Dokter Ari sudah menjelaskan jika hemodialisis hanyalah untuk pertahanan hidup, bukan untuk menyembuhkan. Satu-satunya yang menyembuhkan hanya ginjal baru dari seseorang yang dengan sukarela mau mendonorkan salah satu ginjalnya untuk sang gadis cantik yang malang. Dan untuk itulah Dika berada di sini. Di ruangan dokter Ari, ayahnya.

"Yah, jadi beneran, nih, Dika gak bisa donorin ginjal Dika buat Aiy?" tanya Dika pada ayahnya yang tengah memeriksa sesuatu di ruangannya.

"Nggak, Dika. Ayah, kan, sudah menjelaskan kalau si pendonor harus berumur minimal 18 tahun. Kamu masih 17," jawab dokter Ari tanpa mengalihkan pandangannya.

"Tapi Ayah, Dika mau donorin ginjal Dika buat Aiy. Dika gak bisa liat Aiy sakit kayak gitu," kukuh Dika.

"Nggak Dika, nggak bisa. Itu akan membahayakan diri kamu," jelas dokter Ari.

"Dika gak peduli. Dika mau Aiy sembuh, udah itu aja. Dika gak peduli sama kesehatan Dika," kata Dika masih keras kepala.

Kali ini dokter Ari sudah mengalihkan pandangannya pada putranya. "Disini dokternya itu Ayah, bukan kamu. Jadi tolong jangan membantah. Kamu nggak tau apa-apa, Dika."

Dika merunduk. "Iya Ayah, maaf."

Dokter Ari bangkit dari tempat duduknya lalu meraih jas dokter putihnya dari sandaran kursinya. Namun sebelum dokter Ari benar-benar meninggalkan Dika, dokter Ari kembali memberikan sedikit semangat pada Dika.
"Ayah tau kamu khawatir. Bersabarlah. Doakan saja pendonor ginjal Aiy cepat ditemukan."

"Ayah tau aku sangat menyayanginya. Tentu aku khawatir. Bahkan sangat khawatir. Ayah tau itu, kan?"

Dokter Ari mengangguk lalu menepuk punggung Dika pelan. "Ayah tau. Kamu sabar, ya. Ayah pergi dulu. Ada operasi yang menunggu Ayah."

Setelahnya, dokter Ari benar-benar meninggalkan Dika di ruangannya. Sementara Dika sudah pasrah atas semuanya. Dia sudah berusaha tapi tidak ada yang bisa dilakukannya. Sekarang yang dia lakukan hanya menunggu dan berdoa.

Dika beranjak dari kursinya untuk menghampiri yang lainnya diruangan Aiy. Saat Dika membuka pintu, tiba-tiba sebuah bogeman mentah mendarat dengan mulus di pipinya.

Terlihat seorang cowok yang cukup berantakan tengah menatapnya dengan bengis ke arah Dika.

"PENGHIANAT!"

🌿🌿🌿🌿🌿

Arsha pamit dari ruangan Aiy untuk membeli beberapa makanan untuk semua orang yang ada di rumah sakit. Dia masih memakai seragam sekolah padahal jam sudah menunjukkan pukul 6 sore.

Saat Arsha sedang berjalan dengan wajah lesu, tiba-tiba netra matanya menangkap sosok yang sangat di kenalnya. Sosok itu berbelok dan menghilang diruangan dokter.
Arsha mengernyit. "Dika? Ngapain dia ke ruangan dokter Ari? Ah, gue baru inget. Dika, kan, anaknya dokter Ari. Itu wajar," gumam Arsha

AIYARSHA #AlisonSeries1[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang