Buat yang lagi puasa. Semangat ya Beb ❤️
*****
"Mas, kamu serius?"
"Iya, kenapa?" Adrian mengambil bunga di dalam mobil, bunga yang baru saja dibelinya. "Aku juga perlu ijin sama Mama kamu kalau mau nikahin anaknya. Orang tua kamu perlu tau kita akan menikah."
Site memandang tempat pemakaman umum di hadapannya. Adrian manarik tangannya hingga ia sampai ke depan nisan yang bertuliskan nama Ibunya. Sita tak ingin menangis lagi, ia sudah lelah terus menangis. Lagipula Ibu juga tak suka melihat Sita menangis. Masih teringat di dalam benaknya, Adrian mengajaknya kembali ke Jakarta untuk mengunjungi makam Ibunya. Hal yang hampir terlupakan di pikiran Sita tapi di ingat oleh Adrian.
"Hai Bunda." Sita berjongkok, ia mengelus nisan Ibunya. "Udah lama Sita gak ketemu Bunda. Dua minggu lagi Sita mau nikah Bunda, sama orang yang jauh lebih baik dari Ayah." Sita meraih tangan Adrian mendekat padanya. "Namanya Mas Adrian Bun, keluarganya baik banget sama Sita."
"Dan Sita bisa ngerasain gimana rasanya punya Ayah sekarang Bun. Ayah Aland gak beda-bedain Sita sama Elle, kita dianggap sama."
Adrian memberikan waktu Sita untuk sedikit berbicara dengan Ibunya. Setelah Sita selesai berbincang dengan Ibunya, gantian Adrian yang membicarakan tentang niatnya hidup bersama dengan Sita. Pria itu meminta ijin kepada mendiang Ibu Sita untuk menikahi anak semata wayangnya. Lalu mereka berdoa bersama dengan Adrian yang menjadi pemimpin doa.
Adrian meletakkan sebuket bunga di atas nisan. Sita disebelahnya masih memandang makam Ibunya sendu, menyirami air pada sekitaran makan Ibunya dan tersenyum lebar. Wanita itu sama sekali tidak menangis, namun Adrian bisa menangkap gurat kesedihan di wajah cantiknya.
"Kita gak minta ijin sama Bundanya Mas?"
"Mas sudah ijin sama Mama seminggu yang lalu."
"Kok gak ngajak aku?"
"Kapan-kapan Mas akan ngajak kamu."
"Kita pulang ke Jogja kapan?"
"Nanti sore."
Sita mengangguk. Setelah mengucapkan salam perpisahan pada Ibunya, Sita mengikuti Adrian masuk ke dalam mobil. Hari ini Sita cukup merasa senang karena insiatif Adrian membawanya ke makam Ibunya, beban dihatinya terasa lebih ringan.
"Habis ini kita kemana tujuannya Mas?"
"Ikut Mas saja."
"Mas buat apa bawa undangan nikah kita?"
"Kita perlu mengundang seseorang, Sayang."
"Okay."
Tangan Adrian bergerak menggapai tangan Sita. Di perjalanan menuju tempat tujuan Adrian hanya diisi kesunyian, baik Sita maupun Adrian memilih diam. Sampai mobil Adrian memasuki perumahan yang Sita kenal betul tempat ini, jalanan ini, dan sialnya mobil Adrian berhenti tepat di depan rumah yang paling Sita benci.
"Mas kenapa kita––"
"Orang tua kamu perlu tau, Mas tadi sudah bilang."
"Gak usah Mas. Mereka juga gak akan perduli."
"Kita hanya mengundang mereka sebagai tamu. Bukan keluarga, nanti Mas yang kasih undangannya."
"Biar aku aja."
"Kamu yakin?"
"Sangat yakin."
Adrian memberikan undangan yang ia bawa pada Sita. Mereka keluar dari mobil, tangan Adrian masih mengandeng tangan Sita. Sita membuka pagar rumah tersebut. Ekspresi wajahnya biasa saja, tapi Adrian merasa telapak tangan Sita berkeringat. Adrian merangkul bahu Sita, mengelus pundak Sita––memberi semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Husband [END]
Romance[Sebelum membaca follow akun ini dulu] Sita rasa hidupnya sudah cukup bahagia karena di hidupnya sudah ada kedua sahabatnya dan Rian, pria yang sangat mencintainya dan dicintainya. Tidak mudah mendapatkan kepercayaan Sita, gadis itu dikenal sangat...