Dua

52.8K 3.9K 95
                                    

Waktu Yang Salah-Fiersa Besari

*****

Sita duduk di atas rerumputan hijau. Ia butuh waktu sendiri untuk menenangkan pikirannya, ia tahu cepat atau lambat Rian pasti akan menemuinya.

Sita sudah mengambil keputusan untuk sementara waktu, ia tidak akan berada di kota ataupun negara ini. Sita akan menginap di rumah Elle, sahabatnya. Sita butuh menjauh dari Rian, masih tidak percaya bahwa hubungannya dengan Rian akan berakhir seperti ini.

Sita merogoh tasnya, mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang.

"Hallo?" Suara Elle menyambut gendang telinganya, Sita kembali mengeluarkan air mata. "Lo nangis Ta? Ada apa? Ada masalah lagi?"

"El... Gue mau minta tolong sama lo boleh gak?"

"Ada apa Ta?" Tanya Elle mulai khawatir, suara Sita terdengar sangat lemah. "Selama gue bisa bantu, gue bakal ngelakuin apapun buat lo."

"Gue mau nyusul ke rumah lo El, kira-kira Bokap lo ngebolehin gak?"

"Tentu Bokap gue setuju Ta. Lo udah kayak anaknya sendiri."

Sita tersenyum dan terdiam sebentar. "Makasih ya El. Lo dan Laras selalu ada buat gue. Cuma lo berdua yang bisa gue percaya di dunia ini."

"Sebenarnya ada apa sih Ta? Siapa yang udah buat lo sedih kayak gini?"

"Nanti gue ceritain El. Sekarang gue mau beli tiketnya dulu."

"Bokap gue udah suruh anak buahnya buat pesenin tiket lo, nanti lo tinggal ambil aja. nanti gue kabarin lo berangkatnya jam berapa."

"Beneran?" Tanya Sita tak percaya.

"Iya Ta. Lo tinggal kemas-kemas aja."

"Makasih sekali lagi El, gue udah terlalu ngerepotin lo sama Laras."

"Itu gunanya sahabat Ta."

"Gue sayang banget sama lo El. Gue tutup dulu telfonnya, gue mau pulang buat siap-siap." Sita mematikan sambungan telefon antara dirinya dengan Elle. Sita bangkit berdiri, menepuk pantatnya yang terkena sedikit tanah.

Sita keluar dari taman pelangi. Ia berjalan untuk mencari tukang ojek. Saat ia sudah menemukan tukang ojek, Sita segera menghampiri tukang ojek tersebut. Dalam perjalanan hanya angin sore yang menerpa wajahnya, Sita tidak sedang mood berbicara. Seperti Mas Ojek juga menyadari itu.

"Ini ya Mas uangnya. Terimakasih."

"Siap Mbak."

Sita mengintip di balik tembok tetangga. Aman, tidak ada tanda-tanda Rian disitu. Seharusnya Sita kecewa Rian tidak datang ke rumahnya, tapi yang ia rasakan justru senang. Setidaknya ia bisa kabur tanpa ada yang menghalanginya.

Saat Sita membuka pintu rumah kontrakannya. Ia disambut Laras, gadis itu berkacak pinggang sambil menatapnya dari bawah hingga atas. Laras tak bisa melihat wajahnya, karena Sita tidak ingin menunjukkan matanya yang bengkak.

"Gue mau lewat, minggir lo." Sita menggeser tubuh Laras tanpa menatap mata Laras. "Ras. Minggir."

Laras tetap bergeming. "Lo dari mana aja?" Laras menarik lengan Sita hingga menghadapnya lagi. "Kenapa lo nunduk Ta?"

"Gue capek. Mau tidur."

"Halah bohong. Lo mau pergi kan?" Ucap Laras datar. "Elle tadi telfon gue." Sita perlahan mendongak. "Gue butuh waktu Ras. Sebentar aja,"

"Kalau ada masalah lo bisa cerita sama gue Ta. Gak usah lo sembunyikan kayak gini. Kita udah sahabatan berapa lama sih?"

Sita langsung memeluk Laras dan terisak pelan. "Rian, Ras. D-dia di kamar hotel sama perempuan tadi...,"

Sita tidak dapat meneruskan kalimatnya, ia malah memeluk Laras semakin erat. "Udah. Kalau lo gak kuat, gak usah dilanjutin. Gue udah tau akhirnya." Laras mengelus punggung Sita. "Sekalinya cowok selingkuh, dia bakal terus kayak gitu Ta. Sebelum lo ngasih pelajaran buat dia."

"Gue mau menenangkan diri dulu Ras. Gue mau sama Elle untuk sementara waktu."

"Iya. Gue udah siapin semua baju lo tadi. Lo tinggal berangkat aja." Laras melonggarkan pelukannya. "Sekarang lo minum dulu."

Laras menuntun Sita untuk duduk di kursi kayu. Laras mengambilkan Sita minum untuk Sita di dapur dan sedikit makanan. Setelah semua sudah berada di atas nampan, Laras membawa makanan tersebut ke kursi kayu.

"Ras. Gue harus cerita ini ke lo."

"Kalau lo emang gak kuat, gak usah Ta. Gue tau intinya." Ucap Laras sambil mengepalkan tangannya. "Gue harap, lo bisa belajar dari kejadian ini. Jangan mudah memaafkan seseorang jika orang itu belum benar-benar tobat."

"Iya. Gue gak akan luluh lagi."

"Yang kemarin lo juga bilangnya begitu, besoknya lo udah kasih maaf lo buat Rian."

"Kali ini beda Ras. Gue udah gak bisa Nerima dia lagi."

"Gue berharap juga gitu." Balas Laras yang ditanggapi Sita dengan senyuman tulus. "Oh ya, Elle tadi bilang. Lo berangkat jam tujuh lebih sepuluh, lo bareng gue aja sekalian. Gue juga mau ke gedung olahraga."

Selain Laras yang masih melanjutkan kuliah. Gadis itu juga menjadi guru bela diri untuk pekerjaan tambahan bila ada waktu luang dan tidak banyak tugas.

"Iya."

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar. Sita menoleh ke arah pintu dengan cemas. Laras yang mengerti keadaan, menyuruh Sita untuk masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Tidak usah memikirkan Rian, biar Rian yang menjadi urusan Laras.

Laras membuka pintu rumah kontrakannya. Wajah sendu Rian yang menjadi pemandangan pertamanya, sungguh membuatnya muak. Ingin segera memukul wajah Rian hingga tak berbentuk lagi.

"Sita ada?"

"Gak. Lo mending pulang sekarang."

"Lo bohong. Sita pasti ada di sini."

"Udah gue bilang sita gak ada di sini. Batu banget sih lo!"

"Jelas-jelas ada tas Sita di sini."

"Itu tas gue. Lo pikir tas kayak gitu cuma punya Sita? Eh anak anjing, gue itu sering banget couple-an tas sama Sita."

"Gue mau masuk. Mau cek sendiri."

"Ini rumah gue. Jangan ganggu ketenangan gue. Pergi lo sekarang!"

Rian mendengus. "Ras. Lo pikir aja ya. Lo gak mungkin marah sama gue tanpa sebab kayak gini, pasti Sita udah cerita semua ke lo. Sekarang, biarin gue masuk."

"Jadi sekarang lo mau bersikap sok di sini? Mau jadi jagoan lo?" Laras mendorong bahu Rian hingga pria itu mundur satu langkah. "Ayo lawan gue kalau gitu. Gue gak bakal biarin lo sakitin Sita lagi. Ayo lawan gue!"

"Gue gak lawan cewek."

"Dua kali lo udah berulah kayak gini. Gue gak akan biarin lo lagi, peduli setan lo siapa."

"Ras, lo buang waktu gue."

Laras maju, menendang perut Rian dengan kakinya. Rian tersungkur ke tanah. Tubuhnya sudah terhempas keluar dari rumah kontrakan Laras dan Sita. Keadaan lingkungan yang sepi, mendukung Laras untuk terus memukuli wajah Rian hingga terdapat memar dimana mana. Menendang tubuh Rian hingga jatuh beberapa meter dari gadis itu.

Pukulan dan tamparan terakhir Laras layangkan pada Rian. "Lo pergi dari sini. Atau lo mau lebih parah dari ini?" Laras berucap penuh penekanan di setiap kata.

"Oke! Gue pergi. Tapi gue bakal balik besok!"

"Silahkan." timpal Laras sambil tersenyum sinis. Dan lo bakal pulang dengan rasa kecewa, Rian. Sita terlalu baik buat laki brengsek macam lo. Lanjut Laras dalam hati.

*****

Bersambung...

Sweet Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang