Sita mematung. Senyumnya pudar perlahan. "Kenapa Mas bilang sama Sita tentang kabar ini?"
"Ayah ingin kamu di sampingnya Ta. Mas mohon, kali ini kamu turuti permintaan Ayah."
"Aku gak bisa." ucap Sita membuat Hardi menatapnya nanar. "Lebih baik Mas sekarang pulang jagain Ayah. Mas kan anak kesayangan Ayah."
"Apa pintu hati kamu memang sudah tertutup rapat untuk Ayah?"
"Sejak Ayah melempar koperku keluar dari rumah itu, semua udah gak sama."
"Cobalah maafkan Ayah, Ta."
"Enak ya Mas ngomong kayak gitu. Mas pernah ngerasain apa yang aku rasain?" Sita mendengus sinis. "Mas selalu makan enak, apapun yang Mas minta pasti langsung ada di depan mata. Mas pernah ngambil pecahan piring dan salah satu serpihannya masuk menancap kulit Mas?"
Hardi diam tak berkutik. Sita menutup satu pintu rumahnya. "Melakukan itu gak segampang berbicara Mas. Sakit hati Sita sama semua tingkah Ayah. Dari kecil Sita sama Bunda, apa-apa selalu ke Bunda. Eh sekalinya tinggal sama Ayah malah Sita digituin."
"Mas paham, tapi tolong—"
"Kalau Mas paham seharusnya Mas gak kesini mohon-mohon ke aku supaya ikut Mas ke Jakarta."
"Keadaan Ayah gak sehat. Dia butuh kamu, Sita. Ayah sakit."
"Aku dulu sakit tipes juga tetep di suruh bersihin toilet sama Mama. Aku gak protes, kenapa sekarang Ayah sakit aku harus ke sana? Urusannya sama aku apa?" ucap Sita menantang.
"Keadaan sekarang berbeda." ucap Hardi putus asa.
"Gak ada yang berubah buat aku. Semua masih sama. Ayah Bima gak akan berubah jadi Ayah Aland."
"Kamu bisa menyanyangi Pak Aland. Tapi kenapa Ayah tidak bisa kamu sayangi sebesar itu Ta?"
"Mereka berbeda, it's very different. It's obviously very different." sahut Sita cepat, menekan setiap katanya. "Aku capek. Mas Hardi mending pulang."
Tanpa menunggu tanggapan Hardi. Sita menutup pintu rumahnya. Ia masuk ke dalam kamar dan terduduk di sofa kamar. Tidak menyadari Adrian sudah terbangun dan saat ini berdiri di depan pintu. Laki-laki itu mendengar semua pembicaraan Hardi dan Sita.
Sita meringkuk. Memeluk lututnya sendiri dan terisak di sana. Adrian menghampiri Sita, merengkuh tubuh Sita ke dalam dekapannya.
"Kenapa seolah-olah aku yang jahat?" Sita menatap tubuh Kevin dari balik bahu Adrian. Anaknya juga berbalas menatap Sita dan dahi bayi itu mengerut melihat tatapan sedih Ibunya.
"Aku belum bisa maafin Ayah. Sekeras aku coba, tetap bayangan Ayah dan Mama yang memperlakukan aku dulu tetep terekam jelas, Mas."
Adrian semakin mengeratkan pelukannya. Membiarkan Sita mengeluarkan segala uneg-unegnya.
"Sayang." Adrian menghapus jejak-jejak air mata Sita. "Mas tau kamu butuh waktu. Tapi apa kamu gak mau mencoba berdamai dengan Ayah? Menemui dia saja kamu gak mau Ta."
"Gak mau." Sita memeluk leher Adrian, menyembunyikan wajahnya di leher suaminya.
"Papa pernah bilang, dengan memaafkan kita bisa mendapat sebuah kunci kebahagiaan. Mungkin ini awal dari semua hubungan baik kamu dan Ayah."
"Semua ini gak segampang kelihatannya."
"Hal itu emang sulit. Mas paham betul apa yang kamu rasakan. Tapi coba sekali Ta. Berdamai dengan masa lalu."
"Andaikan aku beneran ke Jakarta. Mas temani aku ya."
"Mas selalu menemani kamu."
Sita melepas pelukannya. Ia berbaring di samping Kevin lalu mengusap pipi Kevin. "Terus bocah ganteng ini gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Husband [END]
Romance[Sebelum membaca follow akun ini dulu] Sita rasa hidupnya sudah cukup bahagia karena di hidupnya sudah ada kedua sahabatnya dan Rian, pria yang sangat mencintainya dan dicintainya. Tidak mudah mendapatkan kepercayaan Sita, gadis itu dikenal sangat...