Satu

115K 4.5K 163
                                    

Me And My Broken Heart–Rixton

****

Sita sedang bersenandung riang di rumah kontrakan yang sudah ia sewa bersama Laras, sahabatnya. Gadis itu sedang membuat masakan untuk seseorang, hari ini adalah hari dimana genap setahun ia dan Rian sudah menjalin hubungan.

Sita berencana untuk membuat masakan kesukaan Rian dan mengantarkannya ke hotel Rian menginap selama di Yogyakarta, pria itu sedang menjalani magang di salah satu kantor cabang milik Ayah Rian. Sementara ia disini, Laras sedang sibuk kuliah. Laras memang melanjutkan pendidikannya hingga sarjana, berbeda dengan Sita yang lulus D3 dan tidak melanjutkan pendidikannya lebih jauh lagi.

Bukan apa-apa, Sita salah mengambil jurusan yang berakhir dengan membuat kepalanya keriting. Lagipula, ia harus mengurus butik ibunya dan kafe milik Elle, sahabatnya.

Elle sempat dikabarkan tewas karena kecelakaan pesawat. Namun, setelah berita itu tersebar dan mayat Elle sudah dikuburkan, keesokkan harinya Elle mengetuk pintu rumahnya yang membuat Sita pingsan di tempat. Menjelaskan bahwa Elle baik-baik saja dan meminta Sita agar merahasiakan semua dan menganggap Elle sudah tiada.

Sita tersenyum mengingat Elle yang berjarak lumayan jauh dari tempatnya tinggal dengan Laras, Singapura. Sita dan Laras diterima di salah satu universitas di Yogyakarta, UNY. Sita juga kadang membantu tugas Laras yang menumpuk.

Berbicara tentang Laras, gadis itu sempat menjalin hubungan dengan Reza semasa SMA dulu, hubungan mereka harus berakhir karena Laras yang tidak menyukai hubungan jarak jauh atau yang kerap disapa LDR. Yang satu sekolah saja bisa putus, apalagi jika berbeda kota?

Sita memindahkan masakannya ke dalam rantang yang sekarang sudah berisi penuh makanan yang sudah ia buat sendiri dari tangannya. Ia sudah memegang key card kamar hotel Rian, karena hotel itu adalah milik keluarga Rian. Jadi, ia bisa keluar masuk kamar tersebut kapan saja.

"Kurang apa ya ini?" Sita mengambil kado yang sudah ia persiapkan. Di dalam kado yang akan ia berikan, berisi dasi dan juga jawaban atas lamaran Rian yang pria itu ajukan. "Sekarang gue mandi habis itu langsung otw."

Sita masuk ke dalam kamarnya di lantai atas. Sita mengambil handuk di balkon dan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai, ia mematutkan diri di cermin.

Dengan penampilan sederhana namun terlihat sangat cantik di tubuh Sita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan penampilan sederhana namun terlihat sangat cantik di tubuh Sita. Kulit putih dengan bibir berwarna peach, tanpa bantuan lipstik, rambut bergelombang berwarna coklat tua yang membuat penampilannya semakin menarik.

"Gue deg-degan deh."

Sita menuruni tangga sambil tersenyum, ia mengambil ponsel untuk memesan Go-Car. Gadis itu sengaja tidak memberi tahu Rian, agar bisa menjadi kejutan untuk pria itu. Semoga Rian bisa senang dengan kado dan semua kejutan yang sudah ia siapkan.

"Iya Pak, belok kiri aja. Nah iya, saya sudah lihat mobil Bapak." Dengan ponsel di tangan kirinya dan tangan kanan yang melambai pada mobil yang sudah berbelok ke arahnya.

"Mbak Sita?"

Sita mengangguk. "Iya Pak," jawab Sita lalu ia membuka pintu mobil sang Bapak Go-Car.

"Mbaknya masih kuliah atau sudah kerja?"

"Sekarang bantu-bantu bisnisnya Ibu sama jalanin kafe punya teman."

"Mbaknya asli mana. Saya lihat-lihat Mbaknya bukan asli sini ya?"

"Saya asli Jakarta Pak."

"Pantesan kok ngomongnya gak medok."

Perbincangan kecil memang sering dilakukan Sita dengan Bapak Go-Car yang sering ia tumpangi. Mobil yang ia naiki sudah memasuki halaman sebuah hotel mewah ketiga di Yogyakarta. Sita sudah tidak sabar segera bertemu dengan Rian.

"Sudah dibayar pakai go-pay ya Pak."

"Iya Mbak."

Sita turun dari mobil Avanza, membawa rantang menuju lantai paling atas—kamar Rian, sebuah kamar presiden suite yang dikhususkan untuk anak dari pemilik hotel tersebut. Sekuriti yang biasanya menyapa Sita saat masuk, entah kenapa hari ini wajahnya berubah tegang.

Sita berhenti di depan sekuriti yang dahinya sudah mengeluarkan keringat. "Bapak sakit ya?" Tanya Sita sambil menyerahkan tissue yang baru saja ia ambil dari dalam tasnya.

"Tidak Mbak, hanya hari ini panas saja."

Dahi Sita berkerut heran, hari ini mendung, bahkan sinar matahari tertutupi oleh awan gelap. Panasnya tidak menyengat seperti hari biasa. Namun Sita tidak ambil pusing, mungkin Bapak sekuriti tidak tahan panas, walau sedikit saja.

"Ya sudah Pak, saya masuk dulu ya."

Tanpa menunggu jawaban, Sita segera berjalan menuju kamar Rian. Menaiki lift dan menunggu beberapa saat hingga lift terbuka. Sita sudah menyiapkan key card ditangannya.

Setelah terdengar bunyi 'beep', Sita melangkahkan kakinya untuk masuk, ruangan depan yang agak berserakan. Sita melanjutkan langkahnya menuju kamar Rian berada, ia mengambil lagi satu kunci di dalam tasnya dan memasukkan itu tanpa memutarnya, karena secara otomatis akan terbuka.

Baru saja ia akan berteriak 'happy anniversary' namun tiba-tiba kakinya lemas, mulutnya seperti kehilangan fungsi, kaku dan tidak bisa terbuka. Matanya fokus ke depan, hatinya jatuh dan hancur berkeping-keping, tidak bersisa.

Pria di depannya sedang berciuman panas dengan seorang wanita dan mereka sibuk melucuti pakaian masing-masing. Bahkan Rian sudah bertelanjang dada dan rambut yang acak-acakan.

Sita meletakkan rantang dan kotak kado yang ia bawa atas nakas dekat pintu, ia langsung berlari keluar dari kamar Rian. Suara pintu di tutup menimbulkan bunyi yang membuat Rian spontan menoleh ke arah pintu.

Kesadaran Rian mulai kembali, ia mendorong wanita yang sedang menggerayangi tubuhnya. Ia berlari keluar kamar untuk mengejar Sita. Ia tidak ingin kehilangan Sita setelah gadis itu memberinya kesempatan kedua.

Pintu lift sudah terbuka. Menoleh ke arah pintu yang kembali terbuka, Rian muncul disana, menggunakan kemejanya dengan tergesa dan ingin mengejar langkah Sita. Gadis itu segera masuk ke dalam lift lalu segera memencet tombol agar pintu lift tertutup. Bertepatan dengan itu, Rian datang di depan pintu lift tersebut, dan melihat wajah Sita sebelum pintu lift benar-benar tertutup.

Sita terduduk, ia tidak kuat menopang berat tubuhnya lagi. Dalam hati ia mempertanyakan apa arti cinta sebenarnya di mata Rian? Kenapa pria itu sangat suka menghianati kepercayaannya?

Menghapus air matanya. Ia berlari keluar dari hotel itu sebelum Rian mengejarnya lagi. Ia menaiki taksi yang terparkir lumayan jauh dari hotel. Sekali lagi menengok ke belakang, Rian sudah hampir mengejarnya lagi. Untung jarak taksinya dan Rian mendukung Sita, ia sempat mendengar suara teriakan Rian yang memanggilnya sebelum ia menutup pintu taksi.

"SITA!" Rian mengejar taksi yang sudah berjalan pelan meninggalkannya. Ia berlari mengejar taksi tersebut hingga mengetuk kaca yang menjadi pembatas antara Rian dan Sita. "SITA PLEASE DENGERIN PENJELASAN AKU DULU! SITA!"

"SITA!!!!" teriak Rian keras, taksi sudah berada jauh di depannya.

Sekuat tenaga Sita menahan air matanya agar tidak turun. Tapi, apa boleh buat? Rasa sakit hatinya membuatnya kembali mengeluarkan air mata.

"Taman Pelangi ya Pak." Ucap Sita serak, tenggorokannya sampai tidak kuat untuk mengeluarkan suara lagi.

Di sore hari yang harusnya menjadi hari yang spesial bagi hubungannya dan Rian, berakhir dengan perbuatan yang mengoyak hatinya. Berakhir juga hubungan antara dirinya dan Rian.

Semua sudah selesai. Antara aku dan Rian. Selesai.

*****

Bersambung...

Sweet Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang