Tiga Puluh Dua

20.2K 1.6K 12
                                    

Sita kira masalah yang akan menerpa rumah tangganya akan seberat yang dipikirkan. Ternyata tidak, ia bisa melewati semuanya dengan bantuan Hardi.

Sita memeluk tubuh suaminya dari samping. Adrian rela tidak masuk kerja hari ini dan besok karena dirinya. Sita terbangun tengah malam, tidak biasanya dia merasa lapar tengah hari seperti ini.

Merasa ada pergerakan di sampingnya, Adrian membuka matanya perlahan. "Ta?"

"Mas. Laper."

Adrian memaksakan diri untuk duduk. "Mau makan apa?"

"Mie instan boleh?"

"Gak."

"Terus apa?" Sita mengikuti pergerakan Adrian. "Pembantu juga udah pada tidur. Gak enak aku mau bangunin Mas." Sita menyandarkan kepalanya di dada Adrian.

Adrian mengecup puncak kepala Sita. "Apa aja asal jangan mie instan."

"Mas bikinin aku nasi goreng mau?"

"Ya."

Sita dan Adrian bangkit dari ranjang. Pergi ke dapur untuk membuatkan makanan pesanan Sita, Adrian menyuruh Sita duduk di meja pantry. Adrian mencium pipi Sita sebentar lalu mulai memotong, mencampur dan mengaduk semua bahan sesuai arahan Sita.

Sesudah semua siap, Sita makan dengan lahap. Tidak perduli rasa makanan Adrian yang terlalu asin, ketika Adrian bertanya padanya apa makanan buatannya enak atau tidak. Sita menjawab dengan tegas rasa makanan itu sangat enak, walau berbeda dari kenyataan.

*****

Makanan pinggir jalan kesukaan Sita, mendadak Sita ingin makan di sana. Hari ini adalah hari libur Adrian, ia menemani Sita pergi kemanapun yang wanita itu inginkan.

"Kamu mau makan apa Sayang?"

Kening Sita berkerut, pada saat ia sudah sampai di tempat ini, ia bingung mau makan apa. Masalahnya, semua makanan di sini mengundang Sita untuk makan. "Ayam penyet Mas."

"Itu aja?"

"Iya."

Adrian menyebutkan pesanannya dan Sita pada pelayan warung. Mereka duduk di dekat jendela, Sita memandang jalanan luas di luar sana.

"Mas." Sita memanggil Adrian, mengambil tangan Suaminya untuk ia genggam.

Adrian menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Sita. "Apa Sayang?"

"Aku boleh minta satu hal sama Mas?"

"Apa itu?"

"Aku boleh minta Mas jangan kayak Ayah ya."

Adrian tersenyum lembut. Ia mengelus pipi Sita. "Mas cinta kamu lebih dari apapun Ta. Mas gak mungkin menyakiti orang yang Mas cinta."

Sita tersenyum sampai matanya menyipit. "Kata-kata Mas bikin aku tambah cinta sama Mas." ucap Sita sambil terkekeh. "Sayang banget kita ada di tempat umum. Kalau gak aku pasti udah cium Mas daritadi."

Adrian mengangkat satu alis, lalu senyumannya berubah menjadi senyum menggoda. "Nanti di mobil bisa Ta."

Sita memukul lengan Adrian. Sembari menunggu pesanan mereka datang, Sita dan Adrian berbincang-bincang kecil. Mereka makan dengan tenang sesudah pelayan mengantarkan pesanan mereka.

Mereka kembali ke mobil tiga puluh menit kemudian. Sita menuruti ucapan Adrian tentang ciuman yang Suaminya katakan.

"Aku cinta kamu Mas."

Adrian menyatukan kening Sita dan dirinya. "Mas juga cinta sama kamu Ta."

Sita tidak pernah bosan mengucapkan ia mencintai Adrian ataupun mendengarkan ucapan Adrian. Sita tidak masalah kehadirannya ditolak oleh Ayahnya atau Ibu tirinya. Setidaknya Adrian mau menerima dirinya, semua masa lalunya yang menyakitkan. Meninggalkan bekas dan sulit dilupakan.

Sita sudah menceritakan semua yang pernah dialaminya pada Adrian. Ia tidak menangis, tapi hanya menatap kosong ke depan. Seharian penuh dihabiskan dengan Adrian di dalam kamar dan saling memeluk satu sama lain.

Sita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan. Namun ia percaya, cinta di antara dirinya dan Adrian mampu menembus semua masalah yang akan dihadapi nanti kedepannya.

Sita paham Adrian manusia biasa. Pasti nanti akan ada kesalahan yang pria itu lakukan. Mungkin juga dirinya yang melakukan kesalahan itu. Tidak ada yang tahu.

*****

"Hari ini mau kemana lagi, hm?"

Puas mengelilingi Malioboro, Sita membeli beberapa aksesoris untuk kamarnya. Tidak ada belanjaan apapun di tangannya maupun Adrian. Belanjaan mereka dibawakan oleh bodyguard yang dikirimkan Mr. Aland untuk mereka.

"Aku mau beli batik satu lagi Mas."

Sita menarik Adrian masuk ke dalam toko pakaian langganan Sita. Adrian membeli baju yang Sita inginkan, ia kembali menyuruh anak buahnya untuk membawa belanjaan istrinya.

Adrian memeluk pinggang Sita posesif. Berjalan menelusuri toko, menaiki tangga menuju lantai selanjutnya. Sita melingkarkan tangannya di pinggang Adrian, ia mendongak lalu tersenyum.

"Mau dream catcher Mas."

"Ya."

Sita berjalan ke arah tempat dream catcher, ia memilih salah satu dari sekian banyak dream catcher yang tersedia di sana.

"Mas itu kayak dream catcher tau gak?" ucap Sita sambil menyentuh dream catcher paling besar berwarna putih.

"Kenapa Mas disamakan dengan dream catcher Ta?"

"Ya karena semenjak aku sama Mas. Aku selalu mimpi indah terus."

Adrian menjawil hidung Sita. "Kamu pinter banget gombalin Mas sekarang." balasnya lalu merangkul mesra bahu istrinya.

"Dari dulu aku pinter gombal. Mas aja yang gak tau."

"Iya deh. Iya."

Sita tersenyum lebar, ia menarik pipi Adrian gemas sampai suaminya itu melotot padanya. Namun Sita hanya tertawa kecil lalu menepuk-nepuk pipi Adrian.

Dua hari kemudian hubungan mereka masih baik-baik saja. Tapi ada yang aneh dari Sita,wanita itu tiba-tiba menjadi lebih sibuk dari biasanya. Adrian tidak tau pasti apa yang menyebabkan Istrinya bisa sesibuk itu. Ia tidak memikirkannya lebih lanjut.

Sampai pada hari itu, ada sebuah amplop yang tergeletak di meja Adrian. Awalnya Adrian tidak menggubris amplop coklat itu sama sekali. Namun setelah tiga hari ia mendiamkan amplop itu di ruangannya. Adrian mulai penasaran dengan isi dari amplop itu.

Adrian berdiri di depan meja sekretarisnya. "Siapa yang mengirimkan amplop coklat di meja saya?" Adrian bertanya dengan nada datar. Ia belum bisa membuka amplop itu sebelum mengetahui siapa pengirim amplop coklat itu.

"Saya tidak tau pengirimnya Pak."

"Kenapa bisa sampai di meja saya?"

"Kata pengirim, amplop itu penting."

"Baik. Terimakasih."

Adrian masuk ke dalam ruangannya. Ia menyentuh amplop dan membukanya perlahan. Mengeluarkan sesuatu dari dalam sana perlahan. Di dalam sana berisi beberapa foto yang Adrian tidak tahu gambarnya, ia belum membalik foto itu.

Ketika Adrian membalikkan foto, dua orang yang salah satu dari mereka Adrian kenal, Adrian otomatis menegang.

Itu foto Sita dan seseorang di sebuah kafe. Seseorang itu mengecup puncak kepala Sita. Istrinya tidak nampak keberatan sama sekali, malah memejamkan mata.

Kepala Adrian pening seketika.

****

Maafkan aku udah lama banget yang update. Mood nulis cerita ini ilang-ilangan mulu.

Enaknya update besok apa rabu?

Sweet Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang